(Renungan berdasarkan Bacaan Injil Minggu Paskah Keempat, 12 Mei 2019: Yoh 10: 27-30)
“Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, (Yoh 10:27)”
Ketika Yesus berkata, “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku.” Saya pikir itu agak berlebihan. Kita tahu domba-domba adalah hewan yang tidak secerdas anjing Golden Retriever atau Labrador yang bisa mendengarkan instruksi dari pemiliknya. Namun, suatu kali, saya menonton video di YouTube tentang sekelompok wisatawan yang mengunjungi bukit luas di pedesaan Yudea di mana kawanan domba sedang merumput. Mereka diminta untuk menarik perhatian domba. Satu demi satu, para wisatawan berteriak dengan lantang, tetapi mereka tidak mendapat tanggapan sedikit pun. Namun, ketika sang gembala maju dan memanggil mereka, semua domba yang tercerai-berai segera bergegas menuju gembala itu dan mengerumuni dia! Sungguh menakjubkan! Yesus sungguh benar. Domba-domba sungguh mendengar suara gembala-Nya.
Domba-domba di Yudea dibesarkan untuk wol dan sebagai hewan korban. Terutama domba-domba yang diperuntukkan bagi produksi wol, sang gembala akan hidup bersama dengan kawanannya selama bertahun-tahun. Tidak heran jika ia mengenal dengan baik setiap domba, karakternya, dan bahkan fitur fisiknya yang unik. Dia akan memanggil mereka dengan nama seperti ‘si kaki kecil’ atau ‘si telinga besar.’ Dan kawanan domba pun mengenal suara sang gembala.
Berbeda dengan domba, pria dan wanita modern, terutama kaum Millennial, adalah makhluk yang sangat visual. Berkat smartphone, TV, dan komputer, rentang perhatian kita menjadi lebih pendek setiap harinya. Seorang ilmuwan bahkan mengatakan bahwa rentang perhatian kita satu detik lebih pendek daripada ikan mas! Para guru atau pembicara harus menggunakan semua alat bantu visual untuk menarik perhatian pendengar muda. Presentasi PowerPoint adalah persyaratan minimum saat ini, dan para guru perlu menggerakkan semua bagian tubuh mereka, membuat lelucon, bernyanyi, menari, bahkan jungkir balik! Hanya mendengarkan pembicaraan biasa itu membosankan, dan membaca teks yang panjang dan panjang seperti refleksi ini boring. Ini juga salah satu alasan mengapa kaum muda meninggalkan Gereja karena mereka mengalami Gereja, terutama para pengkhotbahnya, membosankan dan kering. Setelah lima menit mendengarkan homili, kita mulai gelisah, memeriksa jam tangan, mengaruk-garuk kepala, dan akhirnya tertidur!
Namun, indera pendengaran tetap mendasar karena pendengaran adalah kunci untuk mengikuti Yesus. Kita menyebut diri kita sendiri, Kristiani, artinya pengikut Kristus, dan bagaimana kita dapat mengikuti Kristus jika kita tidak mengenali suara-Nya? Sementara indera penglihatan menarik kita, indera pendengaran tetap menjadi tanda keintiman dan kasih. Seperti seekor domba yang mengidentifikasi suara gembala karena gembala menjaganya, kita pun mengenali suara seseorang yang kita cintai. Saya telah mendengar suara ibu saya sejak saya di dalam rahimnya, dan bahkan ketika saya menutup mata, saya masih bisa mengenali suaranya dari jauh. Saya bahkan dapat mengidentifikasi apakah dia bahagia, sedih, atau marah ketika dia memanggil nama saya.
Suatu kali, seorang pemuda bertanya kepada saya, “Frater, bagaimana kita tahu kehendak Tuhan?” Saya menjawab, “Apakah kamu mendengar suara-Nya?” Dia segera berkata, “Saya banyak berdoa, tetapi saya tidak pernah mendengar suara.” Saya berkata dalam jawab, “Ah, bagaimana kamu akan mendengar suara-Nya jika kamu yang berbicara sepanjang waktu? Dan bagaimana kamu akan mengetahui suara-Nya, jika kamu jarang memberikan waktumu bersama-Nya?” Mengikuti Yesus berarti bahwa kita dapat mendengar Yesus, dan untuk mengenali suara-Nya, kita perlu memiliki hubungan yang penuh kasih dan kuat dengan-Nya.
Diakon Valentinus Bayuhadi Ruseno OP