Senin, Desember 23, 2024
26.1 C
Jakarta

Para uskup ajak umat pahami gagasan dan makna Pancasila dan mencintainya sebagai dasar negara

Konperensi Pers diberikan olek Ketua dan Sekjen KWI
Konferensi Pers sesudah Sidang KWI 2017 diberikan oleh Ketua KWI Mgr Ignatius Suharyo dan Sekretaris Jenderal KWI Mgr Antonius Subianto Bunjamin OSC. Foto Dokpen KWI

Di akhir sidang tahunan 2017, para uskup Indonesia mengeluarkan pesan yang memanggil Gereja untuk membangun tata dunia dan mengajak umat Katolik untuk semakin memahami gagasan dan makna Pancasila serta meyakini dan mencintainya sebagai Dasar Negara Indonesia.

Para uskup percaya, seperti ditulis dalam pesan yang dikeluarkan 16 November 2017, bahwa kehadiran Gereja Katolik menjadi lebih berarti kalau seluruh umat mengembangkan berbagai gerakan persaudaraan dan kemanusiaan untuk menciptakan perubahan yang baik bagi bangsa Indonesia.

Berikut ini PEN@ Katolik menurunkan keseluruhan isi pesan itu:

Pesan Sidang Panggilan Gereja Membangun Tata Dunia

Segenap umat Katolik yang terkasih,

Konferensi Waligereja Indonesia menyelenggarakan sidang tahunan pada tanggal 6-16 November 2017 di Jakarta. Sidang dimulai dengan hari studi yang mengangkat tema “Gereja Yang Relevan dan Signifikan: Panggilan Gereja Menyucikan Dunia.” Tema tersebut diolah dengan mendengarkan masukan para narasumber, didalami dalam diskusi kelompok, dipaparkan dalam rapat pleno, dan dilengkapi dengan catatan dari pengamat proses. Dengan hari studi itu, kami semakin menyadari panggilannya untuk ikut membangun tata dunia serta mengajak seluruh umat dan masyarakat untuk lebih memahami situasi kebangsaan saat ini, memperkuat suara kenabian Gereja di zaman sekarang, dan membangun kehidupan berbangsa yang lebih baik.

Gereja Katolik, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah bangsa Indonesia, diharapkan ikut merawat dan terlibat menentukan masa depan bangsa. Konsili Vatikan II dalam dokumen Apostolicam Actuositatem (AA), yang membahas tentang panggilan dan peran awam di tengah-tengah dunia, mengajak Gereja untuk tidak hanya menyampaikan warta tentang Kristus dan menyalurkan rahmat-Nya kepada umat, tetapi juga ikut meresapi dan menyempurnakan tata dunia dengan semangat Injili (bdk. AA. no. 5). Peran utama Gereja dalam menata dan membangun hidup bersama yang Pancasilais terletak di pundak kaum awam. Dokumen Gaudium et Spes (GS), yang berbicara tentang Gereja di dunia dewasa ini, menggarisbawahi bahwa secara khas kegiatan keduniawian menjadi wewenang kaum awam (bdk. GS. no. 43). Kaum awam yang hadir dalam berbagai kehidupan hendaknya menekuni bidang keahlian dan karya sampai menjadi profesional agar pelayanan mereka untuk masyarakat lebih bermutu. Dalam hal ini, para gembala umat diundang untuk mendampingi, menguatkan, dan memberi teladan lewat kerjasama dengan para tokoh pemerintah, agama dan adat. Para Uskup, imam, dan diakon diharapkan menaruh perhatian terhadap kaum awam dalam karya kerasulan mereka. Anggota lembaga hidup bakti, baik religius maupun sekuler,hendaknya juga berusaha ikut mengembangkan kegiatan-kegiatan kaum awam (bdk. AA. no. 25).

Kita bersyukur kepada Allah karena Bangsa Indonesia dianugerahi wilayah yang luas, kekayaan alam yang melimpah, dan keanekaragaman suku, ras, budaya, dan agama yang sangat indah. Kita berterima kasih kepada para pejuang dan pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah menyarikan kenyataan Indonesia tersebut dalam Pancasila dan dijadikan sebagai landasan hidup berbangsa dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Kendati demikian, kita menyayangkan keadaan akhir-akhir ini, di mana Pancasila dirongrong oleh radikalisme dan terorisme, serta kesatuan bangsa dicederai oleh sikap tidak toleran terhadap mereka yang berbeda keyakinan. Situasi itu diperparah oleh adanya politik yang menggunakan isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) untuk mencapai kepentingan tertentu dengan mengabaikan cita-cita kesejahteraan bersama, keadilan sosial, dan keluhuran martabat manusia. Kondisi ini kian memprihatinkan manakala kekayaan alam dikelola dan dinikmati segelintir golongan, tanah adat atau milik masyarakat dibeli dan dikuasai pengusaha tertentu dengan restu penguasa, kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia masih terjadi di mana-mana. Persoalan lain adalah derasnya perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain untuk membebaskan diri dari kemiskinan. Di samping membawa kemajuan, kehadiran mereka di daerah tujuan juga menimbulkan masalah lain seperti benturan antar suku, perebutan lahan kerja, dan  persengketaan tempat pemukiman.

Situasi bangsa seperti itu, tidak lepas dari kurangnya sosialisasi dengan metode yang tepat, kurangnya pengamalan nilai-nilai Pancasila, lemahnya keteladanan dan kepedulian sebagian para pemimpin, serta kurangnya keadilan sosial dan kesamaan di hadapan hukum. Disamping itu, perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat, membuat ideologi dan paham yang bertentangan dengan Pancasila mudah menyebar di masyarakat. Media sosial saat ini juga sering dipakai untuk melontarkan ujaran kebencian dan kebohongan yang dapat merusak sendi-sendi hidup bersama.

Menghadapi kenyataan tersebut, pemerintah mengambil sikap tegas dengan membuat beberapa kebijakan seperti membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) untuk membumikan dan memperkuat nilai-nilai Pancasila,  menetapkan UU No. 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, dan memblokir situs-situs yang terbukti menyebarkan ajaran, ajakan, dan paham yang bertentangan dengan Pancasila. Selain itu, pemerintah juga berusaha mengarusutamakan nilai-nilai Pancasila dan kebinekaan dalam berbagai kegiatan kenegaraan dan kemasyarakatan dengan mempercepat pembangunan di daerah pinggiran. Pembuatan jalan, irigasi, bandara, dan pelabuhan di berbagai daerah yang dapat memajukan perekonomian daerah adalah langkah nyata Pemerintah untuk mewujudkan keadilan sosial. Meskipun begitu, pembangunan di daerah, khususnya di perbatasan hendaknya tetap melindungi masyarakat setempat, agar pembangunan tidak hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu.

Saudara-Saudari terkasih,

Gereja Katolik harus terus membuka diri untuk membangun dialog dengan agama lain yang didasari ketulusan. Dialog ini penting untuk membangun sikap saling mengenal satu sama lain, meruntuhkan berbagai kecurigaan, dan mengikis fanatisme agama. Dengan dialog, Gereja ingin meneruskan misi Tuhan yaitu merobohkan tembok-tembok pemisah dan membangun jembatan persahabatan dengan semua orang demi terwujudnya persaudaraan sejati yang mengarah pada hidup bersama yang lebih damai dan tenteram.

Persaudaraan ini diperkuat dengan melakukan kegiatan kekeluargaan dan kemanusiaan seperti silaturahmi saat perayaan hari besar keagamaan, bakti sosial lintas iman, pertemuan rutin para tokoh lintas agama, dan keterlibatan aktif dalam berbagai kegiatan masyarakat. Gereja Katolik dapat memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk memperkuat persaudaraan dengan mewartakan ujaran dan ajaran kasih dan pengalaman persaudaraan dalam perbedaan.

Gereja Katolik di Nusantara hadir lewat  pendidikan, pelayanan kesehatan, dan tindakan amal-kasih. Saat ini, wajah Gereja dalam bidang-bidang tersebut ingin terus di tampilkan dengan meningkatkan mutu pelayanan bagi semua orang. Dengan pendidikan, Gereja dapat menanamkan nilai-nilai Pancasila di kalangan anak-anak dan kaum muda hingga mereka makin baik dan benar memahami gagasan Pancasila dan makna nilai-nilainya, sehingga mau dan mampu membuat gerakan bersama yang memperkuat persaudaraan. Dengan karya kesehatan, Gereja ikut meningkatkan kesehatan masyarakat, melayani semua lapisan masyarakat terutama mereka yang miskin, dan mengembangkan persaudaraan lintas suku, agama, dan golongan. Di sinilah bersama semua pihak yang berkehendak baik, kita makin meningkatkan tindakan amal kasih demi kesejahteraan bersama.  Disamping tiga bidang pelayanan tersebut, para pemimpin Gereja tetap harus berani bersuara untuk membela masyarakatnya, khususnya masyarakat adat yang hak-haknya atas tanah dan budaya sering kurang diperhatikan.

Saudara-Saudari terkasih,

Peran hierarki sangat penting dalam mendukung kaum awam agar lebih berani mengambil peran-peran sosial dan politik sebagai lahan pewartaan Kabar Gembira dan menghidupi nilai-nilai Pancasila. Tahun 2018 akan diselenggarakan Pemilihan Kepala Daerah  serentak di 171 daerah dan tahun 2019 akan berlangsung Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden. Dalam konteks agenda politik seperti itu, hierarki diharapkan hadir untuk membimbing umat agar tidak mudah terpecah-pecah oleh pilihan politik yang berbeda, tahan terhadap berbagai kampanye yang berbau SARA, dan mendorong kaum awam yang mempunyai kemampuan ikut dalam pertarungan politik tersebut. Semakin banyak orang Katolik yang berkomitmen menjadi pejabat negara atau pejabat publik yang berkualitas, serta berani mengambil kebijakan berdasarkan nilai-nilai Pancasila demi kesejahteraan masyarakat umum, peran Gereja Katolik untuk Indonesia kian nyata.

Kami mengajak Saudara-Saudari untuk semakin memahami gagasan dan makna Pancasila serta menyakini dan mencintainya sebagai Dasar Negara Indonesia. Marilah kita mengembangkan berbagai gerakan persaudaraan dan kemanusiaan untuk menciptakan perubahan yang baik bagi bangsa Indonesia. Dengan terlibat aktif dalam berbagai gerakan bersama yang mengembangkan sikap terbuka dalam hidup beragama, memperkuat Bhinneka Tunggal Ika, membangkitkan semangat bermusyawarah, dan mewujudkan keadilan sosial, kehadiran kita menjadi lebih berarti. Semoga dengan demikian, kita membangun Indonesia menjadi semakin sesuai dengan kehendak Allah. Itulah bagian dari panggilan kita untuk menyempurnakan tata dunia. Tuhan memberkati!

Misa Penutup
Misa Penutupan Sidang Tahunan KWI 2017 di Gereja Stasi Santo Andreas Kim Tae Gon, Kelapa Gading, 16 November 2017. Foto Dokpen KWI

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini