Gereja adalah perkumpulan orang Kristiani yang diwarnai pengorbanan. Banyak orang kaya, tapi tidak mau berkorban, padahal kita tidak pernah akan menjadi miskin jika kita memberi kepada orang lain, sebaliknya orang menjadi kaya karena memberi, memberi, memberi, berbagi, dan berkorban.
Uskup Amboina Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC berbicara dalam homili Misa pentahbisan Gereja Santo Nikolaus yang terletak di kompleks Persekolahan SMU Lokon Kakaskasen, Tomohon, Sulawesi Utara, pada Pesta Santo Nikolas (Nikolaus) dari Myra, 6 Desember 2019. Dengan adanya gereja itu, kata Mgr Mandagi, anak-anak di sekolah itu “tidak akan lagi merayakan Ekaristi di sport centre.”
Administrator Apostolik Keuskupan Agung Merauke itu berterima kasih kepada Keluarga Ronald Korompis-(Merry) Wewengkang, “yang mau berkorban dan tidak hanya ingat diri sendiri” dengan membangun SMU Lokon Santo Nikolaus yang diresmikan tahun 2006 dan kini melengkapi sekolah berasrama itu dengan Gereja Santo Nikolaus. “Gereja sakit kalau Gereja sibuk dengan diri sendiri,” tegas Mgr Mandagi mengutip Paus Fransiskus tentang penyakit indiference to others (cuek bebek).
Pentahbisan gereja di kaki gunung Lokon yang masih aktif itu dilaksanakan oleh Uskup Manado Mgr Rolly Untu MSC, didampingi oleh Mgr Mandagi, Uskup Emeritus Manado Mgr Jos Suwatan MSC, Uskup Agung Makassar Mgr John Liku Ada, Uskup Agung Kupang Mgr Petrus Turang, Uskup Agung Pontianak Mgr Agustinus Agus, Uskup Banjarmasin Mgr Petrus Boddeng Timang, Uskup Bandung Mgr Anton Subianto Bunjamin OSC dan sejumlah imam lain.
Mgr Mandagi mengingatkan, ketika Paus Yohanes Paulus II diangkat menjadi Paus dan melangkah ke balkon tahun 1978, dia berkata, “Bukalah gerbang-gerbang bagi Kristus, dasar kehidupan Gereja.” Dan, Gereja Nikolaus yang ditahbiskan itu, “mau mengingatkan bahwa dasar kehidupan Gereja adalah Kristus, maka kembalilah kepada Kristus,” tegas Mgr Mandagi seraya mengingat moto Uskup Emeritus Manado Almarhum Mgr Nicolas Verhoeven MSC, yang juga dia gunakan sekarang, yakni Nil Nisi Christum yang berarti tidak ada yang lain selain Kristus atau cuma Kristus.
Gedung gereja ini, lanjut Mgr Mandagi, melambangkan keinginan untuk terciptanya Gereja yang sejati atau gereja yang benar, “yakni perkumpulan umat Kristiani yang diwarnai persaudaraan dan cinta, kelemahlembutan, kemurahan hati, seperti ditunjukkan oleh Santo Nikolaus.” Sayang sekali, lanjut uskup, “tidak jarang kita benar-benar datang ke gereja, tapi diwarnai dengan kekerasan dan perpecahan.” Itu bukan Gereja, tegas uskup, “bukan Gereja yang kudus!”
Gedung gereja ini, menurut Mgr Mandagi, menunjukkan bahwa kita membutuhkan Gereja sejati “yang diwarnai perayaan-perayaan liturgi, devosi dan adorasi.” Liturgi, lanjut uskup, mewarnai gereja yang sejati dengan “menyembah Tuhan, memuji Tuhan.” Banyak orang sekarang, lanjut uskup, mulai melupakan Tuhan. “Waktu miskin ingat Tuhan, belum berkuasa ingat Tuhan, tetapi ketika kaya dan berkuasa, atau menjadi pejabat, membawa persembahan di gereja, nanti dulu, malu,” kata uskup.
Gedung gereja ini, tegas Mgr Mandagi, mau menunjukkan bahwa persatuan umat Kristiani harus diwarnai kesaksian hidup. Menurut Paus Fransiskus, gereja itu bukan museum tetapi sumber hidup. “Kita semua, uskup, imam, religius, awam dan orang muda dipanggil untuk memberi kesaksian tentang Yesus. Paus sendiri mengatakan kepada orang muda, ‘buatlah kebisingan di dunia, tetapi berdasarkan tiga hal: kebaikan, keindahan dan kekudusan.’ Orang muda dan awam harus menjadi saksi di masa saja berada. Bersaksilah tentang nilai-nilai Injil, terutama kejujuran,” kata Mgr Mandagi. (PEN@ Katolik/paul c pati)