Home RENUNGAN Domba: Walau lemah dan tidak berdaya, Tuhan tetap setia kepada kita

Domba: Walau lemah dan tidak berdaya, Tuhan tetap setia kepada kita

0

Domba

(Renungan berdasarkan Bacaan Injil Minggu Paskah keempat [A], 3 Mei 2020: Yohanes 10: 1-10)

Hari ini adalah hari Minggu Paskah keempat dan secara tradisional juga disebut sebagai Minggu Gembala yang Baik. Bacaan Injil berbicara tentang Yesus yang memperkenalkan diri-Nya sebagai pintu gerbang domba dan juga Gembala yang Baik. Mazmur tanggapan diambil dari mazmur 23 yang menyatakan bahwa “Tuhanlah gembalaku.” Santo Petrus dalam Suratnya mengatakan bahwa kita adalah domba-Nya yang hilang, tetapi sekarang telah kembali kepada Yesus sang Gembala [lih. 1 Pet 2:25].

Injil Yohanes tidak memiliki perumpamaan seperti ketiga Injil lainnya, tetapi Yohanes memiliki hal lain. Injil ini memberi kita tujuh pernyataan “AKU ADALAH”. “Aku adalah roti kehidupan” (Yoh 6:35, 41, 48, 51); “Aku adalah terang dunia” (Yoh 8:12); “Aku adalah pintu domba” (Yoh 10: 7,9); “Aku adalah kebangkitan dan hidup.” (Yoh 11:25); “Aku adalah gembala yang baik.” (Yoh 10:11, 14); “Aku adalah jalan, kebenaran, dan kehidupan” (Yoh 14: 6); “Aku pohon anggur yang benar” (Yoh 15: 1, 5). Pernyataan-pernyataan ini mengungkapkan cara-cara istimewa Yesus berhubungan dengan kita para murid-Nya. Jika Yesus adalah roti kehidupan, kita tidak dapat hidup tanpa memakan Dia. Jika Dia adalah terang, kita tidak dapat melihat dan menemukan jalan pulang.

Ketika Yesus menyatakan bahwa Dia adalah pintu domba dan gembala yang baik, ini mengasumsikan bahwa Yesus memperlakukan kita sebagai domba-Nya. Pertanyaannya adalah mengapa domba? Mengapa tidak binatang yang lebih lucu seperti kucing Persia atau Shih Tzu? Mengapa bukan sesuatu yang bermanfaat seperti anjing German shepherd atau kuda? Ok, domba bisa bermanfaat juga sebagai hewan ternak. Daging domba adalah salah satu daging terbaik, dan wolnya bisa menjadi kain mahal. Tetapi, apakah Yesus menganggap kita sebagai domba karena keimutan atau kegunaan kita?

Bersama dengan kambing, domba adalah salah satu hewan paling awal yang telah didomestikasi. Manusia telah memelihara domba sejak sepuluh ribu tahun. Di Palestina pada zaman Yesus, domba adalah hewan yang sangat umum, dan meskipun bekerja sebagai tukang kayu, tidak sulit bagi Yesus untuk mengamati kehidupan gembala dan kawanan ternaknya. Apa yang membuat domba berbeda dari kambing adalah bahwa domba tidak memiliki mekanisme pertahanan diri. Kambing di sisi lain dilengkapi dengan tanduk yang keras dan bisa menjadi agresif ketika diserang. Domba pada dasarnya tidak berdaya dan karena itu, mereka sangat bergantung pada gembala untuk melindungi mereka.

Kita mungkin menolak gagasan bahwa kita tidak berdaya seperti domba. Bagaimanapun, manusia berada di puncak kerajaan hewan karena kecerdasan dan kecakapan fisik kita. Memang, ini benar, jika kita hanya membatasi diri pada aspek biologis atau alami dari kemanusiaan kita. Namun, jika kita mempertimbangkan kehidupan rohani kita, kita tidak lebih baik dari domba. Tanpa perlindungan Tuhan dan para malaikat-Nya, kita hanya menjadi bulan-bulanan roh jahat. Tanpa hukum dan petunjuk Tuhan, kita hanya membahayakan diri kita sendiri. Lebih penting lagi, tanpa Tuhan, kita tidak bisa diselamatkan.

Meminjam kata-kata Uskup Robert Barron, Kekristenan adalah agama keselamatan, dan bukan “self-help religion”. Betapa pun baiknya kita, kita tidak dapat mencapai surga tanpa rahmat Tuhan. Tindakan kita hanya bermakna sejauh itu dibantu oleh kasih Tuhan. Gambaran domba membawa kita pada kesadaran tentang siapa kita. Kita bukan apa-apa tanpa Tuhan, namun walaupun kita lemah secara rohani dan tidak berdaya, Tuhan tetap setia kepada kita dan akan memimpin padang rumput hijau karena Dia adalah Gembala Baik kita.

Pastor Valentinus Bayuhadi Ruseno OP

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version