Program Kaderisasi Katolik untuk anak-anak usia SMP dan SMA yang dilaksanakan Komisi Pendidikan Keuskupan Agung Jakarta (Komdik KAJ) setiap tiga bulan sekali di sembilan dekanat, guna menciptakan kader-kader handal yang memiliki visi hidup penuh pelayanan yang gigih dan penuh kasih ternyata masih menghadapi berbagai tantangan.
Untuk mengatasinya, kata staf Komdik KAJ Mari Irawati Sidharta, seksi-seksi pendidikan di paroki-paroki KAJ harus “menjalin hubungan ‘mesra’ dengan kepala paroki, agar dapat mendukung kegiatan program ini.” Jalinan yang baik itu, jelasnya, dapat diukur dari keikutsertaan peserta setiap paroki dalam program itu.
Mari Sidharta mengakui, sejumlah pastor paroki kurang mendukung kaderisasi itu. Padahal, ketika ia berkunjung ke paroki dan bertemu para guru Katolik dan orangtua, “mereka mengatakan bahwa program pembinaan kaum muda atau kaderisasi itu merupakan hal yang sangat penting.”
Mari Sidharta berbicara dengan PEN@ Katolik di sela-sela kegiatan kaderisasi yang diikuti 70 peserta di Civita, Youth Camp, Tangerang, 19-21 Oktober 2018.
“Orangtua kadang tidak mengizinkan anaknya ikut, padahal anak sendiri memiliki keinginan kuat untuk ikut. Alasan orangtua, program ini mengganggu kegiatan proses belajar mengajar setiap Sabtu. Apalagi kalau ada program live-in, orangtua tidak berani melepaskan anaknya tinggal di keluarga kurang mampu, dengan alasan keluarga itu tidak dikenal,” kata Mari Sidharta.
Sebanyak 24 pengajar (trainer) mendampingi para calon pemimpin dalam menyelesaikan 10 modul dalam waktu yang ditentukan oleh program kaderisasi itu. Jumlah itu, menurut Mari Sidharta, sesungguhnya sudah mencukupi, namun sekali waktu perlu penambahan dari sekolah-sekolah. Maka dia berharap, “para pastor paroki di wilayah KAJ berkomitmen mendukung pelaksanaan pembinaan kader Katolik ini.”
Dalam pembicaraan dengan PEN@ Katolik, Lusia Arianti, salah seorang trainer untuk pelajar SMP mengakui ada masalah kehadiran peserta setiap jadwal kaderisasi. “Peserta sering tidak mendapat informasi dari dekenat tentang jadwal pelaksanaan,” kata Lusia seraya menambahkan bahwa Komdik KAJ memberikan keleluasaan bagi pelajar untuk ikut di dekenat lain.
Menurut Lusia, kaderisasi yang dilaksanakan berkala sejak 2012 itu “merupakan langkah baik dan sekiranya seluruh peserta menggunakan kesempatan ini untuk menempa dirinya agar menjadi pribadi yang lebih baik.”
Trainer lain, Eko Sidik Pramono, mengakui ada beberapa paroki yang tidak berkontribusi untuk kegiatan Komdik KAJ. “Saat ini ada sejumlah paroki yang belum terlibat mengirimkan anaknya mengikuti kaderisasi itu, maka tidak ada kontribusi dana yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan.”
Kaderisasi itu ditutup dengan Misa yang dipimpin Pastor Odemus Bei Witomo SJ, yang mengatakan dalam homilinya, “Negara Indonesia bukan hanya membutuhkan pemimpin berkarakter ‘baja,’ tetapi juga rendah hati, daya juang tinggi, terbuka dan penuh kasih.”(PEN@ Katolik/Konrad R. Mangu)