Oleh Pastor Andreas Kurniawan OP
Untuk membangkitkan imun tubuh secara otomatis agar kuat melawan virus corona saat isolasi diri karena PSBB pandemi Covid-19, banyak orang saat ini mengetuk-ngetuk dada dengan jari-jarinya. Betul, dengan begitu auto imun seseorang akan keluar. Itu secara jasmani. Lalu bagaimana imun secara rohani bisa keluar juga? Bagaimana auto imun yang menghadirkan Tuhan bisa kembali saat kita stay at home dan tidak bisa ke gereja untuk menerima Sakramen Ekaristi?
Meskipun di rumah saja, kita bisa rasakan bahwa Tuhan hadir. Itu kekuatan yang harus kita bangkitkan kembali, karena Dia sudah ada dalam diri kita, Dia sudah kita santap sebelum pandemi ini terjadi. Mengapa kita tidak menghadirkan-Nya lagi?
Dalam Misa online saat ini, saat Komuni kita diminta mendoakan Komuni Batin. Tujuannya, supaya kita sadar bahwa, meski kita tidak menerima Komuni secara langsung, atau makan Tubuh Kristus, Dia sudah ada dalam tubuh kita, maka saat itu kita keluarkan lagi, kita hidupkan lagi. Itu yang diharapkan.
Demikian juga, dalam keadaan apa pun, saat sakit, lemas, kecewa, benci, bingung, takut atau sedih dalam kamar, di tengah pekerjaan apa pun dan dalam situasi apa pun, kita bisa menghadirkan Tuhan, kita bisa menghidupkan Tuhan, karena Sakramen Ekaristi yang sudah kita sambut.
Saya ingat wanita awam yang tidak bisa membaca dan menulis, namun diangkat menjadi Pujangga Gereja. Namanya Santa Katarina dari Siena, yang pestanya kita rayakan 29 April 2020. Ternyata, seperti kita saat ini, dia pernah juga berada dalam karantina atau isolasi diri selama tiga tahun dalam ruangan kecil di antara lantai atas dan lantai bahwa rumahnya yang sekarang masih berdiri di Siena. Tapi, di situ dia menjadi lebih akrab dengan Tuhan dan kemudian keluar menjalankan hukum cinta kasih, dengan dua langkah seirama, mencintai Allah dan mencintai sesama.
Katarina dari Siena mengalami hidup yang sama seperti kita. Saat itu, banyak banyak orang sakit, menderita dan meninggal akibat wabah pes. “Dalam isolasi, dia pun tetap menghadirkan Tuhan.” Kita pun dalam setiap saat, khususnya dalam isolasi saat ini “harus tetap menghadirkan, meskipun tidak bisa menerima Komuni secara langsung, karena Dia sudah ada dalam diri kita.”
Banyak sekali misteri Allah dalam hidup Katarina yang hanya 33 tahun dengan perjuangan luar biasa. Dia anak ke-23 dari 25 anak dalam keluarganya. Dia anak kembar yang dirawat ibunya, sedangkan kembarannya dirawat orang lain. Ibunya sangat mencintainya, tetapi harapan ibunya tidak dia penuhi.
Ibunya berharap, Katarina menjadi pengantin dengan suami hebat, karena ayahnya juga terpandang. Rumahnya yang besar di Siena masih utuh. Tapi, saat 6 tahun, Katarina melihat penampakan Santo Petrus dan Santo Yohanes. Dia rindu dekat dengan Tuhan. Maka, usia 7 tahun, dia ikatkan diri dengan Tuhan lewat kaul keperawanan, tidak menikah.
Ibunya mencari cara menghentikan keinginan puterinya. Katarina pun mengalami ujian dan hari-hari berat. Ibunya memberinya banyak pekerjaan rumah tangga agar dia melupakan mimpinya. Tapi, Katarina melewati semua ujian itu, dan ayahnya terharu lalu membiarkan dia melakukan apa yang dia kehendaki.
Terjadilah perubahan besar dalam dirinya. Katarina lalu mencari sebuah komunitas dan bertemu Ordo Ketiga Dominikan, karena rumahnya tak jauh dari Gereja Santo Dominikus. Di usia 16, dia sudah pakai jubah hitam putih sebagai Ordo Ketiga Dominikan dan mulai mengenal Santo Dominikus.
Saat isolasi tiga tahun, Katarina berpikir, dia sudah melayani keluarga maka sekarang “saya harus melayani Tuhan, saya harus berdoa dalam isolasi diri.” Dia tidur di lantai meniru para pertapa religius dan bicara hanya kepada Bapa Pengakuan kalau dia datang.
Katarina tidak bisa membaca dan menulis karena dia tidak sekolah. Tapi tiga tahun itu dia belajar banyak, dia mencari dan mencari untuk mengenal Tuhan Yesus. Setelah dekat dengan Tuhan, Tuhan mengatakan kepadanya tentang Hukum Agung Tuhan yakni “Mengasihi Allah dan juga mengasihi sesama,” dan Katarina pun keluar dari isolasi dirinya lalu memulai hidup sosial bersama keluarga dan orang-orang yang dilayani, khususnya orang sakit. Dia mulai bergaul. Secara bertahap Katarina mulai mengenal banyak orang, orang miskin dan orang sakit.
Katarina pun mulai mengabdi pada Sakramen Mahakudus, yang menjadi kekuatannya. Dia rindu akan Tuhan, dia berdevosi kepada Sakramen Mahakudus. Di saat yang sama terjadi revolusi politik dan perang di Siena. Semua kacau balau. Bahkan, ayahnya meninggal di tahun-tahun itu. Hidup mereka menjadi sulit. Revolusi membuat keluarganya yang makmur menjadi hancur.
Di luar, Katarina mulai berbicara kepada Allah dan berbicara tentang Allah kepada sesama. Doanya untuk keselamatan jiwa-jiwa. Semua tulisannya kepada raja, ratu, pengusaha dan militer adalah untuk menyelamatkan jiwa-jiwa.
Katarina penuh pengalaman mistik dengan Tuhan. Saat berusia 23, terjadi pertukaran hatinya dengan hati Kristus. “Lihat putriku yang terkasih, beberapa hari lalu aku ambil hatimu, sekarang aku beri hati-Ku sendiri kepadamu. Selanjutnya dengan hati inilah engkau menjalani hidup-Ku,” kata Yesus. Katarina menerima hati Yesus supaya lebih sabar menerima goncangan, lebih dekat dengan Tuhan, dan bisa lebih membantu yang Tuhan harapkan, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Gereja dan dunia. Itu yang dia tulis dalam dialognya dengan Tuhan. Kataria memang dikenal dengan buku “Dialog.”
Katarina berbicara dengan diri sendiri, dengan Gereja, dan dengan Tuhan tentang seluruh dunia. Dalam pengalamannya, Katarina juga minum di lambung Kristus. Hujan darah bercampur api memurnikan dirinya. Dia sudah disiapkan sejak isolasi diri. Ketika berjumpa orang lain, Sakramen Mahakudus jadi kekuatannya. Ia mulai berjumpa dengan Tuhan dan mengalami pengalaman-pengalaman mistik. Kristus pun menusukkan paku di tangannya.
Saat 25 tahun, reputasi dan pengaruh Katarina lebih kuat. Murid-muridnya datang dan menulis yang dia katakan dan ceritakan. Buku Dialog adalah dikte dari apa yang dikatakan Katarina tentang dialognya dengan Tuhan, karena Katarina baru belajar baca dalam isolasi.
Semoga isolasi kita saat ini bermakna dan akhirnya berbuat sesuatu seperti Katarina. Saat isolasi, Katarina dekat dengan Tuhan dan ketika keluar dia ke mana-mana. Ketika tahu bahwa di Siena tahun 1374 ada wabah penyakit, Katarina pulang untuk melayani orang sakit. Wabah itu membunuh sepertiga penduduk Eropa saat itu. Ketika tahu ada tahanan dihukum mati, dia juga balik ke Siena dan mengunjungi, membantu dan menemaninya.
Bertemu Tuhan dan devosi kepada Sakramen Mahakudus memberi kekuatan untuk melangkah. Sejak usia 25 tahun, tubuh Katarina sudah tidak menerima makanan kecuali hosti. Selama delapan tahun dia hanya bisa makan hosti kudus, sebuah mati raga luar biasa dan tak bisa kita pikirkan. Di usia 33 tahun dia dipanggil Tuhan.
Tubuh Tuhan tidak hanya roti biasa tapi Roti Hidup untuk kehidupan kekal, sahabat yang membebaskan kita dari rasa takut dan sakit. Saat ini, kita tak bisa menerima Tubuh Tuhan yang kira rindukan tiap hari. Berapa besar rasa lapar, haus dan rindu kita akan Allah?
Janganlah kita berpikir bahwa Tuhan tidak peduli pada penderitaan kita atau bahwa Tuhan tidak ada. Ya, sekarang rindu, apakah setelah keadaan kembali normal kita masih rindu? Percayalah, kasih Allah yang lembut ada dalam diri kita. Tuhan selalu memuaskan rasa haus dan lapar kita. Dalam suasana ini, Allah yang tak kelihatan bisa kita sambut secara rohani. Apakah kita punya kerinduan yang sama meskipun dalam keadaan seperti ini.
Santa Katarina dari Siena telah memberi teladan tentang “haus, lapar, rindu” akan Tuhan. Maka, dia bisa mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan lalu menyerahkan total jiwa dan raganya kepada Tuhan. Dia yakin, Yesus yang menuntun dia dalam perjalanan.
“Barang siapa datang kepada-Ku, ia tak akan Kubuang” (Yoh 6:37). Maka, dalam keadaan apapun ikutilah selalu perayaan Ekaristi setiap hari, atau setiap hari Minggu. Walaupun hanya menerima Komuni Rohani, saat ini, harapan tetap terus hadir, terus hidup, karena dulu kita sudah pernah menerimanya, lewat sakramen-sakramen tinggal kita hidupkan lagi.
Kita sudah menerima berbagai sakramen, khususnya Sakramen Baptis dan Sakramen Ekaristi. Maka, tunjukkan itu selalu. Tuhan tidak hilang dari diri kita. Kita harus terus menghidupkan-Nya. Auto imun bisa terus dihidupkan karena makanan dan minuman, serta vitamin yang kita terima sehari-hari. Demikian juga, auto imun rohani yang kita dapatkan lewat sakramen-sakramen seharusnya tetap selalu kita hidupkan.
(Homili Misa online pada Pesta Santa Katarina, 2 April 2020)