Panggilan sebagai imam ibarat suatu ‘karya seni’. Untuk merawat karya seni itu, ia tidak bermain api. Alasannya, semua ‘karya seni’ umumnya menjauhkan sumber api, sehingga tidak membahayakan. Karena itu, untuk merawat panggilan harus menjauhkan api itu.
Pastor Simon Petrus Lily Tjahjadi Pr yang bertugas sebagai Rektor Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkaya Jakarta berbicara dalam homili Misa untuk merayakan HUT ke-25 tahbisan imamatnya bersama Pastor Yohanes Hadi Suryono Pr di Paroki Santo Laurensius Alam Sutra, Tangerang Selatan.
Jika panggilan dirawat dengan baik, “maka panggilan itu bisa menjadi inspirasi bagi orang lain,” lanjut Pastor Simon yang bersama Pastor Hadi, sebagai kepala paroki itu, menjadi konselebran dalam Misa 20 Agustus 2017, yang dipimpin Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo.
Konselebran lain adalah Vikjen Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) Pastor Samuel Pangestu Pr dan enam imam tamu. Sebanyak 25 imam dari berbagai paroki di KAJ juga hadir bersama sekitar 2000 umat.
Panggilan hidup imam, lanjut Pastor Simon, sejatinya sama dengan panggilan suci lainnya. “Seperti kehidupan berkeluarga. Jika salah seorang pasangan ‘bermain api,’ biasanya api itu dapat membawa bahaya yang fatal, maka pilihannya adalah janganlah bermain api.”
Sebelumnya, kedua imam yang merayakan pesta perak imamat itu mengatakan bahwa panggilan hidup sebagai imam adalah Rahmat Tuhan yang diterima oleh seseorang untuk mengupayakan kehidupan yang baik, “maka panggilan itu dirawat sehingga dijalani dengan sebaik-baiknya.”
Pada kesempatan yang sangat berbahagia ini, lanjut mereka, “kami yang merayakan Hari Ulang Tahun ke-25 menaikkan rasa syukur kepada Tuhan atas Rahmat Imamat yang diberikan kepada kami, dan kami juga berterima kasih kepada seluruh umat yang ikut mendoakan kami sehingga kami tetap tetap menanggapi panggilan Tuhan dengan setia menjalani hidup sebagai imam.”
Selama tiga tahun terakhir Pastor Hadi mendapat tugas sebagai Kepala Paroki Santo Laurensius Alam Sutra. Sebelumnya, imam itu bertugas di Paroki Matias Rasul Bojong, Paroki Jati Bening, dan kemudian 14 tahun di Paroki Cilangkap.
Selain sebagai ‘pengajar’ atau membina umat yang digembalakannya, jelas Pastor Hadi, dia sekaligus belajar bersama umat Katolik dalam tugas pelayanan pastoralnya. “Jadi bukan hanya mengajar, melainkan dalam semangat menumbuhkan iman bersama umat. Tapi, saya juga harus dikiritik dalam menjalankan tugas sebagai imam,”’ kata imam itu. (Konradus R Mangu)