Sabtu, November 23, 2024
26.9 C
Jakarta

Umat ​​Katolik Nigeria lakukan protes damai nasional dengan senjata Rosario

 

Dua imam yang tewas, (dari kiri ke kanan): Pastor Felix Tyolaha dan Pastor Joseph Gor
Dua imam yang tewas, (dari kiri ke kanan): Pastor Felix Tyolaha dan Pastor Joseph Gor

Hanya dengan ‘bersenjatakan’ Rosario, umat Katolik di 54 kota di seluruh Nigeria, pada tanggal 22 Mei 2018, ikut berpawai dalam protes damai nasional yang disebut “March for Life” (pawai untuk kehidupan), yang dilakukan bertepatan dengan pemakaman 17 umat paroki dan dua imam Katolik yang dibunuh oleh tersangka gembala, di Keuskupan Markudi, 24 April 2018.

Direktur Komunikasi Keuskupan Agung Abuja, Nigeria, Pastor Patrick Alumuku mengatakan kepada Paul Samasumo dari Vatican News di Vatikan bahwa March for Life, yang diumumkan oleh Konferensi Waligereja Nigeria, merupakan aksi solidaritas terhadap mereka yang tewas itu serta terhadap banyak korban terorisme lainnya di Nigeria.

Pastor Alumuku yang merupakan ketua yang dibentuk untuk March for Life di ibukota Abuja itu mengatakan bahwa Pastor Joseph Gor dan Pastor Felix Tyolaha dibunuh secara brutal bersama dengan umat paroki, ketika Misa berakhir di Paroki Santo Ignatius Ukpo-Mbalom, di Negara Bagian Benue.

Media lokal Nigeria melaporkan adanya ketegangan yang jelas dirasakan di Negara Bagian Benue tempat kedua imam dan para umat paroki itu tewas. Personel keamanan telah meyakinkan penduduk dan mengatakan bahwa mereka telah meningkatkan keamanan. Mereka berulang kali memastikan bahwa para peserta pawai dan tempat pemakaman akan aman.

Para uskup Nigeria mengatakan kepada umat Katolik Nigeria di semua kota untuk datang hanya dengan ‘bersenjatakan’ Rosario dan Lilin.

Ketika berbicara dalam wawancara eksklusif dengan Vatican News di Roma, sehari setelah serangan Makurdi, empat Uskup dari Sabuk Tengah Nigeria, Uskup Makurdi Mgr Wilfred Anagbe CMF, Uskup Katsina-Ala Mgr Peter Adoboh, Uskup Gboko Mgr William Avenya, dan Uskup Otukpo Mgr Michael Ekwoy Apochi mengatakan bahwa teroris dan tentara bayaran telah menyusup dalam para gembala itu.

Mereka menggambarkan serangan-serangan di gereja itu sebagai sesuatu yang ”menghebohkan, biadab dan kejam.” Mereka bertanya-tanya bagaimana mungkin serangan mematikan seperti itu bisa terjadi di siang hari bolong dan para pelaku tidak memperhitungkan tindakan mereka.(paul c pati berdasarkan Vatican News)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini