Pengadilan Lyon memberi hukuman percobaan selama enam bulan penjara kepada Kardinal Philippe Barbarin, Uskup Agung Lyon, karena tidak melaporkan kasus-kasus pelecehan anak kecil yang dilakukan seorang imam dalam periode antara Juli 2014 dan Juni 2015.
Kardinal berusia 68 tahun itu tidak hadir di pengadilan Lyon, 7 Maret 2019, untuk mendengar keputusannya. Pengacaranya, Jean-Felix Luciani, mengatakan akan mengajukan banding. “Alasan-alasan pengadilan tidak meyakinkan saya. Karena itu kami akan menentang keputusan ini,” kata pengacara itu, seraya menambahkan pengadilan itu tertekan oleh film-film dokumenter dan sebuah film tentang kasus itu.
Di akhir persidangan bulan Januari, jaksa penuntut tidak meminta kardinal itu atau lima pejabat Gereja lainnya yang dituduh bersama dia untuk dihukum.
Dalam pidato singkat kepada pers di Rumah Uskup di Lyon, Kardinal Barbarin mengumumkan akan ke Roma dalam beberapa hari mendatang untuk menyerahkan pengunduran diri kepada Paus Fransiskus.
Tak lama kemudian, Konferensi Waligereja Prancis (CEF) mengeluarkan pernyataan yang mengatakan tidak akan mengomentari hukuman itu sampai kardinal menyelesaikan haknya untuk mengajukan banding. CEF tidak juga akan mengomentari keputusan kardinal untuk mengundurkan diri. “Itu masalah hati nurani pribadi dan tergantung Paus untuk melakukan apa yang menurutnya tepat,” kata CEF.
Sembilan orang, yang mengatakan imam itu melecehkan mereka, membawa kasus menentang Kardinal Barbarin ke pengadilan. Kelompok yang diduga korban Pastor Bernard Preynat mengklaim Uskup Agung Lyon dan pejabat Gereja lain melindungi imam itu bertahun-tahun. Undang-undang pembatasan untuk beberapa tuduhan sudah berakhir. Lima terdakwa lainnya dibebaskan.
François Devaux, salah satu pendiri “La Parole libérée,” asosiasi para korban, memuji putusan itu sebagai “kemenangan besar bagi perlindungan anak.”
Para korban Pastor Bernard Preynat menuduh kardinal itu dan orang-orang di sekitarnya tidak membawa kaum religius ke pengadilan dan menunda keputusan untuk menghentikan dia dari tugas pastoral. Pastor Preynat yang bertugas sebagai pastor pramuka tahun 1970-an dan 1980-an di pinggiran kota Lyon, diduga melecehkan lebih dari 70 anak pramuka anggota suatu kelompok yang tidak berafiliasi dengan gerakan pramuka resmi. Skala skandal itu mengguncang Keuskupan Lyon dan Gereja di Perancis.
Para korban mengatakan, pejabat tinggi Gereja tahu aksi Preynat sejak 1991, tetapi mereka mengizinkannya melakukan kontak dengan anak-anak hingga pensiunnya tahun 2015. Pastor Preynat telah mengakui melakukan pelecehan terhadap Boy Scouts (anak pramuka lelaki) tahun 1970-an dan 1980-an dan akan diadili secara terpisah.
Persidangan Preynat dijadwalkan akan diadakan tahun depan tetapi tanggalnya belum ditentukan. Hanya 13 kasus dari total 85 dugaan korban yang akan diajukan ke pengadilan, karena undang-undang pembatasan telah berakhir untuk yang lainnya.
“Saya tidak pernah berusaha bersembunyi, apalagi menutupi tindakan-tindakan mengerikan ini,” kata Kardinal Barbarin dalam pernyataan yang dibacakan dalam persidangannya bulan Januari. Sesuai kesepakatan dengan tahta Suci, 31 Agustus 2015, kardinal itu melepaskan Pastor Preynat dari tugas-tugasnya. “Saya melakukan persis apa yang diminta Roma untuk saya lakukan,” kata kardinal, sambil mengakui bahwa ia “tidak bijaksana” ketika tahun 2011 mengangkat Pastor Preynat sebagai kepala sebuah prefektur di dekat Roanne.
Kardinal Barbarin adalah uskup Perancis ketiga yang akan dihukum dalam persidangan tentang pelecehan seksual. Tahun 2001, Uskup Bayeux-Lisieux Mgr Pierre Pican dijatuhi hukuman tiga bulan penjara percobaan. Baru-baru ini, 22 November 2018, Mgr André Fort, mantan uskup Orléans, dijatuhi hukuman delapan bulan penjara dengan pembebasan bersyarat.(PEN@ Katolik/paul c pati berdasarkan Vatican News)
Pelajaran amat sangat penting. Siapa pun kalau salah: dihukum!
Perkara tutup mulut atas nama kejahatan itu adalah kejahatan dobel!
Sedih, karena dilakukan pemimpin klerus!
Tuhan, kasihanilah kami…