Uskup Agung Jakarta (KAJ) Mgr Ignatius Suharyo mengajak seluruh umat Paroki Santo Agustinus Perum, Karawaci, Tangerang, agar menjadi anggota Gereja yang hidup dan penuh kreatif seperti Gereja Anthiokia, yang bertumbuh penuh pelayanan sehingga menjadi model perkembangan Gereja zaman sekarang.
Mgr Ignatius Suharyo berbicara dalam Misa 28 Agustus 2018 saat merayakan HUT ke-30 Paroki Karawaci, pesta pelindung paroki itu dan pemberkatan serta penandatanganan prasasti gedung gereja yang IMB-nya baru diterima “setelah menunggu lama dan melelahkan” yakni enam tahun lalu waktu Paroki Karawaci merayakan HUT ke-24. Pendirian gedung gereja juga awalnya diprotes warga sekitar.
Misa yang dipimpin Mgr Suharyo dengan konselebran Provinsial OSC Pastor Basilius Hendra Kimawan OSC, Kepala Paroki Karawaci Pastor Stefanus Suwarno OSC dan sembilan imam lain serta dihadiri sekitar 3000-an umat itu bertema “Bersatu dalam Keberagaman, Mensyukuri Rahmat Tuhan.”
Dalam sejarah awal Gereja Katolik, Mgr Suharyo mengisakan, ada tiga Gereja yakni Gereja Yerusalem, Gereja Efesus dan Gereja Anthiokia. Perkembangan Gereja Yerusalem dengan tokoh Yakobus ternyata tidak bertahan lama, karena tradisi orang Yahudi dikenal sangat fundamental dengan aturan Gerejanya, sedangkan Gereja Efesus yang melibatkan tokoh Yohanes hilang tak berbekas karena pertengkaran dan perselisihan antarumat. “Gereja yang selalu diwarnai perselisihan justru tidak bertahan lama,” kata uskup.
Gereja Anthiokia dikenal sebagai Gereja yang berkembang dengan baik, “bahkan selalu hidup dan sangat kreatif,” tegas Mgr Suharyo seraya mengajak perlu untuk mencontohi Gereja itu.
Syarat-syarat Gereja yang hidup dan kreatif, jelas Mgr Suharyo, pertama, “setiap pribadi atau anggota Gereja rela menyerahkan nyawanya untuk domba-domba.” Gereja Katolik Batavia (Jakarta) dibawa ke tanah Batavia 210 tahun lalu oleh para misionaris asing yang umumnya “berusia muda dan penuh semangat.”
Kehadiran mereka bukan disambut meriah tetapi disambut oleh wabah penyakit kolera dan berbagai penyakit lain. “Wabah kolera da malaria menjadi tantangan kala itu, tetapi mereka tekun mewartakan kasih Tuhan.” Akibat wabah itu, para misionaris meninggal dunia. “Mereka disebut martir-martir kecil saat itu. Mereka menyerahkan nyawa untuk mewartakan kebaikan Tuhan,” kata Mgr Suharyo.
Kedua, ketaatan dan kepasrahan yang diungkapkan oleh Santo Agustinus bahkan dengan ungkapan sangat menyentuh hati, “Tuhan, aku tidak akan tenang sebelum aku temukan Tuhan di dalam hatiku.” Ungkapan itu, lanjut uskup, “menjadi spirit sangat dahsyat buat umat paroki ini. Ungkapan ini adalah wujud nyata iman sangat kepada Tuhan.”
Pastor Suwarno mengapresiasi seluruh umat, para pastor yang bertugas di Paroki Karawaci sebelumnya, Ketua Panitia Pembangunan Gereja (PPG) Sonny Wibisono dan kawan-kawannya, serta seluruh umat yang giat mengusahakan dana sehingga selesai pembangunan sarana yang paling dibutuhkan umat itu.
Pastor Suwarno berterimakasih kepada seluruh umat yang memberikan perhatian demi kelancaran pembangun gedung gereja itu. Sebelumnya, tak jauh dari gereja itu, dibangun Graha Agustinus yang dilengkapi berbagai sarana sehingga setiap Minggu bisa dilakukan pembinaan setiap kelompok kategorial di paroki itu. (PEN@ Katolik/Konradus R Mangu)