PEKAN BIASA XXXI (H)
Santa Teoktista; Santo Klaudius, dan kawan-kawan. Martir.
Bacaan I: Rm. 13:8-10
Mazmur: 112:1-2.4-5.9; R: 5a
Bacaan Injil: Luk. 14:25-33
Pada suatu kali banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. Sambil berpaling Ia berkata kepada mereka: ”Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, istrinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.
Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu?Supaya jikalau ia sudah meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya, jangan-jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia, sambil berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikannya. Atau, raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang? Jikalau tidak, ia akan mengirim utusan selama musuh itu masih jauh untuk menanyakan syarat-syarat perdamaian. Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.”
Renungan
Mengapa kita menjadi Katolik? Setiap orang punya motivasi dan kisahnya sendiri. Ada yang karena iman orangtuanya alias dibaptis sejak bayi, ada yang karena ketertarikan pada ajaran iman Katolik, ada yang karena perkawinan, dan sangat mungkin juga ada yang karena ikut-ikutan.
Hari ini kedua bacaan mengajak kita untuk merenungkan kembali motivasi dan tujuan kita menjadi pengikut Kristus. Dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus menegaskan apa yang menjadi pusat dari jalan kemuridan, yaitu mengikuti jejak-Nya. Mengikuti jejak Kristus berarti menghidupi sikap lebas bebas dan setia memikul salib. Dalam bacaan pertama, St. Paulus menambahkan kasih sebagai roh utama hidup kita. Maka, apa pun yang menjadi motivasi atau alasan di balik baptisan yang kita terima, kita diundang untuk berkembang dan bertumbuh menjadi murid Kristus yang semakin baik.
Apa yang dikatakan Tuhan Yesus dan refleksi St. Paulus menjadi tantangan bagi kita: Apakah kita berani menjadi murid sejati penuh kasih yang lepas bebas dan setia? Mungkin dahulu ada yang menjadi murid Yesus karena ikut suami atau istri, tetapi Yesus mengajak kita tidak berhenti pada apa yang ada masa lalu, untuk terus berjalan mengikuti jejak-Nya, semakin dekat dan semakin setia supaya hidup kita berbuah limpah.
Tuhan Yesus yang baik, tuntunlah aku menjadi murid yang setia mengikuti jejak-Mu supaya aku semakin menyerupai Engkau dan menjadi kabar gembira bagi sesama. Amin.
Renungan Ziarah Batin 2017