Home KEGEREJAAN Mgr Mandagi: Orang Papua Selatan telah meresapi arti Natal, kasih kalahkan kebencian

Mgr Mandagi: Orang Papua Selatan telah meresapi arti Natal, kasih kalahkan kebencian

0
Mgr Mandagi memberikan konferensi pers (PEN@ Katolik/ym)
Mgr Mandagi memberikan konferensi pers (PEN@ Katolik/ym)

Orang Papua Selatan telah meresapi dalam hati arti Natal yaitu kasih mengalahkan kebencian, kelembutan mengalahkan kekerasan, pengampunan mengalahkan balas dendam, penegakan hukum mengalahkan peradilan jalanan. Berkaitan dengan Pesan Natal PGI dan KWI 2019, saya menghimbau, marilah kita selalu menyelesaikan masalah dalam hidup bukan dengan kekerasan, bukan dengan angkat parang dan senjata, bukan dengan mengadakan penghancuran.

Administrator Apostolik Keuskupan Agung Merauke Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC mengatakan hal itu dalam konferensi pers di Wisma Keuskupan Agung Merauke, 1 Januari 2010 usai Open House bersama para pejabat daerah, Muspida serta umat Katolik.

Wakapolda Papua, Brigjen Polisi Yakobus Marjuki, Danrem 174/ATW Brigjen TNI R Agus Abdurrauf, Danlantamal XI Brigjen TNI Mar Lukman, Danlanud JA Dimara Merauke Kolonel PNB Deni H Simanjuntak dan Sekda Merauke Daniel Pauta menemani Mgr Mandagi dalam konferensi pers. Bupati Merauke Frederikus Gebze datang sesudah acara itu. Sedangkan Dandim 1707/Mrk Letnan Kolonel Inf Eka Ganta Chandra dan Kapolres Merauke AKBP Agustinus Ary Purwanto hadir dalam open house.

Mgr Mandagi minta kepada aparat keamanan, polisi dan tentara agar menghadapi “orang Papua dengan cinta, penghargaan dan dialog, yang memang butuh kesabaran dan waktu lama, bukan dengan tindak kekerasan main pukul, angkat senjata dan sebagainya.”

Dalam konferensi pers, Mgr Mandagi berbicara tentang arti Natal bagi masyarakat Papua Selatan, Natal sebagai momen perubahan, pemilihan bupati, pembentukan Provinsi Papua Selatan, pemerintahan yang bersih, dan lingkungan hidup.

Menurut Mgr Mandagi, Natal 2019 sangat berarti bagi masyarakat Papua Selatan. Natal atau “pesta kelahiran Yesus sebagai anak kecil di kandang Betlehem,” menegakkan sikap masyarakat Papua Selatan. Kelembutan yang ditunjukkan oleh kelahiran Yesus menjadi sikap masyarakat Papua Selatan dalam menghadapi kekerasan yang sering terjadi di Papua.

“Belum lama ini masyarakat Papua pantas marah ketika martabat mereka dilecehkan beberapa orang. Orang Papua sebagai manusia, citra Allah, bukanlah binatang. Menghadapi pelecehan ini, memang orang Papua marah, namun yang luar biasa ialah orang Papua Selatan memilih tidak membalas dendam, tidak melakukan kekerasan dengan pembakaran gedung atau sarana umum. Orang Papua Selatan hanya demo damai menuntut penegakan hukum bagi oknum yang bersalah,” kata uskup.

Mgr Mandagi melihat Natal sebagai momen perubahan, yang mengajak manusia berdosa untuk “berubah”, menunjukkan kasih Allah begitu besar bagi manusia yakni Allah menjadi manusia, tinggal di antara manusia, mengalahkan kejahatan, dosa dan maut supaya manusia bahagia. “Kasih Allah ini harus dibalas oleh kita manusia dengan perubahan, dengan pertobatan,” tegas Uskup Amboina.

“Ilmuwan Amerika Serikat Benjamin Franklin mengatakan, perubahan memang sulit, namun tak berubah itu fatal,” kata Mgr Mandagi seraya meminta Orang Papua Selatan untuk berubah, menjadi lebih pandai, lebih sehat, lebih bersih, lebih tertib, lebih sejahtera secara lahir dan batin.

Untuk berubah, uskup menegaskan pentingnya pendidikan di rumah, sekolah, universitas, dan masyarakat. “Kebodohan adalah sumber kehancuran. Kebodohan membuat masa depan manusia susah. Hendaklah pemerintah dan lembaga agama memperhatikan pendidikan yang baik dan bermutu,” kata uskup.

Tahun 2020 akan berlangsung pemilihan bupati di Kabupaten Merauke dan Boven Digoel. Maka, uskup menghimbau agar pemilihan berjalan damai tanpa kekerasan dan perpecahan, serta lancar tanpa politik uang dan suap-menyuap.

“Hendaklah para calon dan pendukung saling menghargai, menghormati, dan bersaing sehat. Janganlah memakai isu agama dan etnis serta menyebarkan hoax. Yang kalah hendaknya mengakui kekalahan, yang menang janganlah sombong, tapi menghormati dan merangkul yang kalah. Damai dan kerukunan harus diutamakan supaya pembangunan berlangsung terus,” kata uskup seraya meminta KPU, Bawaslu, dan aparat keamanan untuk berlaku adil, tidak memihak, dan berpegang erat pada aturan Pemilu.

Mgr Mandagi ajak seluruh elemen mendukung terbentuknya Provinsi Papua Selatan, yang harus dilihat dalam cahaya keadilan terhadap masyarakat Papua Selatan. “Kehadiran Provinsi Papua dan Papua Barat membuat Utara dan Barat berkembang pesat di bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Bagaimana dengan Papua Selatan? Kita biarkan diri tertinggal? Tidak. Hendaklah demi keadilan bagi seluruh bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Papua Selatan, kita mendukung total rencana Pemerintah Pusat membentuk Provinsi Papua Selatan tahun 2020,” kata uskup.

Administrator Apostolik juga berharap agar pejabat pemerintah menjalankan pemerintahan bersih, tidak memakan uang rakyat demi kepentingan pribadi, keluarga, suku dan sebagainya. “Korupsi adalah cara setan menghancurkan kemanusiaan,” kata uskup seraya meminta pejabat pemerintahan hidup disiplin dan bertanggung jawab serta jangan malas kerja dan buang waktu dengan mengobrol.

“Datanglah ke tempat kerja pada waktunya dan pulanglah sesuai aturan kerja. Para pejabat janganlah berfoya-foya dengan uang rakyat. Para pejabat pemerintahan janganlah lebih banyak tinggal di luar Merauke, misalnya di Jayapura, di Jakarta, di Manado, demi hidup enak di tempat-tempat hiburan,” pinta uskup asal Minahasa itu. Uskup juga meminta agar tempat karaoke di Merauke tidak diisi dengan pejabat pemerintahan atau aparat yang menghamburkan uang dengan minum sampai mabuk ditemani wanita penghibur.

Mgr Mandagi juga ingin agar lingkungan hidup dijaga dengan baik. “Bumi Papua Selatan adalah Rumah Kita, karena itu janganlah dirusakkan hanya karena kerakusan akan uang oleh segelintir manusia, misalnya pejabat pemerintah, pengusaha dan aparat keamanan.”

Uskup meminta agar hutan terus dijaga, sebab kerusakan hutan menyebabkan banjir, kekeringan, udara panas, dan kesulitan air bersih, dan agar tanah tidak dijual. “Tanah adalah jati diri atau identitas kita. Boleh sewakan tanah untuk jangka waktu tertentu, misalnya untuk perkebunan yang berguna seperti sawah, bukan untuk perkebunan besar-besaran yang merusak tanah seperti kelapa sawit.” Mgr Mandagi juga minta agar laut dan kali tetap bersih tanpa sampah “yang kita buang” agar ikan bisa hidup. “Betapa menyedihkan kalau sampai orang Papua Selatan mengalami kekurangan ikan.” (PEN@ Katolik/Yakobus Maturbongs)

Mgr Mandagi bersama pejabat pemerintahan dan aparat keamanan (PEN@ Katolik/ym)
Open House bersama Mgr Mandagi (PEN@ Katolik/ym)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version