Senin, Desember 23, 2024
26.7 C
Jakarta

Keuskupan Ruteng tetapkan 2018 sebagai Tahun Persekutuan dari keuskupan hingga KBG

Manggarai

“Semoga kita sehati sejiwa membangun kembali persekutuan di keuskupan ini, di dekanat,di paroki, di stasi, di lingkungan, dan terutama di KBG-KBG, dan juga di komunitas-komunitas rohani dan komunitas-komunitas kategorial. Ini yang perlu menjadi perhatian kita.”

Ajakan untuk membangun persekutuan itu diungkapkan oleh Administrator Apostolik Keuskupan Ruteng Mgr Silvester San ketika membuka Sidang Pastoral Post Natal Keuskupan Ruteng yang berlangsung di Aula Efata, Ruteng, tanggal 9 hingga 12 Januari 2018.

Topik yang dibahas sidang itu adalah upaya membangun persekutuan, sebagai implementasi dari Sinode Ketiga Keuskupan Ruteng, yang menetapkan tahun 2018 sebagai Tahun Persekutuan. Sidang empat hari yang melibatkan para imam, biarawan-biarawati dan tokoh-tokoh umat itu diawali dengan rekoleksi yang dipimpin Praeses Seminari Santo Yohanes Paulus II, Labuan Bajo, Pastor Laurens Sopang Pr.

Melihat Program Pastoral Keuskupan Ruteng 2017 tentang Pewartaan, Uskup Denpasar itu menegaskan bahwa Injil yang diwartakan itu “membangun persekutuan Gereja” dan “kita menyadari bahwa Gereja itu adalah sebuah persekutuan.”

Sementara itu, dalam homili Misa Natal Bersama peserta sidang itu di tempat yang sama, 12 Januari 2018, yang juga dihadiri Bupati Manggarai Deno Kamelus, Wakil Bupati Manggarai Victor Madur bersama sejumlah pimpinan Organisasi Perangkat Daerah di lingkup Pemerintah Kabupaten Manggarai, Mgr Silvester San mengungkapkan bahwa Natal membawa harapan bagi Keuskupan Ruteng.

“Yang perlu kita lakukan adalah membangun persekutuan, persaudaraan terutama di KBG sebagai bentuk kesepakatan dari hasil sinode,” kata Mgr Silvester seraya menegaskan bahwa dalam situasi tidak adanya persatuan atau persekutuan, “akan muncul pihak ketiga atau provokator yang merusak persekutuan, persaudaraan dan kedamaian.”

Terkait proses Pilkada yang akan datang, Mgr Silvester berpesan agar masyarakat memanfaatkan hak pilih dengan baik dan mimbar gereja tidak dipakai sebagai tempat untuk mempraktekkan politik praktis. “Meskipun tahun 2018 adalah tahun politik, namun kita tetap menjaga persaudaraan dan perdamaian di tengah masyarakat,” pesan Mgr Silvester.

Pada tahun yang sama pemerintah akan menjalankan agenda politik yakni pemilihan gubernur dan wakil gubernur dan menyebut 2018 sebagai Tahun Politik. Menurut Bupati Deno Kamelus, Tahun Politik dan Tahun Persekutuan “menjadi tantangan bagi pemerintah dan Gereja lokal, terutama bagaimana mewujudkan persekutuan di tengah peluang perbedaan pilihan politik.”

Untuk itu, Bupati mengharapkan agar Gereja, baik sebagai institusi, juga melalui pribadi para pemimpinnya, menjalankan peran profetisnya, sehingga masyarakat yang berbeda pilihan dalam politik mampu hidup dalam persekutuan yang utuh berlandaskan cinta kasih. “Tentang bagaimana langkah-langkah praktisnya, saya yakin para imam, biarawan-biarawati, dan tokoh umat yang hadir di sini pasti telah memikirkannya dengan baik,” kata Bupati Deno Kamelus.

Atas nama pemerintah, bupati berharap Gereja “membantu memberi pencerahan terkait ideal pemimpin yang dibutuhkan wilayah ini … sehingga yang nantinya terpilih adalah pemimpin kita, dan bukan pemimpin kami yang mewakili kelompok atau kepentingan tertentu.”(pcp berdasarkan laporan Komsos Ruteng, Tim Humas pro Manggarai dan Floresa.co)

Manggarai1

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini