Pada usia emasnya, Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung menegaskan diri, yang sepantasnya ada pada diri alumni dan para civitas akademikanya, sebagai almamater yang menanamkan nilai-nilai “Verum, Bonum, Pulchrum” (Benar, Baik dan Indah/Santun) agar menjadi sungguh komunitas humanum, pribadi utuh yang memiliki unsur benar, baik, dan indah atau santun.
Uskup Bandung Mgr Antonius Subianto Bunjamin OSC berbicara dalam homili Misa Syukur 50 Tahun Fakultas Filsafat Unpar di Pusat Pastoral Bumi Silih Asih Keuskupan Bandung, 16 Februari 2019. Misa yang dihadiri alumni, civitas akademika, dan tamu itu dipimpin Mgr Subianto dengan konselebran Uskup Purwokerto Mgr Christophorus Tri Harsono, dan Sekretaris Umum Pengurus Yayasan Unpar Pastor Basilius Hendra Kimawan OSC.
Fakultas Filsafat yang lahir 50 tahun lalu itu berkembang sebagai bagian dari Unpar yang memiliki visi “Menjadi Komunitas Humanum”, yaitu universitas yang menghidupi kemanusiaan secara utuh dan penuh demi martabat manusia dan keutuhan ciptaan.
Karena itu, lanjut Mgr Subianto, lulusan Unpar diharapkan “menghidupi kebenaran, kebaikan, serta keindahan, bukan semata sebagai ‘sesanti’, kata-kata yang indah, tetapi juga sebagai habitus, nilai-nilai sosial yang dihayati seorang manusia dan tercipta sebagai sosialisasi nilai-nilai yang berlangsung lama sehingga mengendap dalam pola pikir dan pola perilaku yang menetap dalam diri seorang manusia.”
Dalam bacaan Misa, Yesus menunjukkan bahwa yang paling penting dalam diri para murid-Nya, adalah mempunyai habitus belaskasih. “Dalam belaskasih tidak ada jalan buntu, belas kasih itu selalu kreatif bagaikan ‘elan vital’ (Henri Bergson). Kita diingatkan kembali bahwa di balik ‘bonum, verum, dan pulchrum’ itu ada ‘sanctum’ atau kekudusan.
Menurut Mgr Subianto, apa pun karyanya, bagaimana pun pengabdiannya, di mana pun hidupnya, “orang akan mengenal alumni Fakultas Filsafat Unpar dari habitus kita, yaitu pola pikir dan perilaku belaskasih saat menghidupi kebaikan, kebenaran, dan kesantunan.”
Mgr Subianto dan Mgr Tri Harsono adalah dua uskup lulusan fakultas itu. Dalam pengumuman di ritus penutup, Mgr Tri Harsono mengatakan, jabatan tahbisan ini tidak begitu saja disebut sebagai prestasi, namun sungguh-sungguh karya Allah yang terus bekerja. “Kebesaran suatu kelompok atau komunitas tidak bisa diukur dari prestise tetapi diukur dari prestasi. Prestasi ini bukan untuk diri sendiri tetapi untuk orang lain,” kata uskup baru itu.
Di usia 50 tahun fakultas itu, Mgr Tri Harsono mengajak lulusannya untuk benar-benar mempunyai prestasi bagi orang lain, dalam hal bonum, verum, pulchrum, dan sanctum. Fakultas Filsafat juga diharapkan mampu membuka mata banyak orang tentang mana yang baik dan tidak baik. “Sebagai contoh, bangsa ini sedang mengalami krisis, banyak orang sedang tertutup matanya, telinganya, dan hatinya,” lanjut uskup seraya mengajak alumni untuk buktikan bahwa mereka punya prestasi ketimbang prestise.
Pastor Hendra Kimawan mengajak alumni dan civitas akademika merefleksikan 50 tahun fakultas itu bukan hanya sebatas memperingati, tetapi menghimati, sehingga yang dicari bukanlah prestise tapi prestasi. “Kampus ini merupakan kampus penting di Universitas Katolik Parahyangan. Oleh karena itu, diharapkan fakultas ini mewarnai kehidupan Unpar.”
Imam itu meminta agar SINDU, atau spiritualitas dan nilai-nilai dasar Unpar, bisa terus digali oleh fakultas ini, “sehingga orang-orang yang berkarya atau lulusan Unpar benar-benar menghidupi spiritualitas dan nilai-nilai dasar. Inilah kekhasan Unpar, dan inilah pentingnya Fakultas Filsafat.”
Dalam rangka pesta emas itu, hari itu diselenggarakan juga Seminar Nasional bertema “Peradaban yang Retak: Dilema Manusia Indonesia Masa Kini” dan peluncuran lima buku baru terbitan fakultas itu.(PEN@ Katolik/Ignatius Yunanto)