Setelah menjalani perawatan medis cukup lama akibat kanker, Yohanes Benny Tungka, kelahiran Makassar 13 Oktober 1957, yang dikenal luas di Provinsi Sulawesi Utara, karena Grup Megamas miliknya telah ‘menyulap’ bibir pantai teluk Manado menjadi Kawasan Bisnis dan Pariwisata belanja yang dikenal luas, meninggal dunia pada Minggu Palma, 25 Maret 2018, pukul 00.08 wita.
Namun, lebih daripada itu seorang imam diosesan dari Keuskupan Manado, Pastor Jimmy Tumbelaka Pr memiliki catatan yang luar biasa tentang devosi Yohanes Benny Tungka kepada Bunda Maria. Kepada PEN@ Katolik, imam itu mengatakan bahwa devosi usahawan yang menghadirkan Megamall, mal pertama di Kota Manado, di tahun 2005, itu dimulai dari pengalaman dengan mamanya.
“Beliau dilahirkan dan dibesarkan dengan penuh cinta. Beliau rasakan bagaimana perhatian mama terhadapnya, yang acapkali nakal, namun selalu didoakan oleh mamanya. Berdasarkan pengalaman ini beliau merasakan keibuan Maria. Bunda Maria merasakan penderitaan putranya Yesus Kristus. Dengan penuh iman, Maria selalu mengatakan ‘terjadilah padaku menurut perkataan-Mu’. Benny selalu diteguhkan dengan kasih sayang Bunda Maria dan diteguhkan selalu untuk penuh iman alami sakitnya,” kata Pastor Jimmy Tumbelaka.
Untuk lebih mengenal hubungan imam itu dengan raja properti di Kota Manado itu, Pastor Jimmy Tumbelaka mengizinkan PEN@ Katolik mengangkat dengan sedikit perubahan dan penjelasan catatannya di akun Facebooknya:
Kenangan Bersama Yohanes Benny Tungka
Awal aku mengenal beliau tahun 2002. Waktu itu di Poso (Sulawesi Tengah) beredar isu bahwa Tentena (pusat Kristen yang didatangi puluhan ribu pengungsi) akan dikepung dan akan diserang sehingga semuanya akan binasa. Saya dan Pastor Antonius Bayu Nuryartanto ditelepon oleh beliau untuk segera ke Jakarta ketemu dengan orang penting di sana.
Saya ingat, ketika kami tiba di Manado dan menyampaikan kepada uskup tentang hal ini, bapa uskup tak menyetujui kami ke Jakarta, padahal di tangan kami sudah ada dua tiket pemberian Benny Tungka. Kami melawan uskup dan atas restu vikjen kami berangkat ke Jakarta. Di Jakarta kami dijemput oleh orang bergaya preman yang merupakan utusan Benny dan oleh suster-suster Ursulin utusan uskup. Kami memilih preman itu dan pergi ke tempat yang sudah direncanakan.
Di tempat itu, kami tidak langsung ketemu dengan presiden tetapi dengan ajudannya. Kami mengutarakan semua hal yang sementara terjadi di Poso. Dari tempat itu, kami kemudian dibawa ke Biara Ursulin di depan Istana Negara. Saat makan, kami dikunjungi oleh uskup kami. Saya dan Bayu tegang. Kami sepakat untuk memperlihatkan sikap jika kami disikapi tidak baik. Tapi ternyata, uskup memeluk kami berdua dengan penuh cinta. Kami menyampaikan semua hal yang telah kami perbuat dalam perjumpaan tadi. Uskup menawarkan kami untuk liburan sedikit di Jakarta, tetapi kami segera kembali ke Tentena karena situasi itu. Sampai di Tentena, Benny memberi kami dua unit HP Satelit. Maklum, di Poso dan sekitarnya saat itu belum bisa digunakan hp lainnya.
Itulah awal perjumpaan dengan Benny. Sesudah itu, setiap saya datang ke Manado pasti saya mengunjunginya, saat Kawasan Megamas sementara dibangun. Saya selalu mandi bersama beliau di sauna beliau. Saat itu banyak sekali kami perbincangkan, baik yang serius dan yang kocak. Paling banyak kocak dan canda beliau menggoda saya dengan “cewek”. Maka, relasi kami semakin akrab, sampai-sampai beliau agak resmi menjadikan saya adiknya dan beliau menjadi kakakku.
Saat saya tinggal di Jogja, tanpa dirancang usahaku untuk mendapatkan sepeda motor didengar oleh Benny. Beliau lalu mengirimkan sepeda motor untukku dan merasa bertanggung jawab atas kecelakaan yang kualami karena pemberian motor itu. Beliau menceritakan bagaimana kecemasan dan doa-doanya untuk saya, bahkan beliau meminta suster-suster Karmel untuk mendoakan saya.
Di tahun 2009, kami lebih rutin bertemu, apalagi saat itu saya menjadi kapelan di Katedral. Saya pun mulai mengetahui apa yang sementara diperjuangkan oleh beliau, kondisi tubuhnya, dan devosi-devosi beliau kepada Bunda Maria dengan cara yang begitu bervariasi yakni melalui Doa Angelus atau Ratu Surga, Maria Penolong Abadi, Doa Rosario, Doa Rosario Pembebasan, Doa Kerahiman Ilahi, dan Doa Pohon Keluarga.
Semua doa itu didaraskan begitu setia dan taat sampai-sampai ketika beliau tak sanggup lagi membaca dan melafalkannya, semua doa ini dimasukkan dalam rekaman, baik secara lafal biasa maupun dalam bentuk lagu. Semua anggota keluarga pun diajak mendoakan doa-doa bersamanya. Bahkan, para tamu yang berkunjung pada saat jam doa itu diajak olehnya untuk berdoa bersama.
Sehubungan dengan aktivitas berdoa itu, Benny bercita-cita membagikan sejenis Rosario untuk setiap devosi itu ke banyak orang di seluruh Indonesia bahkan mancanegara. Beliau mulai mengadakannya dan membagikannya. Mungkin target 100.000 ribu sudah tercapai.
Beliau terus bertumbuh dengan pengalaman ini dan sekitar tahun 2017 beliau mengadakan satu rosario saja untuk semua devosi yang menggunakan ‘rosario’. Saya ingin penemuan jenis rosario ini dinamakan “Rosario Yohanes” karena diciptakan oleh Yohanes Benny Tungka.
Jenis rosario itu telah dicetak dan diedarkan. Puluhan ribu atau mungkin, saya sangka, sudah ratusan ribu Rosario Yohanes lengkap dengan rumusan doa-doanya telah diedarkan. Jumlah lengkapnya akan saya tanya kepada Arifin, asisten pribadinya yang begitu lama.
Sekitar dua bulan lalu, beliau mendapatkan vonis dari dokter yang menanganinya bahwa paling lama empat bulan lagi penyakitnya tak akan teratasi. Menghadapi vonis itu, Benny semakin pasrah dan penuh cinta kepada Tuhan, kepada keluarga dan seluruh karyawan, pegawai, buruh serta handai taulan.
Kekagumanku kepada Benny adalah, tak pernah dia mengeluh atau protes kepada Tuhan atas semua yang dialaminya. Benny selalu bersyukur dan penuh gairah membahagiakan semua orang. Disaksikan istrinya, Benny pernah bilang kepada saya “Pastor, tadi malam saya alami paling mesra dalam hidup ini bersama istriku.” Istrinya agak malu tersenyum kepada suaminya. Istrinya, Lucia, memang istri satu-satunya untuk selamanya bagi Benny yang terbaik.
Benny … terlalu banyak pemberianmu kepadaku. Materi, yang tak terhitung jumlahnya, dan teristimewa cinta, perhatian dan pengalaman hidupmu, sungguh semakin meneguhkan panggilanku sebagai imam.
Selamat Jalan Kakakku Benny. Doaku selalu untukmu sekeluarga. Doakan saya yang sementara berjuang di dunia ini.
Salam,
Pastor Jimmy Tumbelaka Pr
Ad Vitam aeternam