Kita harus berhati-hati terhadap kecemburuan dan dengki yang membuat kita “salah menilai” orang lain. Paus Fransiskus memulai homili dalam Misa di Casa Santa Marta, 24 Januari 2020, dengan menjelaskan bahwa kedua kata itu adalah “benih perang”. Pesan Paus itu berasal dari bacaan 1Sam. 18:6-9; 19:1-7 yang menggambarkan bagaimana kecemburuan Raja Saul terhadap Daud memudar.
Kecemburuan dan dengki, kata Paus, mengarah pada percakapan internal dengan diri sendiri yang membunuh orang lain. Kenyataannya, kata Paus, kalau kita memikirkannya, “tidak ada konsistensi.”
Mengacu pada bacaan itu, Paus melihat kecemburuan sang raja berasal dari fakta bahwa meskipun ia telah membunuh sepuluh ribu musuh, dan Daud ‘hanya’ seribu, para perempuan muda menyanyi berbalas-balasan tentang kemenangan Daud. Di situlah, kata Paus, “resah kecemburuan” dimulai. Akibatnya, raja berangkat dengan pasukannya untuk membunuh Daud.
“Kecemburuan adalah penjahat,” kata Paus, mereka “selalu berusaha membunuh.” Dan bagi yang mengatakan “ya, saya cemburu … tapi saya bukan pembunuh,” jawab Paus, belum. “Tetapi kalau engkau melanjutkannya, akhirnya bisa jelek.” Karena, kenang Paus, mudah untuk membunuh, bahkan “dengan lidahmu, dengan fitnah.”
Orang yang cemburu, kata Paus, “tidak mampu melihat kenyataan,” dan hanya “fakta yang sangat kuat” yang bisa membuka mata mereka. Jadi dalam pikiran Saul, “kecemburuan membuatnya percaya bahwa Daud adalah pembunuh, musuh.”
Ketika seseorang yang cemburu akhirnya berjumpa dengan “fakta” itu, kenyataan itu, kata Paus, “itulah rahmat Allah.” Kalau itu terjadi, “kecemburuan meledak seperti gelembung sabun,” karena kecemburuan dan dengki tidak memiliki “konsistensi”.
Kecemburuan, jelas Paus, lahir dari percakapan dengan diri sendiri, salah mengartikan sesuatu dengan cara yang menghalangi kita “melihat kenyataan.” Kalau Tuhan memberi kita rahmat untuk melihat kenyataan situasi, Dia mengajak kita melihat diri kita sendiri, kata Paus. Kita harus “melindungi hati kita dari penyakit ini, dari percakapan dengan diri sendiri ini.”
Paus menegaskan, kita harus “hati-hati” dengan “cacing” yang memasuki diri kita masing-masing. “Kalau kita merasakan ketidaksukaan terhadap seseorang, kita harus bertanya pada diri sendiri mengapa,” lanjut Paus yang kemudian berdoa kepada Tuhan agar kita memiliki rahmat memiliki hati yang transparan, yang ramah, yang “hanya mencari keadilan” dan kedamaian.(PEN@ Katolik/pcp berdasarkan laporan Francesca Merlo/Vatican News)
Masukan mohon pengertianya utk tidak mengunggah foto paus dan biarawan,biarawati di medsos sangat tidak sopan,mereka adalah ikon Rohani bukan ikon mrdsos, utk menjaga martabat para rohaniwan dan rohaniwati, tkd
karena saya lihat di medsos komentar orang yg tidak sepaham dgn kita sangat tidak etis, maaf sebelumnya, tks