Home OMK Direktris Bank Sampah Flores: Berbicara sampah tanpa action sama dengan tidak buat...

Direktris Bank Sampah Flores: Berbicara sampah tanpa action sama dengan tidak buat apa-apa

0
Pengurus OSIS dan pengurus kelas Smater Maumere belajar membuat pupuk cair organik. Foto PEN@ Katolik/yf
Pengurus OSIS dan pengurus kelas Smater Maumere belajar membuat pupuk cair organik. Foto PEN@ Katolik/yf

Berbicara sampah tanpa action sama dengan tidak buat apa-apa, kata Direktris Bank Sampah Flores (BSF), Susilowati, di hadapan para pengurus OSIS dan Pengurus Kelas SMAK Frateran Maumere (Smater), NTT, 1 Desember 2018.

Bu Susi,demikian panggilan akrabnya, datang ke Smater bersama tiga orang turis peduli sampah yakni Jon Price dari Inggris berserta Gaelle Couedel dan Appaim Thomas dari Perancis yang mengenakan kaus kuning bertuliskan “I’m a trash hero” (saya pahlawan sampah).

Kehadiran mereka di sekolah itu untuk menjelaskan cara membuat pupuk cair organik dan pengolahan sampah plastik.

“Pengurus OSIS dan pengurus kelas harus menjadi pahlawan sampah. Apalagi Smater menjadi contoh Sekolah Adiwiyata Nasional di daratan Flores, sehingga betul-betul sekolah adiwiyata yang disandang bermakna,” kata Bu Susi. Setiap hari, lanjutnya, “kita menyaksikan di sekitar kita banyak bahan dan sisa sayur-sayuran dan buah-buahan terbuang.”

Membuat pupuk cair organik sangat mudah karena bahan, alat dan cara membuatnya sangat mudah, jelas Bu Susi, seraya menjelaskan bahwa alat-alatnya berupa tabung, komposter, sendok makan dan botol kosong. “Bahannya adalah sampah organik, gula pasir, terasi udang dan air, baik air sumur, air sungai atau air hujan, bukan air keran karena mengandung zat kaporatif.”

Langkah pertama jelas Susi, adalah membuat cairan bioaktifator. “Untuk membuatnya kita mencampurkan dua sendok makan gula pasir dan terasi ke dalam botol kosong, kemudian menambahkan air ke dalamnya dan kocok agar semuanya tercampur.”

Kemudian, sampah organik dimasukkan dalam tabung komposter lalu disemprotkan dengan cairan bioaktifator hingga basah. “Tutup dan selama satu minggu baru bisa memanen. Setelah pupuk cair diperoleh, kita bisa langsung menyemprotkan ke tanaman,” kata Susi.

Jon Price mengatakan kepada PEN@ Katolik bahwa masalah sampah adalah masalah dunia. “Kita harus merubah cara berpikir dan cara bertindak. Jangan hanya berpikir diri sendiri saat ini tetapi pikirkan anak cucu. Kita harus menjadi contoh bagi orang lain,” kata Jon.

Gaelle Couedel dan Appaim Thomas sependapat bahwa pencegahan sampah harus dimulai dari sekolah dasar. “Proses pembiasaan hidup sehat tanpa sampah harus dimulai sejak sekolah dasar dan berkelanjutan hingga perguruan tinggi,” kata Gaelle yang diamini Thomas.

“Materi yang dibawakan sangat baik dan sesuai tuntutan Smater sebagai Sekolah Adiwiyata Nasional,” kata Ketua OSIS Smater Petrasia Depe Gani seraya memuji peserta yang langsung membentuk pokja-pokja sampah. “Itu yang paling menarik!” katanya (PEN@ Katolik/Yuven Fernandez)

Artikel Terkait:

Rromo Tomo perintis sistem pertanian lestari yang lebih bermartabat

Mgr Bruno Syukur pelestarian lingkungan hidup bentuk nyata ungkapan iman

Manusia harus tetap belajar terus-menerus sepanjang hidup

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version