(Renungan berdasarkan Bacaan Injil Minggu Keenam Paskah, 26 Mei 2019: Yohanes 14: 23-29)
“Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku… (Yoh. 14:23)”
Bentuk dasar dari kasih adalah ketaatan, dan tindakan sederhana dari kasih adalah mematuhi Hukum. Kita tidak bisa mengatakan, “Aku mencintaimu,” tetapi kita tidak melakukan apa yang seharusnya kita lakukan sebagai seorang kekasih. Hal ini sama saja dengan sebuah kebohongan yang buruk. Seorang pria bertanya kepada seorang imam apakah boleh mengatakan “I love you” kepada pacarnya, selama masa Prapaskah, terutama selama hari-hari puasa dan pantang. Imam itu segera menjawab bahwa itu adalah pelanggaran terhadap Hukum Tuhan. Jawabannya mengejutkan pemuda itu, dan dia bertanya mengapa. Pastor itu menjawab, “Itu pelanggaran karena pasti kamu bohong kepada pacarmu!”
Ketika kita mengatakan bahwa kita mencintai seseorang, tetapi kita gagal melakukan apa yang seharusnya dilakukan, kita hanya menyakiti diri sendiri dan orang yang kita cintai. Ketika seorang anak mencintai ibunya, dia akan mengikuti perintah yang datang dari ibunya meskipun dia tidak mengerti mengapa. Tetapi, kadang-kadang, seorang anak menjadi keras kepala dan menolak permintaan ibunya untuk berhenti bermain di luar karena sudah waktunya untuk belajar. Ini menyakitkan sang orang tua yang telah bekerja keras untuk membiayai pendidikan dan merindukan masa depan putra mereka yang lebih baik. Dalam jangka panjang, itu juga menyakiti anak dan masa depannya.
Sama dengan kasih kita kepada Tuhan, kita perlu melakukan setidaknya hal yang dasar yakni mematuhi Hukum-Nya. Dari Perjanjian Lama, kita memiliki sepuluh perintah Allah. Kita tidak bisa mengatakan bahwa kita mengasihi Tuhan, tetapi kita juga menaruh iman kita pada “dewa dan berhala” lainnya. Kita hanya mengakui Allah yang benar, tetapi kita juga percaya pada Horoskop, Feng Shui, dan takhayul. Kita pergi ke gereja setiap hari Minggu, tetapi di rumah-rumah kita, kita mengumpulkan semua jenis patung binatang untuk keberuntungan. Kita percaya pada Tuhan yang adil, tetapi kita mencuri uang atau barang-barang dari pemerintah atau perusahaan.
Dalam Perjanjian Baru, kita memiliki Perintah Baru: saling mengasihi seperti Yesus telah mengasihi kita. Sayangnya, apa yang kita katakan berbeda dari apa yang kita lakukan. Kita menghadiri pertemuan doa dan berteriak dengan suara lantang bahwa kita mencintai Yesus, tetapi kita masih tidak dapat mengampuni musuh-musuh kita dan masih berharap bahwa mereka celaka. Kita berdoa rosario secara teratur, tetapi kita bahkan tidak peduli dengan ibu kita yang sudah lanjut usia di rumah. Kita mengutuk pembunuhan bayi-bayi di negara lain, tetapi kita dengan mudah marah dan menjadikan istri kita sebagai objek pelampiasan amarah kita.
Ketika kita mengatakan bahwa kita mengasihi Tuhan, tetapi kita tidak mematuhi perintah-Nya, itu menyakiti hati Tuhan. Mungkin, ini lebih menyakitkan daripada orang yang tidak pernah mengatakan cinta sama sekali kepada Tuhan. Kita dapat belajar dari saudara dan saudari kita yang hidup ketika Gereja masih sangat muda. Mereka hidup di Kekaisaran Romawi, dan dengan hanya mengakui bahwa mereka adalah umat Kristiani, ini berarti hukuman mati. Sebenarnya, mereka adalah warga negara Roma yang baik dan taat hukum, kecuali satu hal: mereka menolak untuk menyembah sang Kaisar. Pemerintah Romawi percaya bahwa faktor pemersatu kekaisaran yang luas dan beragam adalah pemujaan kaisar sebagai perwujudan dari semangat Romawi. Setiap warga negara Romawi diwajibkan untuk mempersembahkan dupa dan menyatakan, “Salam, Kaisar adalah Tuhan.” Kemudian, mereka dapat menyembah dewa-dewa mereka yang lain. Umat Kristiani menolak untuk melakukan ini karena mereka sangat mengasihi Yesus sebagai Tuhan mereka, dan sebagai bukti kasih mereka, mereka siap untuk mengorbankan hidup mereka sendiri.
Sama halnya dengan kita. Tuhan sangat mengasihi kita bahwa setiap kali kita tidak mematuhi Hukum-Nya, kita menyakiti Tuhan. Jika kita tidak dapat melakukan persyaratan dasar cinta kasih, kata-kata kita kosong dan cinta kita tidak ada artinya.
Diakon Valentinus Bayuhadi Ruseno OP