(Renungan berdasarkan Bacaan Injil Minggu Ketiga pada Masa Biasa [A], 26 Januari 2020: Matius 4: 12-17)
Setelah penangkapan Yohanes Pembaptis, Yesus memulai pelayanan publik-Nya. Yesus meninggalkan Nazaret, kampung halamannya, dan pindah ke kota yang lebih ramai dan lebih besar, Kapernaum. Sebenarnya, Yesus melakukan urbanisasi. Langkah strategis Yesus ini tentu saja untuk mendukung misi-Nya. Dengan populasi yang padat dan dengan akses yang lebih baik ke kota-kota lain, Yesus dapat melayani lebih banyak orang dengan cara yang lebih efisien.
Namun, pergerakan Yesus dari Nazaret ke Kapernaum bukan hanya tentang strategi marketing. Yesus menggenapi nubuat Yesaya. “Tanah Zebulon dan negeri Naphtali … orang-orang yang duduk dalam kegelapan telah melihat cahaya yang besar …” Banyak dari kita tidak tahu apa itu Zebulon dan Naphtali, dan kita cenderung melewati ayat-ayat ini. Namun, untuk orang Yahudi abad pertama, nubuat ini sangat penting karena Allah akan mengumpulkan dua belas suku Israel yang hilang dan membangun kembali Kerajaan Israel.
Mari kita lihat kembali Perjanjian Lama. Dalam 2 Samuel 7, Tuhan berjanji bahwa takhta Daud akan bertahan selamanya, namun setelah masa pemerintahan Salomon, putra Daud, dalam kerajaan Daud terjadi perang saudara dan terpecah menjadi dua. Setelah beberapa ratus tahun, kedua kerajaan ini, satu per satu, dihancurkan oleh musuh. Kedua belas suku Israel itu tersebar di antara bangsa-bangsa lain. Di antara suku-suku Israel, hanya Yehuda dan Benyamin yang dapat kembali ke tanah Israel, sementara sisanya hilang. Orang-orang Yahudi pada zaman Yesus tahu betul bahwa salah satu misi Mesias yang dinantikan adalah memulihkan Kerajaan dan mengumpulkan suku-suku Yehuda yang hilang.
Yesus, sang Mesias, memang datang untuk memenuhi harapan ini, dan tidak heran jika hal pertama yang Dia lakukan adalah memberitakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Kerajaan ini disebut sebagai Kerajaan Allah karena Kerajaan ini dijanjikan oleh Allah, dibangun oleh Allah, dan diperintah oleh Allah. Ini adalah kerajaan Daud yang dipulihkan, dan jauh lebih besar dari kerajaan Daud yang pertama.
Namun, ada perbedaan mendasar antara kerajaan Daud dan Yesus. Kerajaan Daud didirikan untuk memerangi musuh-musuh Israel. Kerajaannya dipenuhi bangsawan, jenderal, dan tentara. Kerajaan yang diwarnai oleh persaingan politik, perebutan kekuasaan, dan pengkhianatan. Akhirnya, tidak ada bedanya dengan kerajaan lain di dunia. Sama seperti serial TV “Game of Thrones”. Dan seperti kerajaan duniawi lainnya, kerajaan Daud pasti akan hancur juga.
Kerajaan Allah pada dasarnya pergi ke arah yang berlawanan. Itu adalah Kerajaan yang dibangun di atas iman kepada Allah, pelayanan dan kasih bagi orang lain, bahkan sampai pada titik pengorbanan. Ketika kita dibaptiskan, kita menjadi anggota Kerajaan ini, dan pada kenyataannya, kita diubah menjadi anak-anak Allah, memanggil Dia sebagai Bapa kita. Namun, meskipun pewaris Kerajaan, kita bukan pangeran, raja atau jenderal. Kita adalah pelayan bagi sesama. Semakin tinggi posisi kita di Kerajaan, semakin banyak kasih dan pelayanan yang akan kita berikan. Itulah sebabnya para romo tidak memiliki istri, karena mereka sibuk melayani orang-orang! Tidak heran Santo Yohanes dari Salib akan berkata, “di masa senja kehidupan, Tuhan tidak akan menghakimi kita atas dasar harta duniawi dan keberhasilan manusia, tetapi lebih pada seberapa besar kita telah mengasihi.”
Pastor Valentinus Bayuhadi Ruseno OP