Acara publik terakhir hari pertama Paus Fransiskus di ibukota Bulgaria, Sofia, adalah Misa malam di Lapangan Pangeran Alexander I. Dalam homilinya Paus merenungkan Injil hari itu tentang Yesus kembali menampakkan diri-Nya kepada para murid-Nya di pantai Danau Tiberias setelah kebangkitan-Nya. Episode itu mengingatkan kita akan tiga hal menakjubkan yang menjadi bagian hidup kita sebagai murid, yaitu, panggilan Tuhan, kejutan Tuhan, kasih Tuhan, demikian laporan Robin Gomes dari Vatican News.
Paus menunjukkan bahwa di pantai itulah Yesus pertama kali memanggil Petrus untuk mengikuti Dia. Tetapi sekarang, terbebani oleh rasa sakit dan rasa bersalah serta penderitaan, kekecewaan, dan pengkhianatan atas kematian Tuan mereka, Petrus dan beberapa murid Yesus mau kembali ke kehidupan mereka sebelumnya yakni nelayan.
Paus mengatakan, Tuhan tahu akan godaan halus dan berbahaya untuk berkecil hati dan menyerah, dan Dia ingin mengambil kembali yang kita putuskan untuk tinggalkan. Inilah psikologi makam yang menuntun kita memanjakan diri dengan perasaan mengasihani diri sendiri yang, seperti ngengat, menggerogoti semua harapan kita. Dengan demikian, iman menjadi lemah dan merosot menjadi pikiran sempit yang membuat kita berpikir semuanya normal.
Saat kegagalan Petrus inilah Yesus menampakkan diri, memulai kembali, dan sabar mendatanginya dan memanggilnya “Simon”. Tuhan tidak berharap menjumpai orang-orang tanpa masalah, kekecewaan, dosa atau keterbatasan. Dia sendiri menghadapi dosa dan kekecewaan untuk mendorong semua pria dan wanita untuk bertahan. Dalam Yesus, Tuhan selalu memberikan kita kesempatan lain. Ketika panggilan Yesus mengarahkan hidup kita, hati kita menjadi muda.
Paus kemudian menjelaskan bagaimana Tuhan penuh kejutan itu mengajak kita tidak hanya terkejut tetapi juga melakukan hal-hal mengejutkan. Melihat jala mereka kosong, Tuhan memberi tahu mereka untuk melakukan sesuatu yang aneh: memancing di siang hari. Dia menghidupkan kembali kepercayaan mereka dengan mendesak mereka sekali lagi untuk mengambil risiko, tidak menyerah pada siapa pun atau apa pun.
Paus mengatakan, Tuhan meruntuhkan penghalang melumpuhkan dengan memenuhi kita dengan keberanian yang perlu untuk mengatasi kecurigaan, ketidakpercayaan dan ketakutan.
Hal luar biasa ketiga yang Tuhan lakukan adalah mencintai karena bahasa-Nya adalah cinta. Sama seperti Dia minta kepada Petrus, Dia juga minta kita untuk belajar bahasa kasih ini. Dengan mengakui kelemahannya, Petrus memahami bahwa mencintai berarti berhenti memusatkan dirinya dan menjadikan Yesus, dan bukan dirinya sendiri, sebagai titik awal.
“Menjadi Kristen,” kata Paus, “adalah panggilan untuk menyadari bahwa kasih Tuhan lebih besar daripada semua kekurangan dan dosa kita.” Salah satu kekecewaan dan kesulitan besar kita saat ini, kata Paus, bukan karena tahu bahwa Allah adalah cinta. “Tuhan adalah kasih yang mencintai, yang melimpahkan dirinya, yang memanggil dan mengejutkan.”
Dalam menebarkan jala mereka di sisi kanan perahu, Paus menunjukkan, kita melihat mukjizat Allah, yang membuat hidup kita sebagai karya seni, andai saja kita membiarkan diri kita dituntun oleh cintanya. Paus berkata hari ini kita dipanggil untuk berjalan bersama-Nya menuju masa depan, karena tahu, apakah kita berhasil atau gagal, Dia akan selalu terus mengatakan kita membuang jala.
Paus mengatakan, Gereja yang bersemangat muda mengajak kita bersaksi tentang kasih Kristus dengan berjuang demi kebaikan bersama. Cinta ini, kata Paus, memungkinkan kita melayani orang miskin dan menjadi pelaku utama revolusi amal kasih dan pelayanan, yang mampu melawan patologi konsumerisme dan individualisme dangkal. Paus lalu mendesak orang-orang Bulgaria agar tidak takut menjadi orang kudus dan suci dengan mengatakan, “itu tidak akan menghilangkan energi, vitalitas, atau sukacita kalian.” (PEN@ Katolik/paul c pati berdasarkan Vatican News)