“Buon giorno, Padre!” Seruan Pastor Laurentius Prasetyo CDD itu tidak terdengar lagi setiap pagi pukul 6.00 di Pastoran Paroki Santo Agustinus Sungai Raya di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, karena Pastor Patrick Hartadi OFMCap telah meninggal dunia dalam usia 74 tahun di Rumah Sakit Santo Antonius Pontianak 28 Juli 2018, pukul 00.10.
Namun, sharing Pastor Pras yang disampaikan kepada PEN@ Katolik ini mengungkapkan pengalaman hidup dan kekayaan rohani yang Pastor Pras terima saat hidup bersama Pastor Patrick selama 20 bulan 26 hari 12 jam. “Itu kekayaan pribadi saya, kekayaan rohani saya, yang tidak bisa diambil oleh orang lain,” kata imam dari Kongregasi Murid-Murid Tuhan (Congregatio Discipulorum Domini, CDD) tentang perjumpaan dan hidup bersamanya dengan Pastor Patrick dari Ordo Fratrum Minorum Capuccinorum (OFMCap) Pontianak.
Pastor Patrick, yang lahir dengan nama permandian “Yohanes” di Teluk Pakedai, 26 Juli 1944, sebelum masuk biara bernama Lim Keng Siang dan menggunakan nama biara Patrick Hartadi saat masuk novisiat, adalah ekonom OFMCap Pontianak dan membantu Paroki Santo Agustinus Sungai Raya. Pemegang Lisensiat Pedagogi dari Universitas Salesiana itu pernah pimpin Persekolahan Katolik Nyarumkop di Singkawang, Vikjen Sanggau, Ekonom Keuskupan Palangkaraya, Sekretaris Provinsi Kapusin Indonesia, Sekretaris Provinsi Kapusin Pontianak.
Kebersamaan dari hari ke hari
Ucapan doa agar harimu menyenangkan di atas setiap pagi diucapkan Pastor Pras saat berjumpa Pastor Patrick sebelum sarapan. Kepada media ini, Pastor Rekan di Paroki Sungai Raya itu bercerita, “Biasanya jam 6 pagi Pastor Patrick sudah duduk manis di ruang makan, menunggu saya untuk sarapan. Kadang-kadang ada kepala paroki Pastor Joanes Yandhie Buntoro CDD, tapi lebih sering kami duduk berdua. Kami awali dengan doa. Selesai sarapan, kami ngobrol, minum pagi, lalu jalan ke kolam dan memberi makan ikan. Setelah itu kami ngobrol tentang rencana masing-masing hari itu.”
Dengan sukacita dan kegembiraan, mereka masuk kamar masing-masing dan persiapkan kegiatan sepanjang hari. Lima menit kemudian, cerita Pastor Pras, Pastor Patrick dijemput oleh supir dan berangkat ke Provinsialat OFMCap Pontianak di Tirta Ria, Pontianak. Dia ambil sesuatu di sana dan pergi ke rumah Kapusin di samping Katedral Pontianak untuk minum kopi, tengok sana-tengok sini, dan mengambil surat serta majalah di kotak surat keuskupan, lalu keliling kota, entah ke kantor pos, bank, perpanjangan STNK, pembayaran pajak kendaraan dan lain-lain, dan kembali ke provinsialat.
Pukul 11.00 biasanya Pastor Patrick dijemput dan pulang ke pastoran untuk makan siang. Sebelum pukul 12.00, imam itu sudah duduk dan saya bergegas duduk juga untuk berdoa santap siang. “Kembali kami mengucap syukur atas berkat yang kami terima dari kemurahan Tuhan setengah hari itu.” Kalau karyawan tidak ada, biasanya hari Minggu, “saya siapkan makanan dan memblender makanan Pater.”
Selepas santap siang, kata Pastor Pras, mereka kembali berbincang tentang pengalaman dan kesibukan masing-masing sepanjang hari. “Kami sharing dan tertawa bersama.” Kemudian istirahat. “Pukul 15.00, Pastor Patrick keluar kamar, mengambil sabit dan sandal, lalu menuju kebun untuk merawat pisang. Takut terjadi apa-apa, pukul 15.30 saya juga turun ke kebun mendampingi Pater mengurus kebun pisang, menanam pisang, angkat tanah dan bertukang.”
Meski mengaku tidak banyak yang dikerjakan, hanya potong daun pisang kering, “namun di situlah kami mengalami kebersamaan,” kata Pastor Pras seraya mengingat Amsal 17:17 “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran. Seorang saudara dilahirkan untuk menolong kita pada masa kesulitan” dan Santo Vincentius de Paul yang mengatakan, “J’ai peine de votre peine” (kesukaranku dari kesukaranmu).
Menurut Pastor Pras, pengalaman bersama Pastor Patrick dari hari ke hari adalah pengalaman rohani. “Ketika di kebun, di kamar makan, di hari Sabtu siang, kami diskusi tentang kotbah. Ketika Pastor Patrik kesulitan menemukan bahan kotbah, saya berikan solusi dengan ayat dan gagasan. Kami berbagi pengalaman, hidup rohani, dan banyak hal.”
Biasanya pukul 16.00, Pastor Patrick minum kopi campur havermud. “Supaya ada energi, katanya.” Setelah minum dia kembali ke kebun sampai pukul 17.30, lalu mandi. “Pukul 18.00, kami makan malam, selesai makan malam Pastor Pastrik bergegas ke kantor Provinsialat Kapusin di Tirta Ria untuk menyelesaikan pekerjaan hariannya. Saya juga melakukan kegiatan harian, misalnya doa di lingkungan. Pukul 20.00 kami bertemu kembali di pastoran, lalu nonton Metro Tv, kesenangannya, atau Indonesian Lawyers Club (ILC) di TvOne, sambil baca koran. Dalam usia 74 tahun beliau setia membaca kolom-kolom rubrik penting sehingga ketika berbicara dengan beliau bahasanya sangat tertata.”
Bersahaja juga konsisten
Hari ke hari, kedua imam itu, yang satu CDD yang lain OFMCap selalu bersama. “Kebiasaan Pastor Patrick dari hari ke hari saya perhatikan, dan beliau memperhatikan saya, setiap hal kecil dalam diri saya beliau perhatikan, hal kecil, bukan hal besar, kesederhanaan.”
Kesan mendalam yang diamati Pastor Pras adalah “meski orang penting dalam Ordo Kapusin, tetapi Pastor Patrick sangat bersahaja, beliau tokoh kunci yang penting namun tidak arogan. Beliau sederhana, sangat rendah hati.” Selain tutur katanya lembut, menurut Pastor Pras, kotbah Pastor Patrick “yang sederhana, teratur dan tertata, bisa mematangkan iman umat dan iman saya sebagai pastor, yang hidup serumah dengan beliau.”
Pastor Pras yakin, sebagai orang sederhana dan bersahaja, Pastor Patrick hidup benar. “Orang yang hidup benar adalah orang yang jujur, orang yang hidup benar dan jujur adalah orang yang melahirkan keadilan, dan dari keadilan muncullah kedamaian.”
Menurut imam CDD itu, Pastor Patrick selalu tegas dan berusaha melakukan yang benar secara prinsip. “Orang yang melakukan kebenaran dan kejujuran akan membawa keadilan, dan keadilan akan membawa kedamaian dan dari kedamaian lahirlah sukacita. Jujur, benar, adil, damai dan sukacita adalah pelajaran hidup yang paling penting yang saya perhatikan dalam keseharian kami.”
Selain itu, Pastor Patrick adalah orang konsisten, “yang tahu bagaimana harus bertindak dari waktu ke waktu,” kata Pastor Pras seraya mengutip Lukas 16:10 “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar” (Qui fidelis est in minimo, et in majori fidelis est : et qui in modico iniquus est, et in majori iniquus est).
Beryukur
Ketika duduk bersama dan mengalami situasi tidak enak karena kebijaksanaan tertentu, atau ketika Pastor Pras tidak puas dengan situasi di komunitas, Pastor Patrik mengajaknya untuk bersyukur dengan mengatakan, “Si non est satis, memento paupertatis” (jika engkau tidak puas, ingatlah akan orang miskin). Perkataan, yang mengajarkan bahwa semua yang Tuhan berikan kepada kita sudahlah cukup malah berlebih, itu ditempel di jendela kamar Pastor Patrick. “Maka kalau saya lewat di situ, dia suruh saya membacanya.”
Di saat-saat sulit Pastor Patrick menyanyikan lagu Gregorian untuk Pastor Pras atau bersama mereka menyanyikan lagu “Salve Regina.” Kalau situasi tak sesuai situasi batin, Pastor Patrick meneguhkan Pastor Pras dengan mengatakan “Quod licet Iovi, non licet bovi” (Apa yang diizinkan untuk Jupiter belum tentu diperbolehkan untuk kerbau). “Kita ini kerbau!” kata Pastor Patrick, dan mereka tertawa.
Imam CDD itu menyadari bahwa Pastor Patrick mengajarkan bahwa hidup harus penuh syukur, sesuai Efesus 5:20 yang mengatakan, “Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus.”
Disiplin dan menohok
Pastor Patrick adalah juga seorang yang disiplin dengan waktu. “Orang yang disiplin bagi saya adalah orang yang setia. Benar, dia orang setia dengan ritmenya,” kata Pastor Pras seraya mengingat Amsal 3:3 “Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau! Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu.”
Pastor Patrick juga dikenang secara pribadi oleh Pastor Pras karena canda atau tegurannya kadang-kadang menggunakan kata-kata menohok dan membingungkan untuk dijawab. Ada banyak sekali pengalaman menarik. “Suatu ketika anak-anak OMK mengambil rambutan di kebun dan beliau tegur, ‘Kenapa kamu tidak ambil sekalian dengan pohonnya?’ Kami pun tertawa bersama.” Benar, Pastor Patrick itu “Fortiter in Re, Suaviter in Modo” (keras dalam prinsip, halus dalam cara), kata Pastor Pras.
Kekayaan rohani
Meskipun tanggal 30 Juli 2018 seharusnya Pastor Pras bersama komunitas CDD pergi ke Miri, Sarawak, tetapi dia putuskan tidak ikut. “Walaupun berat, tetapi lebih berat tidak mengantar Pastor Patrick ke peristirahatan terakhir di Pemakaman Santo Yusuf,” kata Pastor Pras seraya mengenang ketepatan waktu atau pungtualitas, serta menghargai waktu yang diajarkan Pastor Patrick dengan pepatah Latin yang berbunyi “Omnias Tempus Habent” (segala sesuatu ada saatnya).
Maka, Pastor Pras berterima kasih kepada Ordo Kapusin yang mengizinkan Pastor Patrick tinggal di pastoran itu. “Di sini dia tidak disebut sebagai Pastor Rekan. Sejak kami ke sini dia sudah ada di sini. Bagi saya pribadi tidak masalah. Justru saya senang, karena kekayaan rohani dan pengalaman rohani saya bertambah dan menjadi kekayaan pribadi saya, yang tidak bisa diambil orang lain. Ini kekayaan saya.”
Pastor Pras mengenal Pastor Patrick selama “20 bulan, 26 hari, 12 jam” dan “dalam waktu-waktu itulah saya menemukan kegembiraan, persahabatan, relasi dan hubungan batin luar biasa bersama beliau.”
Pastor Pras masih ingat pertemuan terakhirnya dengan Pastor Patrick saat ulang tahunnya 26 Juli 2018 di rumah sakit. “Saya masih menyiapkan makanan serta memotong pepaya dan menatakan supaya mudah untuk beliau makan. Saya siapkan juga sayur di hadapannya supaya beliau nyaman menikmatinya meski di rumah sakit.”
“Selesai beliau makan, pukul 12.20 saya mohon diri, karena ada janji doa dan pemberkatan di salah satu keluarga. Tidak ada beban dan perasaan apa-apa. Dengan sukacita saya katakan, Pater saya tinggal dulu, saya pamit dulu. Besok kalau tidak ada halangan saya datang. Ternyata semua sudah selesai. Dan itulah yang terbaik bagi Pastor Patrick. Tuhan Yesus tidak mau beliau menderita terlalu banyak karena dia orang independen, yang tidak mau merepotkan orang lain, dia sangat mandiri, pribadi luar biasa.”
Totalitas
Jenazah Pastor Patrick sudah dimakamkan. Kini, Pastor Pras makan sendiri sambil mengenang pepatah Latin dari Pastor Patrick untuk melakukan sesuatu dengan kesungguhan atau totalitas yakni “Age quod agis” (lakukan dengan sungguh-sungguh apa yang harus kamu lakukan) serta ayatnya dalam Kitab Suci yakni Kolese 3:23 “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.”
Orang berkualitas yang sederhana itu tak lagi bersama dia di kebun atau di kamar makan untuk mencari bahan kotbah, namun teladan dan kebijaksanaannya, perlu dipelajari, termasuk oleh para Kapusin muda, kata Pastor Pras seraya mengutip Amsal 23:23 “Belilah kebenaran dan jangan menjualnya; demikian juga dengan hikmat, didikan dan pengertian.”
Pastor Pras yakin Tuhan memberkati dan menerima Pastor Patrick dan barisan para malaikat menyambutnya. “Jadilah pendoa bagi kami imam-imam Allah yang masih harus berjuang dalam kehidupan ini. Arrivederci Padre (selamat jalan Pater),” doa dan harapan Pastor Pras. (paul c pati)
Tetap setia dalam panggilan