Home RENUNGAN Menjadi Seorang Bapa

Menjadi Seorang Bapa

0

pempatisan

(Renungan berdasarkan Bacaan Injil Pesta Pembaptisan Tuhan, 13 Januari 2019: Lukas 3: 15-16, 21-22)

“Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.” (Luk. 3:22)

Salah satu sukacita terbesar menjadi seorang diakon adalah saat membaptis bayi dan anak. Kegembiraan tidak hanya hadir dari menyentuh pipi dari bayi kecil yang imut, tetapi ada sesuatu yang lebih dalam. Sebenarnya, pengalaman saya dengan pembaptisan tidak selalu menyenangkan. Saya ingat saat baptisan pertama saya di Paroki Santo Domingo, Metro Manila, ketika saya mulai menuangkan air ke dahi sang bayi, sang gadis kecil itu tiba-tiba menangis dengan keras. Saya menyadari air telah menyentuh mata bayi perempuan itu. Saya terkejut dan tak bergerak karena tidak tahu apa yang harus saya lakukan selanjutnya. Untungnya, sang orang tua mampu menangani situasi dengan baik. Ketika bayi kecil itu tenang kembali, saya meminta maaf dan melanjutkan perayaannya. Sungguh membuat trauma!

Setelah pengalaman itu, baptisan yang saya layani tampaknya tidak lebih baik. Di Manaoag, Pangasinan, saya bisa membaptis 15 bayi atau lebih dalam setiap baptisan. Seringkali, dengan begitu banyak orang yang memadati di sebuah ruangan kecil, dan dengan banyak bayi menangis, pengalaman ini bisa menjadi sebuah stres bagi semua orang yang hadir termasuk saya. Jadi, dari mana saya mendapatkan sukacita membaptis bayi?

Ini datang dari pemahaman Gereja tentang pembaptisan itu sendiri. Pembaptisan sebagai sebuah sakramen yang didirikan oleh Kristus sendiri sebagai sarana bagi kita untuk menerima rahmat keselamatan bukan saja Alkitabiah dan ditegakkan oleh kesaksian jemaat Kristiani yang paling awal, tetapi juga melahirkan sukacita yang mendalam. Tentunya, saya tidak bisa membahas semua hal di sini karena kita perlu satu semester atau lebih untuk membahas dasar alkitabiah dan teologi! Karena itu, izinkan saya untuk membagikan salah satu alasan mengapa membaptis adalah salah satu momen yang paling membahagiakan sebagai diakon, dan ini tidak jauh dari Injil kita hari ini.

Hari ini kita merayakan Pembaptisan Tuhan, dan Injil kita hari ini berakhir dengan pewahyuan Allah Bapa yang sangat jarang terjadi dalam kehidupan Yesus. Ini mengungkapkan dua hal: Pertama, Yesus adalah Putra Bapa; kedua, Dia bukan hanya seorang Anak, tetapi Yesus juga adalah sukacita Bapa. Ini bukan sekedar wahyu yang langka, tetapi itu adalah wahyu sukacita. Namun, kegembiraan ini bukanlah hal yang aneh karena wajar bagi seorang ayah untuk bahagia dengan bayinya yang baru lahir karena ia melihat yang terbaik dari dirinya di dalam bayinya. Ini adalah sukacita seorang ayah.

Salah satu karunia pembaptisan terbesar adalah kelahiran spiritual kita. Memang benar bahwa dalam pembaptisan, tidak ada banyak perubahan dalam aspek fisik kita, kecuali kepala kita menjadi basah. Tetapi, ketika air baptisan menyentuh dahi kita dan formula Tritunggal diucapkan, jiwa kita diubah untuk selamanya. Kita bukan hanya anak-anak manusia, tetapi juga anak-anak Allah! Dan ketika kita dibaptis, Bapa kita di surga melihat kita, mengakui kita sebagai milik-Nya dan berkata, “Kamu adalah anak-anakku yang terkasih, denganmu aku senang.”

Adalah hak istimewa terbesar saya untuk berbagi kebapakan spritual ini. Sewaktu saya membaptis, saya secara spiritual melahirkan bayi-bayi kecil ini sebagai anak-anak saya, yakni anak-anak Allah. Seperti seorang ayah muda bersukacita pada bayinya, saya pun bergembira dengan setiap bayi yang baru lahir secara rohani. Saya tidak memiliki anak sendiri, namun saya diberkati untuk menjadi seorang ayah dengan banyak anak! Menatap imamat, saya memahami mengapa kita menyebut seorang imam sebagai “romo” karena dia memang seorang ayah bagi anak-anak rohaninya. Dia melahirkan anak-anak dalam Pembaptisan, dia merawat mereka dalam Ekaristi, dia memimpin anaknya yang muda menuju kedewasaan dalam Penguatan, dia menyatukan cinta dalam Pernikahan, dia membawa kembali yang hilang dalam Penitensi, dan dia menyembuhkan yang sakit di Pengurapan. Itu adalah sukacita seorang bapa.

Diakon Valentinus Bayuhadi Ruseno OP

 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version