Sore hari di kala hujan 11 Maret 2018, Duta Vatikan untuk Indonesia Mgr Pierro Pioppo bersama Uskup Agung Pontianak Mgr Agustinus Agus, Rektor Seminari Tinggi Antarkeuskupan Antonino Ventimiglia Pastor Edmund Nantes OP dan Rektor Sekolah Tinggi Teologi (STT) Pastor Bonus Pastor William Chang OFMCap memasuki Kapel Sang Pamanih (penabur) di seminari itu.
Di depan altar kapel inkulturasi Dayak itu, dua uskup agung dan dua imam itu berlutut dan berdoa dalam hening. Beberapa menit kemudian mereka berdiri bersama para imam lainnya, para frater yang tinggal dan belajar di STT itu dan beberapa anggota Gotaus dan menyanyikan Bapa Kami dalam Bahasa Latin.
Pastor William Chang OFMCap menyambut kedatangan Duta Vatikan dan berterima kasih atas kunjungan yang mendorong para staf untuk melaksanakan pelayanan untuk membina gembala-gembala yang baik bagi Gereja di seminari dan STT, yang tahun ini akan merayakan ulang tahun ke-20.
Pastor Nantes menceritakan kepada Duta Vatikan dalam kapel itu bahwa akta pendirian seminari antarkeuskupan dengan nama Seminari Tinggi Antonino Ventimiglia itu ditandatangani dalam Misa Pesta Santo Fransiskus dari Asisi tahun 1998 yang dipimpin Uskup Agung Hieronymus Bumbun OFMCap.
“Seminari yang dimulai di sebuah rumah sewa di Pontianak itu diawali dengan tiga frater. Namun, setahun kemudian jumlah frater menjadi 10 orang dan bulan Agustus 2000 seminari itu pindah di alamat saat ini di Pontianak bagian Utara,” jelas imam Dominikan asal Filipina itu.
Ketika rumah bina kaum religius Kapusin dan Pasionis pindah ke Pontianak, jelas Pastor Nantes, para frater Kapusin dan Pasionis ikut belajar teologi bersama para frater diosesan dari seminari itu di STT Pastor Bonus yang terletak di bagian depan seminari itu.
“Dalam 25 tahun keberadaannya, STT Pastor Bonus telah mendidik 246 mahasiswa, 185 di antaranya adalah para imam yang aktif berkarya di delapan keuskupan di Kalimantan,” kata Pastor Nantes seraya menambahkan bahwa saat ini ada 23 mahasiswa Pastor Bonus.
Dari jumlah itu, 11 di antaranya adalah frater diosesan dari lima keuskupan di Kalimantan yang tinggal di Seminari Antonino Ventimiglia, 9 frater Kapusin dari Biara San Lorenzo di dekatnya, dan 3 frater Pasionis dari Biara Santo Vincentius Strambi, di seberang Sungai Landak. Selain itu masih ada juga 16 frater yang belajar program pastoral di STT itu namun tinggal di pos pastoral mereka masing-masing.
Menurut Pastor Nantes, adalah Duta Vatikan untuk Indonesia (1991-1998) Alm Uskup Agung Pietro Sambi yang mendorong para uskup Kalimantan untuk membangun seminari tinggi antarkeuskupan dan sekolah tinggi teologi untuk wilayah kegerejaan itu. “Pantas kalau sebuah daerah dengan jumlah umat Katolik kedua terbesar di Indonesia, setelah Flores, memiliki seminari tinggi sendiri,” kata Mgr Sambi.
Usulan itu lalu dibawa ke pertemuan para uskup Regio Kalimantan 24 Januari 1997, dan para uskup setuju membangunnya, pertama mengakomodasi para frater Kalimantan untuk belajar teologi setelah menyelesaikan kursus filsafat dan teologi dasar di Jawa dan Sumatera, dan para frater yang sudah menyelesaikan satu tahun pembinaan pastoral.
Para uskup sepakat bahwa tidaklah baik kalau calon imam untuk Kalimantan belajar filsafat dan teologi keluar dari konteks mereka. Oleh karena itu, lanjut Pastor Nantes, seminari tinggi antarkeuskupan itu memberikan pembinaan yang lebih kontekstual.
“Tanggal 23 April 1997 di Jakarta, para uskup Kalimantan dan para provinsial kongregasi religius yang melayani regio itu memutuskan untuk memulai pelajaran pada tahun ajaran 1998-1999 dan agar program itu setara dengan program master selama dua tahun,” tegas Pastor Nastes.
Dalam kunjungan Mgr Pierro Pioppo, seorang frater membacakan juga biografi Pastor Antonino Ventimiglia yang lahir tahun 1642 sebagai seorang bangsawan di kota Palermo, Pulau Sisilia, Italia, dan masuk biara Santo Yosef milik Ordo Klerus Reguler (Theatin) yang berpusat di kota Theate, Italia.
Setelah ditahbiskan imam, Pastor Antonino Ventimiglia diutus ke Madrid, Spanyol, untuk memimpin Novisiat Biara Theatin Santa Maria del Favore, dan dengan restu Paus Innocentius XI imam itu berangkat menuju Goa (India) tanggal 13 Januari 1683 dan berlabuh di sana tanggal 19 September 1683.
Setelah empat tahun berkarya di Goa, Pastor Ventimiglia ditunjuk menjadi misionaris di Borneo dan. Antonino berangkat dari Goa tanggal 5 Mei 1687 dan tiba di Macao 13 Juli 1687 dan menunggu kapal selama enam bulan untuk berlayar menuju Borneo.
Selama menunggu imam itu mengisinya dengan retret agung, matiraga dan berpuasa di tempat sepi. Karena kesalehannya, banyak orang Macao datang meminta bantuan, berkat dan bimbingan beliau, yang selalu berdoa kepada Santo Kayetanus, pendiri Ordo Theatin. Pastor Antonino juga mendengar kabar bahwa orang-orang di Borneo masih sangat primitif dan masih sangat ganas, dan bahwa misionaris yang tidak berasal dari Portugis dilarang berkarya di daerah jajahan Portugis.
Namun, sambil memegang buku Brevir dan mengenakan salib di leher, Pastor Ventimiglia naik ke kapal. Tanggal 16 Januari 1688, Pastor Ventimiglia berangkat menuju Banjarmasin tanpa membawa apa-apa kecuali sebuah salib yang dulu pernah dimiliki oleh Santo Aloysius Beltrami. Imam itu yakin, Penyelenggaraan Ilahi akan memberikan segalanya. Perjalanan menuju Banjarmasin tidaklah mulus. Ada banyak tantangan, antara lain dari Kapten Emmanuele Araugio yang memaksa imam itu kembali ke Macao. Namun, Pastor Ventimiglia tiba di Banjarmasin tanggal 2 Pebruari 1688.(paul c pati)