Pada hari Minggu Palma, para imam dapat berkeliling di jalan-jalan untuk memberkati palma yang dibawa oleh umat beriman yang menunggu di rumah mereka, kata Konferensi Para Uskup Katolik Filipina (CBCP) dalam pedoman tentang perayaan Pekan Suci dalam pandemi virus corona.
Dalam pedoman dalam edaran yang diterbitkan 13 Maret 2020 untuk para uskup dan imam itu, CBCP menyatakan bahwa umat beriman yang akan mengikuti perayaan online atau di TV bisa memegang ranting-ranting palma mereka saat imam lewat dan membacakan doa pemberkatan palma.
“Dalam hal ini, yang mengikuti perayaan di TV, tidak perlu Air Suci untuk memberkati ranting-ranting palma,” kata CBCP. Setelah Misa, CBCP merekomendasikan agar para imam berkeliling di jalan-jalan paroki untuk memberkati palma umat beriman yang menunggu di depan rumah, “tanpa menggunakan air suci.” CBCP memperingatkan bahwa berkat dengan air suci “bisa menyebabkan keributan.”
“Imam membuat tanda salib saat melewati jalan-jalan,” tulis surat edaran itu, “Lektor membacakan Kisah Sengsara di sepanjang jalan.” CBCP juga menyarankan kepada paroki untuk menggunakan pengeras suara agar umat menyadari bahwa pastor lewat. “Semua ini harus dilakukan hanya dengan dua hingga tiga pelayan untuk menemani para imam. Ini untuk menghindari berkumpulnya orang,” saran CBCP.
Minggu Palma tahun ini jatuh tanggal 5 April, peringatan masuknya Yesus Kristus yang rendah hati dan penuh kemenangan ke Yerusalem, hanya untuk kemudian disalibkan oleh orang-orang yang menyambutnya. Tradisi populer ini termasuk prosesi dengan ranting-ranting palma dan pemberkatan palma.
Beberapa uskup seluruh Filipina telah menangguhkan Misa publik dan kegiatan keagamaan lainnya. “Jarak sosial” tegas Ketua CBCP Uskup Agung Romulo Valles, adalah “keharusan” dalam masa pandemi saat ini demi membendung penularan virus.
Uskup agung itu mengatakan, pedoman CBCP bertujuan “untuk menjaga keseimbangan” Pekan Suci dan tuntutan langkah-langkah untuk mencegah penyebaran penyakit.
Surat edaran itu juga memberi pedoman untuk perayaan Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Suci dan Paskah yang semuanya akan disederhanakan karena tidak ada peranserta umat atau paduan suara dan pelayan lainnya. Para imam yang merayakan perayaan-perayaan itu juga diminta menjaga jarak sosial, kebersihan dan sanitasi. Umat sendiri akan mengikuti perayaan-perayaan itu melalui internet, TV atau radio.
Karena itu, pembasuhan kaki bisa dihilangkan atau disederhanakan dengan jumlah orang lebih sedikit. Sesudah Misa Perjamuan Kudus “imam dengan dua atau tiga pelayan saja, akan membawa Sakramen Mahakudus dalam Sibori dengan mengendarai kendaraan pick up dan pergi ke semua jalan di dalam paroki.” Umat dengan lilin bernyala menanti depan rumah. Dalam prosesi, seorang bisa berulang kali membaca kisah Perjamuan Terakhir.
Setelah Peringatan Sengsara Tuhan, tanpa umat beriman, imam dengan stola merah akan juga membawa salib dengan kendaraan terbuka ke semua jalan di paroki. Umat dengan lilin bernyala menunggu depan rumah untuk memuliakan Salib dengan berlutut.
Bacaan serta pelayan, termasuk paduan suara, di Sabtu Suci juga akan dikurangi. Setelah perayaan Malam Paskah, imam akan naik pick up membawa Sakramen Mahakudus dalam monstran, berkeliling paroki. Umat paroki dengan lilin bernyala bisa menempatkan patung Bunda Maria di pintu atau jendela ke rumah mereka. Ini menjadi Pesta Salubong paroki tahun ini. Salubong (bahasa Tagalog) berarti “menyambut” atau “bertemu,” pesta tahunan berdasarkan cerita Injil tentang pertemuan Maria dengan Yesus yang bangkit.(PEN@ Katolik/paul c pati berdasarkan CBCPNews)