Terakhir kali seorang Paus merayakan Misa di Katedral Santo Joseph Bukares, Rumania, tanggal 8 Mei 1999. Tepatnya 20 tahun lalu, dan Paus itu adalah Santo Yohanes Paulus II. Dan sore hari 31 Mei 2019, Paus Fransiskus merayakan Misa pertamanya di sana dan merenungkan pesta hari itu, Pesta Santa Perawan Maria Mengunjungi Elizabeth, sepupunya. Dalam homili, Paus mengajak kita merenungkan apa yang disebutnya tiga unsur mulia: “Maria bepergian, Maria berjumpa, Maria bersukacita.”
Maria bepergian ke rumah Elizabeth. Itulah yang pertama dari banyak perjalanan Maria, dan puncaknya adalah perjalanan ke Kalvari, kata Paus. Semua perjalanan itu, lanjut Paus, memiliki satu kesamaan, “perjalanan-perjalanan itu tidak pernah mudah; perjalanan-perjalanan itu selalu membutuhkan keberanian dan kesabaran.”
Bunda Maria tahu apa artinya berjalan mendaki, lanjut Paus, “dia tahu artinya lelah berjalan dan dia bisa memegang tangan kita di saat kesulitan.” Merenungkan Maria membuat kita bisa “berpaling kepada semua wanita, ibu, dan nenek yang dengan pengorbanan, devosi, dan penyangkalan diri, dengan tenang membentuk masa kini dan mempersiapkan jalan bagi mimpi-mimpi masa depan,” kata Paus. “Pengorbanan mereka tenang, ulet, dan tanpa tanda jasa.”
Maria berjumpa dengan Elizabeth, seorang wanita muda pergi menemui orang yang lebih tua, “mencari akarnya,” kata Paus. “Di sini, yang muda dan yang tua bertemu, berangkulan dan membangunkan apa yang terbaik dalam diri masing-masing.” Paus menggambarkannya sebagai “keajaiban akibat budaya perjumpaan, di mana tidak ada yang dibuang atau dikucilkan, semua dicari, karena semua diperlukan untuk mengungkapkan wajah Tuhan.”
Budaya perjumpaan mendorong kita sebagai orang Kristen “untuk mengalami keibuan Gereja yang ajaib,” kata Paus, “karena dia mencari, melindungi dan mengumpulkan anak-anaknya. Dalam Gereja, saat ritus-ritus berbeda bertemu, saat hal terpenting bukanlah afiliasi kelompok atau etnisitas sendiri seseorang melainkan orang-orang yang bersama-sama memuji Allah, maka hal-hal besar terjadi,” lanjut Paus. “Berbahagialah orang yang percaya dan yang berani memupuk perjumpaan dan persekutuan.”
Maria bersukacita karena ia mengandung Yesus dalam rahimnya. “Tanpa sukacita, kita tetap lumpuh, budak dari ketidakbahagiaan kita,” kata Paus.
“Iman ragu kalau hanya mengapung dalam kesedihan dan keputusasaan,” kata Paus. “Kalau kita hidup dalam ketidakpercayaan, tertutup pada diri sendiri, kita bertentangan dengan iman. Bukannya menyadari bahwa kita adalah anak-anak Allah yang menerima hal-hal besar yang dilakukan-Nya, kita mengecilkan segalanya menjadi masalah kita sendiri.”
Di sinilah kita menemukan rahasia sukacita, kata Paus. “Maria, yang murah hati dan rendah hati, memulai dari kebesaran Allah dan tanpa dipengaruhi oleh persoalan-persoalannya, yang tidak sedikit. Dia dipenuhi sukacita, karena dia mempercayakan dirinya kepada Tuhan dalam segala hal. Dia mengingatkan kita bahwa Allah selalu bisa melakukan keajaiban kalau kita membuka hati kepada-Nya dan kepada saudara-saudari kita.”
“Maria bepergian, berjumpa dan bersukacita karena dia membawa sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri,” kata Paus Fransiskus: “Dialah pembawa berkat.” (PEN@ Katolik/pcp berdasarkan Vatican News)
Artikel Terkait:
Paus Fransiskus di Rumania doa Bapa Kami di Katedral Ortodoks Bucharest