“Sentimen anti-imigran, anti-pengungsi, dan anti-Semit yang diserukan secara terbuka dalam masyarakat kita beberapa tahun terakhir memicu kebencian dalam komunitas kita.” Deklarasi mengkhawatirkan itu dikeluarkan oleh tiga uskup AS hari Kamis, 8 Agustus 2019.
Uskup Austin Mgr Joe Vásquez, Uskup Venesia Mgr Frank Dewane, dan Uskup Houma-Thibodaux Mgr Shelton Fabre mengepalai komisi-komisi dalam Konferensi Waligereja Amerika Serikat (USCCB).
Para uskup itu mendesak dalam pernyataan mereka agar warga Amerika “berhenti menggunakan bahasa yang penuh kebencian yang merendahkan dan memecah belah kita serta memotivasi sebagian orang untuk melakukan kekerasan mengerikan seperti itu.”
Para uskup mengingat sejumlah besar kekerasan bersenjata pekan lalu di berbagai bagian negara itu.
Di Texas, 22 orang tewas hari Sabtu dalam penembakan massal di El Paso. Pelaku memposting deklarasi online yang mengatakan tindakan-tindakannya merupakan jawaban atas “invasi Hispanik ke Texas.”
Tiga uskup AS itu juga menyebut penembakan tahun 2018 di Tree of Life Synagogue (Sinagoga Pohon Kehidupan) di Pittsburgh. Di sana, seorang anti-Semit membunuh 11 orang.
Insiden terkait lainnya adalah penembakan yang dilakukan oleh Charleston, tahun 2015, terhadap Gereja Emanuel AME, gereja tertua dan terbesar bagi warga kulit hitam di daerah itu. Di sana, warga pendukung kelompok kulit putih itu menewaskan sembilan orang saat sedang belajar Alkitab.
Mgr Vásquez, Mgr Dewane, dan Mgr Fabre mengungkapkan keprihatinan mendalam atas rasisme yang memotivasi serangan-serangan mematikan ini.
Mereka juga meminta pejabat terpilih untuk menyembuhkan luka yang disebabkan oleh penembakan-penembakan ini dan untuk menangani xenophobia dan kefanatikan agama yang menjadi akarnya.
Secara khusus, para uskup itu meminta para pemimpin AS untuk menahan diri dari penggunaan bahasa tidak manusiawi yang menyebabkan pemecahan manusia berdasarkan ras, etnis, agama, atau asal kebangsaan.
Akhirnya, ketiga uskup Amerika Serikat itu menyerukan kepada semua orang Amerika untuk bersatu “sebagai bangsa yang besar, beragam, dan ramah tamah.”(PEN@ Katolik/paul c pati berdasarkan Vatican News)