“Ayo kita mulai membangun sikap srawung. Maka, bagus kalau pertemuan-pertemuan Santa Monika juga melibatkan mereka yang dari komunitas-komunitas lain yang berbeda agama, tetapi satu iman pada Tuhan yang Maha Esa, membangun peradaban kasih bagi masyarakat Indonesia yang sejahtera, bermartabat, semakin beriman apapun agamanya.
Ajakan itu disampaikan oleh Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang (Komisi HAK KAS) Pastor Aloysius Budi Purnomo Pr kepada 600 perempuan anggota Perhimpunan Warakawuri Katolik (PWK) Santa Monika dari 31 cabang se-Keuskupan Agung Semarang ketika mereka bertemu di Gereja Kristus Raja Ungaran.
Tujuan pertemuan mereka tanggal 21 Januari 2018 itu adalah merayakan Natalan Bersama yang diisi dengan Misa, hiburan dan ramah tamah, namun setelah menghibur mereka dengan beberapa lagu tiupan saxophone, dalam acara bertema “Dalam Terang Iman Menghidupi Nilai-nilai Pancasila” itu, Pastor Budi meminta mereka untuk saling meneguhkan dan juga “membangun sikap srawung atau membangun dialog bersama masyarakat.”
Meskipun demikian, sebelum membuat pelayanan keluar, Ketua PWK Santa Monika Pusat Maria Katarina Susanti Syamsudin mengajak ibu-ibu janda itu supaya tetap mendampingi keluarga. “Jangan kita lupakan, ibu-ibu Santa Monika tetap menjadi pendamping keluarga-keluarga anak-anak kita. Itulah pelayanan yang utama di dalam keluarga, sebelum kita lanjut ke pelayanan keluar, dan kepada komunitas kita,” katanya.
Ketua PWK Santa Monika Koordinasi Cabang KAS Maria Sri Swasanti Suyono menjelaskan kepada PEN@ Katolik bahwa PWK Santa Monika mengumpulkan ibu-ibu warakawuri Katolik yang sudah ditinggalkan oleh suami, baik itu meninggal atau pun sebab-sebab yang lain, untuk bersama-sama bergabung di perhimpunan itu “guna menyatukan visi dan misi perhimpunan warakawuri Katolik, yakni melayani sesama dengan penuh kasih Tuhan.”
Sedangkan menurut seorang anggota perhimpunan, Theresia Sudirlan, banyak ibu janda Katolik menghadapi persoalan dan hidup mereka kurang bahagia. “Maka, motivasi mereka untuk berkumpul ini adalah untuk saling menggembirakan, saling memberi, saling menerima, dan saling meneguhkan bahwa mereka tidak sendiri.”(Lukas Awi Tristanto)