Paus Fransiskus bertemu dengan para pemimpin agama Kristen dan pemimpin agama-agama lain di Universitas Chulalongkorn di Bangkok, untuk mengatakan kepada mereka bahwa kerja sama dan saling menghormati lebih dibutuhkan saat ini di dunia yang penuh tantangan kompleks.
Tahun 1897, tulis Lydia O’Kane dari Vatican News, Raja Thailand Chulalongkorn (Rama V) Thailand mengunjungi Roma dan bertemu dengan Paus Leo XIII, peristiwa pertama seorang Kepala Negara yang bukan Kristen diterima di Vatikan.
Visi Raja Chulalongkorn, menurut rektor universitas itu, adalah “memberikan pendidikan lebih tinggi bagi para mahasiswa dari semua lapisan masyarakat tanpa memandang jenis kelamin, status sosial, latar belakang etnis atau ekonomi, atau keyakinan agama mereka,” dan dengan dasar pemikiran itu universitas yang menyandang namanya didirikan tahun 1917.
Berbicara kepada para Pemimpin Kristen dan Pemimpin Agama-Agama Lain di Universitas Chulalongkorn hari Jumat, 22 November 2019, Paus Fransiskus mengatakan, perjumpaan yang signifikan antara raja itu dan Paus Leo menantang kita, di zaman kita sekarang, “untuk mengupayakan jalan dialog dan saling pengertian.”
Kita perlu melakukannya, lanjut Paus, “dalam semangat solidaritas persaudaraan yang dapat membantu mengakhiri banyak bentuk perbudakan saat ini, terutama momok perdagangan manusia.” Dalam dunia saat ini yang menghadapi tantangan kompleks “seperti globalisasi ekonomi dan keuangan serta terus berlangsungnya konflik sipil yang mengakibatkan pergerakan migrasi, pengungsi, kelaparan dan perang,” lanjut Paus, lebih diperlukan saling menghormati, penghargaan dan kerja sama antaragama.
Tantangan-tantangan ini, tegas Paus, “mengingatkan kita bahwa tidak ada wilayah atau sektor keluarga manusia yang bisa melihat dirinya sendiri atau masa depannya kalau terpisah dari atau terlepas dari orang lain.” Sekarang, lanjut Paus, “adalah waktu yang tepat menjadi berani dan membayangkan logika perjumpaan dan dialog timbal balik sebagai langkah, kerja sama bersama sebagai kode perilaku, dan pengetahuan timbal balik sebagai metode dan standar.”
Paus mengatakan, “kita semua dipanggil tidak hanya untuk mengindahkan suara orang miskin di tengah-tengah kita: yang kehilangan hak, yang tertindas, masyarakat adat dan kelompok minoritas agama, tetapi juga tidak takut menciptakan peluang,” sembari menghormati hak nurani dan kebebasan beragama.
Dalam sambutannya, Paus secara khusus mencatat “penghargaan dan kepedulian yang diberikan kepada para lansia di Thailand. Paus mengatakan, “ini memastikan bahwa kalian melestarikan akar yang diperlukan agar masyarakat kalian tidak kehilangan arah dengan mengikuti slogan-slogan tertentu yang akhirnya mengosongkan dan menggadaikan jiwa generasi baru.”
Paus berharap orang muda terus dibantu untuk menemukan warisan budaya masyarakat tempat mereka tinggal dan kekayaan masa lalunya.
Seluruh pendekatan ini, Paus menggarisbawahi, “menuntut keterlibatan lembaga-lembaga pendidikan seperti universitas ini.” Penelitian dan pengetahuan, kata Paus, “bisa membantu membuka langkah baru untuk mengurangi ketidaksetaraan manusia, memperkuat keadilan sosial, menegakkan martabat manusia, mencari sarana penyelesaian konflik yang damai, dan melestarikan sumber daya bumi kita yang memberi hidup.”(PEN@ Katolik/paul c pati berdasarkan Vatican News)
Artikel Terkait:
Misa Paus di Thailand: Umat diminta menjadi murid murid misionaris
Paus kirim pesan video ke Thailand dan Jepang sebelum kunjungannya
Kata-kata pertama Paus di Bangkok adalah meminta OMK berbuat sesuatu dan bekerja keras
Paus di Thailand: Umat Katolik dan Budha bisa hidup sebagai tetangga yang baik