Dokumen tentang Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama

0
3857
Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar Ahmad Al-Tayyeb menandatangani Dokumen tentang Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian dan Hidup Bersama. VATICAN MEDIA
Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar Ahmad Al-Tayyeb menandatangani Dokumen tentang Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian dan Hidup Bersama. VATICAN MEDIA

PERJALANAN APOSTOLIK BAPA SUCI PAUS FRANSISKUS KE UNI EMIRAT ARAB

(3-5 FEBRUARI 2019)

SEBUAH DOKUMEN TENTANG PERSAUDARAAN MANUSIA UNTUK PERDAMAIAN DUNIA DAN HIDUP BERSAMA

 

PENDAHULUAN

Iman menuntun orang beriman untuk memandang dalam diri sesamanya seorang saudara lelaki atau perempuan untuk didukung dan dikasihi. Melalui iman pada Allah, yang telah menciptakan alam semesta, ciptaan, dan seluruh umat manusia (setara karena rahmat-Nya), umat beriman dipanggil untuk menyatakan persaudaraan manusia ini dengan melindungi ciptaan dan seluruh alam semesta serta mendukung semua orang, terutama mereka yang paling miskin dan yang paling membutuhkan.

Nilai transendental ini berfungsi sebagai titik awal untuk sejumlah pertemuan yang ditandai dengan suasana persahabatan dan persaudaraan di mana kami berbagi sukacita, dukacita, dan berbagai masalah dunia kita saat sekarang. Kami melakukan ini dengan mempertimbangkan kemajuan ilmiah dan teknik, keberhasilan terapeutik, era digital, media massa dan komunikasi. Kami juga mempertimbangkan tingkat kemiskinan, konflik dan penderitaan begitu banyak saudara dan saudari di berbagai belahan dunia sebagai akibat dari perlombaan senjata, ketidakadilan sosial, korupsi, ketimpangan, kemerosotan moral, terorisme, diskriminasi, ekstremisme, dan banyak sebab lainnya.

Dari diskusi-diskusi kami yang penuh persaudaraan dan terbuka, dan dari pertemuan yang mengungkapkan harapan besar di masa depan yang cerah bagi semua umat manusia, lahirlah gagasan Dokumen tentang Persaudaraan Manusia ini. Ini adalah sebuah teks yang telah dipikirkan secara jujur dan serius sehingga menjadi pernyataan bersama tentang cita-cita yang baik dan tulus. Ini adalah dokumen yang mengundang semua orang yang memiliki iman kepada Allah dan iman dalam persaudaraan manusia untuk bersatu dan bekerja bersama sehingga dapat berfungsi sebagai panduan bagi generasi mendatang untuk memajukan budaya saling menghormati dalam kesadaran akan rahmat ilahi yang agung, yang menjadikan semua manusia menjadi saudara dan saudari.

DOKUMEN

Dalam nama Tuhan, yang telah menciptakan seluruh manusia yang setara dalam hak, kewajiban, dan martabat, dan yang telah dipanggil untuk hidup bersama sebagai saudara dan saudari, untuk memenuhi bumi dan untuk mengenali nilai-nilai kebaikan, cinta, dan kedamaian;

Atas nama hidup manusia yang tidak bersalah, yang telah dilarang Allah untuk dibunuh, dengan menegaskan bahwa siapa pun yang membunuh seseorang bagaikan seseorang yang membunuh seluruh umat manusia, dan siapa pun yang menyelamatkan seseorang bagaikan seseorang yang menyelamatkan seluruh umat manusia;

Atas nama orang miskin, orang melarat, orang yang terpinggirkan, dan mereka yang paling membutuhkan, yang bagi mereka Allah memerintahkan kita untuk membantu sebagai tugas yang dituntut pada semua orang, terutama orang kaya dan berkecukupan;

Atas nama anak yatim, para janda, para pengungsi dan mereka yang diasingkan dari tanah air dan negara mereka; atas nama para korban perang, penganiayaan dan ketidakadilan; atas nama mereka yang lemah, mereka yang hidup dalam ketakutan, para tawanan perang, dan mereka yang disiksa di setiap bagian dunia mana pun, tanpa perbedaan;

Atas nama orang-orang yang telah kehilangan keamanan, kedamaian, dan kemungkinan untuk hidup bersama, karena menjadi korban kehancuran, malapetaka, dan perang;

Atas nama persaudaraan manusia yang merangkul semua manusia, menyatukan mereka dan menjadikan mereka setara;

Atas nama persaudaraan ini yang terkoyak oleh kebijakan-kebijakan ekstremisme dan perpecahan, oleh sistem keuntungan tak terkendali atau oleh kecenderungan ideologis penuh kebencian yang memanipulasi tindakan dan masa depan perempuan dan laki-laki;

Atas nama kebebasan, yang telah dianugerahkan Allah kepada semua manusia dengan menciptakan mereka secara bebas dan membedakan mereka dengan rahmat ini; Atas nama keadilan dan belas kasihan, fondasi kemakmuran dan landasan iman;

Atas nama semua orang yang berkehendak baik yang ada di setiap bagian dunia;

Dalam nama Allah dan segala sesuatu yang dinyatakan sejauh ini; Al-Azhar al-Sharif dan umat Muslim dari Timur dan Barat, bersama-sama dengan Gereja Katolik dan umat Katolik Timur dan Barat, menyatakan menerima budaya dialog sebagai jalan; kerja sama timbal balik sebagai kode etik; saling pengertian sebagai metode dan standar.

Kami, yang percaya pada Allah dan dalam perjumpaan akhir dengan-Nya dan penghakiman-Nya, berdasarkan tanggung jawab agama dan moral kami, dan melalui Dokumen ini, menyerukan kepada diri kami sendiri, kepada para pemimpin dunia serta para pembuat kebijakan internasional dan ekonomi dunia, untuk bekerja keras menyebarkan budaya toleransi dan hidup bersama dalam damai; untuk ikut campur tangan pada kesempatan pertama untuk menghentikan pertumpahan darah dari orang-orang yang tidak bersalah serta mengakhiri peperangan, konflik, kerusakan lingkungan dan kemerosotan moral dan budaya yang dialami dunia saat ini.

Kami menyerukan kepada kaum terpelajar, para filsuf, tokoh agama, seniman, praktisi media dan para budayawan di setiap bagian dunia, untuk menemukan kembali nilai-nilai perdamaian, keadilan, kebaikan, keindahan, persaudaraan manusia dan hidup berdampingan dalam rangka meneguhkan nilai-nilai ini sebagai jangkar keselamatan bagi semua, dan untuk memajukannya di mana-mana.

Deklarasi ini, yang berangkat dari pertimbangan mendalam atas realitas kita dewasa ini, dengan menilai keberhasilannya dan dalam solidaritasnya dengan penderitaan, bencana dan malapetaka, meyakini dengan teguh bahwa di antara penyebab utama dari krisis dunia modern adalah ketidakpekaan hati nurani manusia, penjauhan dari nilai-nilai agama dan individualisme yang tersebar luas disertai dengan filsafat materialistis yang mendewakan manusia dan memperkenalkan nilai-nilai duniawi dan material sebagai pengganti prinsip-prinsip tertinggi dan transendental.

Seraya mengakui langkah-langkah positif yang diambil oleh peradaban modern kita di bidang sains, teknologi, kedokteran, industri, dan kesejahteraan, terutama di negara-negara maju, kami ingin menekankan bahwa, terkait dengan kemajuan bersejarah seperti itu, betapa pun hebat dan bernilainya hal-hal tersebut, terdapat kemerosotan moral yang mempengaruhi tindakan internasional dan melemahnya nilai-nilai dan tanggung jawab rohani. Semua ini berkontribusi pada perasaan frustrasi umum, keterasingan, dan keputusasaan yang membuat banyak orang jatuh ke dalam pusaran ekstremisme ateistik, agnostik atau agamis, atau ke dalam ekstremisme fanatik dan buta, yang pada akhirnya mendukung bentuk-bentuk ketergantungan dan penghancuran diri individual atau kolektif.

Sejarah menunjukkan bahwa ekstremisme agama, ekstremisme nasional, dan juga intoleransi telah menimbulkan di dunia, baik itu di Timur atau Barat, apa yang mungkin disebut sebagai tanda-tanda “perang dunia ketiga yang sedang berlangsung sedikit demi sedikit”. Di beberapa bagian dunia dan dalam banyak keadaan tragis, tanda-tanda ini telah mulai tampak menyakitkan, seperti dalam situasi-situasi di mana jumlah persis korban, para janda dan anak yatim tidak diketahui. Selain itu, kami melihat daerah lain bersiap untuk menjadi panggung konflik baru, dengan pecahnya ketegangan dan penumpukan senjata dan amunisi, dan semua ini dalam konteks global yang dibayang-bayangi oleh ketidakpastian, kekecewaan, ketakutan akan masa depan, dan dikendalikan oleh kepentingan ekonomi yang berpikiran sempit.

Kami juga menegaskan bahwa krisis politik besar, situasi ketidakadilan, dan kurangnya distribusi sumber daya alam yang adil – yang hanya menguntungkan segelintir minoritas kaya, hingga merugikan mayoritas penduduk bumi – telah melahirkan, dan terus melahirkan, banyak sekali jumlah orang miskin, sakit dan meninggal. Hal ini menyebabkan krisis bencana yang telah menimbulkan korban di berbagai negara, terlepas dari sumber daya alam dan sumber daya orang muda yang menjadi ciri bangsa-bangsa ini. Dalam menghadapi krisis seperti itu yang mengakibatkan kematian jutaan anak-anak –yang menjadi lemah akibat kemiskinan dan kelaparan– ada kebungkaman yang tidak dapat diterima di tingkat internasional.

Jelaslah dalam konteks ini bagaimana keluarga sebagai inti dasar masyarakat dan umat manusia sangat penting dalam melahirkan anak-anak ke dunia, membesarkan mereka, mendidik mereka, dan membina mereka dengan formasi moral yang kuat dan rasa aman di rumah. Menyerang lembaga keluarga, memandangnya dengan penghinaan atau meragukan peran pentingnya, adalah salah satu kejahatan paling mengancam di zaman kita.

Kami juga menegaskan pentingnya membangkitkan kesadaran beragama dan perlunya membangkitkan kembali kesadaran ini di dalam hati generasi baru melalui pendidikan yang sehat dan kepatuhan pada nilai-nilai moral dan ajaran agama yang benar. Dengan cara ini, kita dapat menghadapi kecenderungan yang individualistis, egois, saling bertentangan, dan juga mengatasi radikalisme dan ekstremisme buta dalam segala bentuk dan ungkapannya.

Tujuan pertama dan terpenting dari agama adalah percaya pada Allah, untuk menghormati-Nya dan untuk mengundang semua perempuan dan laki-laki untuk mempercayai bahwa alam semesta ini bergantung pada Allah yang mengaturnya. Dia adalah Pencipta yang telah membentuk kita dengan kebijaksanaan ilahi-Nya dan telah menganugerahi kita karunia kehidupan yang harus dilindungi. Ini adalah anugerah yang tidak seorang pun berhak untuk mengambil, mengancam atau memanipulasi demi kepentingan dirinya. Sesungguhnya, setiap orang harus menjaga anugerah kehidupan ini dari awal hingga akhir alamiahnya. Karena itu kami mengutuk semua praktik yang mengancam kehidupan seperti genosida, aksi terorisme, pemindahan paksa, perdagangan manusia, aborsi, dan eutanasia. Kami juga mengutuk kebijakan yang mendukung praktik-praktik ini.

Lebih-lebih lagi, kami dengan tegas menyatakan bahwa agama tidak boleh memprovokasi peperangan, sikap kebencian, permusuhan, dan ekstremisme, juga tidak boleh memancing kekerasan atau penumpahan darah. Realitas tragis ini merupakan akibat dari penyimpangan ajaran agama. Hal-hal tersebut adalah hasil dari manipulasi politik agama-agama dan dari penafsiran yang dibuat oleh kelompok-kelompok agama yang, dalam perjalanan sejarah, telah mengambil keuntungan dari kekuatan sentimen keagamaan di hati para perempuan dan laki-laki agar membuat mereka bertindak dengan cara yang tidak berkaitan dengan kebenaran agama. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan yang bersifat politis, ekonomi, duniawi dan picik. Karena itu, kami menyerukan kepada semua pihak untuk berhenti menggunakan agama untuk menghasut (orang) kepada kebencian, kekerasan, ekstremisme dan fanatisme buta, dan untuk menahan diri dari menggunakan nama Allah untuk membenarkan tindakan pembunuhan, pengasingan, terorisme, dan penindasan. Kami meminta ini berdasarkan kepercayaan bersama kami pada Allah yang tidak menciptakan perempuan dan laki-laki untuk dibunuh atau saling berkelahi, atau tidak untuk disiksa atau dihina dalam kehidupan dan keadaan mereka. Allah, Yang Mahakuasa, tidak perlu dibela oleh siapa pun dan tidak ingin nama-Nya digunakan untuk meneror orang-orang.

Dokumen ini, selaras dengan Dokumen Internasional sebelumnya yang telah menekankan pentingnya peran agama-agama dalam membangun perdamaian dunia, menjunjung tinggi hal-hal berikut:

  • Keyakinan yang teguh bahwa ajaran-ajaran asli agama mengundang kita untuk tetap berakar pada nilai-nilai perdamaian; untuk mempertahankan nilai-nilai saling pengertian, persaudaraan manusia dan hidup bersama yang harmonis; untuk membangun kembali kebijaksanaan, keadilan dan kasih; dan untuk membangkitkan kembali kesadaran beragama di kalangan orang-orang muda sehingga generasi mendatang dapat dilindungi dari ranah pemikiran materialistis dan dari kebijakan berbahaya akan keserakahan dan ketidakpedulian tak terkendali berdasarkan pada hukum kekuatan dan bukan pada kekuatan hukum;
  • Kebebasan adalah hak setiap orang: setiap individu menikmati kebebasan berkeyakinan, berpikir, berekspresi dan bertindak. Pluralisme dan keragaman agama, warna kulit, jenis kelamin, ras, dan bahasa dikehendaki Tuhan dalam kebijaksanaan-Nya, yang melaluinya Ia menciptakan umat manusia. Kebijaksanaan ilahi ini adalah sumber dari mana hak atas kebebasan berkeyakinan dan kebebasan untuk menjadi berbeda berasal. Oleh karena itu, fakta bahwa orang dipaksa untuk mengikuti agama atau budaya tertentu harus ditolak, demikian juga juga pengenaan cara hidup budaya yang tidak diterima orang lain;
  • Keadilan yang berlandaskan belas kasihan adalah jalan yang harus diikuti untuk mencapai hidup bermartabat yang setiap manusia berhak atasnya;
  • Dialog, pemahaman dan promosi luas terhadap budaya toleransi, penerimaan sesama dan hidup bersama secara damai akan sangat membantu untuk mengurangi pelbagai masalah ekonomi, sosial, politik dan lingkungan yang sangat membebani sebagian besar umat manusia;
  • Dialog antar umat beragama berarti berkumpul bersama dalam ruang luas nilai-nilai rohani, manusiawi, dan sosial bersama dan, dari sini, meneruskan keutamaan-keutamaan moral tertinggi yang dituju oleh agama-agama. Hal ini juga berarti menghindari perdebatan yang tidak produktif;
  • Perlindungan tempat ibadah –sinagoga, gereja dan masjid– adalah kewajiban yang dijamin oleh agama, nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan perjanjian internasional. Setiap upaya untuk menyerang tempat-tempat ibadah atau mengancam mereka dengan serangan kekerasan, pemboman atau perusakan, merupakan penyimpangan dari ajaran agama-agama serta pelanggaran jelas terhadap hukum internasional;
  • Terorisme menyedihkan dan mengancam keamanan orang, baik mereka di Timur atau Barat, Utara atau Selatan, dan menyebarkan kepanikan, teror dan pesimisme, tetapi ini bukan karena agama, bahkan ketika para teroris memperalatnya. Ini lebih disebabkan oleh akumulasi penafsiran yang salah atas teks-teks agama dan kebijakan yang terkait dengan kelaparan, kemiskinan, ketidakadilan, penindasan, dan kesombongan. Inilah sebabnya mengapa sangat penting menghentikan dukungan terhadap gerakan teroris yang dipicu oleh pendanaan, penyediaan senjata dan strategi, dan dengan upaya untuk membenarkan gerakan ini bahkan dengan menggunakan media. Semua ini harus dianggap sebagai kejahatan internasional yang mengancam keamanan dan perdamaian dunia. Terorisme semacam itu harus dikutuk dalam segala bentuk dan ekspresinya
  • Konsep kewarganegaraan berlandaskan pada kesetaraan hak dan kewajiban, di mana semua menikmati keadilan. Karena itu, pentinglah untuk membentuk dalam masyarakat kita konsep kewarganegaraan penuh dan menolak penggunaan istilah minoritas secara diskriminatif yang menimbulkan perasaan terisolasi dan inferioritas. Penyalahgunaannya melicinkan jalan bagi permusuhan dan perselisihan; hal itu membatalkan setiap keberhasilan dan menghilangkan hak-hak agama dan sipil dari beberapa warga negara yang terdiskriminasi karenanya;
  • Hubungan baik antara Timur dan Barat tidak dapat disangkal diperlukan bagi keduanya. Keduanya tidak boleh diabaikan, sehingga masing-masing dapat diperkaya oleh budaya yang lain melalui pertukaran dan dialog yang bermanfaat. Barat dapat menemukan di Timur obat bagi penyakit rohani dan agama yang disebabkan oleh materialisme yang tersebarluas. Dan Timur dapat menemukan banyak unsur di Barat yang dapat membantu membebaskannya dari kelemahan, perpecahan, konflik dan kemunduran pengetahuan, teknik dan budaya. Pentinglah memperhatikan perbedaan agama, budaya dan sejarah yang merupakan unsur vital dalam membentuk karakter, budaya, dan peradaban Timur. Juga penting untuk memperkuat ikatan hak asasi manusia mendasar demi membantu menjamin hidup yang bermartabat bagi semua perempuan dan laki-laki di Timur dan Barat, dengan menghindari politik standar ganda;
  • Adalah sebuah keharusan untuk mengakui hak perempuan atas pendidikan dan pekerjaan, dan untuk mengakui kebebasan mereka untuk menggunakan hak politik mereka sendiri. Selain itu, berbagai upaya harus dilakukan untuk membebaskan perempuan dari pengkondisian historis dan sosial yang bertentangan dengan prinsip-prinsip iman dan martabat mereka. Juga penting untuk melindungi perempuan dari eksploitasi seksual dan dari diperlakukan sebagai barang dagangan atau objek kesenangan atau keuntungan finansial. Oleh karena itu, harus dihentikan praktik-praktik yang tidak manusiawi dan vulgar yang merendahkan martabat perempuan. Harus dilakukan berbagai upaya untuk mengubah undang-undang yang mencegah perempuan menikmati sepenuhnya hak-hak mereka;
  • Perlindungan hak-hak dasar anak untuk bertumbuh kembang dalam lingkungan keluarga, untuk memperoleh gizi baik, pendidikan dan dukungan, adalah tugas keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas semacam itu harus dijamin dan dilindungi agar tidak diabaikan atau ditolak untuk anak mana pun di belahan dunia mana pun. Semua praktik yang melanggar martabat dan hak anak harus dikecam. Sama pentingnya untuk waspada terhadap bahaya yang mereka hadapi, khususnya di dunia digital, dan untuk menganggap sebagai kejahatan perdagangan manusia tidak bersalah dan semua pelanggaran masa muda mereka;
  • Perlindungan hak-hak orang lanjut usia, mereka yang lemah, penyandang difabilitas, dan mereka yang tertindas adalah kewajiban agama dan sosial yang harus dijamin dan dibela melalui undang-undang yang ketat dan pelaksanaan perjanjian internasional yang relevan.

Untuk tujuan ini, melalui kerja sama timbal balik, Gereja Katolik dan Al-Azhar mengumumkan dan berjanji untuk menyampaikan Dokumen ini kepada pihak-pihak berwenang, pemimpin yang berpengaruh, umat beragama di seluruh dunia, organisasi regional dan internasional yang terkait, organisasi dalam masyarakat sipil, lembaga keagamaan dan para pemikir terkemuka. Mereka selanjutnya berjanji untuk mengumumkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Deklarasi ini di semua tingkat regional dan internasional, seraya meminta agar prinsip-prinsip ini diterjemahkan ke dalam kebijakan, keputusan, teks legislatif, program studi dan materi yang akan diedarkan. Al

Azhar dan Gereja Katolik meminta agar Dokumen ini menjadi objek penelitian dan refleksi di semua sekolah, universitas dan lembaga pembinaan, sehingga dengan demikian membantu mendidik generasi baru untuk membawa kebaikan dan kedamaian bagi sesama, dan untuk menjadi pembela hak-hak di mana pun mereka berada dari mereka yang tertindas dan yang terkecil dari saudara-saudari kita.

Akhirnya, cita-cita kami adalah:

Deklarasi ini bisa menjadi undangan untuk rekonsiliasi dan persaudaraan di antara semua umat beriman, juga di antara umat beriman dan yang tidak beriman, dan di antara semua orang yang berkehendak baik;

Deklarasi ini dapat menjadi seruan bagi setiap hati nurani yang jujur yang menolak kekerasan dan ekstremisme buta; seruan bagi mereka yang menghargai nilai-nilai toleransi dan persaudaraan yang dikembangkan dan didorong oleh agama-agama;

Deklarasi ini dapat menjadi saksi keagungan iman kepada Allah yang mempersatukan hati yang terpecah dan mengangkat jiwa manusia;

Deklarasi ini dapat menjadi tanda kedekatan antara Timur dan Barat, antara Utara dan Selatan, dan antara semua yang percaya bahwa Allah telah menciptakan kita untuk saling memahami, saling bekerja sama dan hidup sebagai saudara dan saudari yang saling mengasihi.

Inilah yang kami harapkan dan ingin capai dengan tujuan menemukan perdamaian universal yang dapat dinikmati semua orang dalam hidup ini.

 

Abu Dhabi,

4 Februari 2019

Bapa Suci Paus Fransiskus

Imam Besar Al-Azhar Ahmad Al-Tayyeb

(Terjemahan ini diambil dari Dokpen KWI)

Artikel Terkait:

Vatikan dan dunia Arab sepakat berhenti gunakan nama Tuhan untuk halalkan kekerasan, terorisme, pembunuhan

Paus Fransiskus, Paus Katolik pertama yang mengunjungi Semenanjung Arab

Paus Fransiskus di Uni Emirat Arab hari pertama:Timur bertemu Barat

Paus Fransiskus mengirimkan salam jelang kunjungan ke Uni Emirat Arab

Paus: Dokumen Perdamaian lahir dari iman akan Allah, Bapa Perdamaian

 

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here