Home OMK OMK diajak hidupi Pancasila untuk hadapi badai kebencian di medsos yang merusak...

OMK diajak hidupi Pancasila untuk hadapi badai kebencian di medsos yang merusak kesatuan

0

IMG_7407

Di pelataran Gereja Santa Theresia Bongsari, Semarang, terdengar seruan, “Kalau bangsa Indonesia ini rumah, Pancasila ini pondasinya. Jadi, kalau berdiri di rumah, kita harus paham pondasi kita ini nilai-nilainya apa.”

Seruan untuk anak muda itu diungkapkan anggota DPRD Kabupaten Purworejo Dion Agasi Setiabudi dalam Sarasehan Revitalisasi Pancasila di pelataran gereja itu 19 Agustus 2017. Seruan itu disampaikan untuk mengajak anak muda supaya peduli dan menghidupi nilai-nilai Pancasila, karena maraknya ujaran kebencian di media sosial yang banyak dipakai anak muda.

“Kalau kita buka media sosial, ini bagaikan melihat badai ujaran kebencian, hembusan isu sektarian,” yang katanya, “bisa merusak persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.” Untuk mengatasi hal itu, revitalisasi Pancasila harus dilakukan dengan “menggali kembali nilai-nilai Pancasila guna menangkal perpecahan bangsa.”

Terhadap upaya sekelompok orang yang ingin mengganti Pancasila, Dion mengajak semua orang untuk peduli, silent majority bangkit, dan keluarga berperan dalam pendidikan Pancasila. “Kita mengubah dari keluarga terlebih dahulu, dari lingkungan sekitar kita. Tidak perlu muluk-muluk mengubah satu Indonesia,” katanya dalam acara yang dimeriahkan dengan pentas seni itu.

Tedi Kholiludin membenarkan, Pancasila tidak cukup hanya dihafal namun butuh keteladanan. “Kita butuh orang yang bisa menjadi contoh perbuatan yang Pancasila itu, yang seperti apa,” kata Tedi menyinggung perlunya kejelian membaca sejarah yang berisi tokoh-tokoh yang menghayati Pancasila. “Para founding fathers mengajarkan perbuatan yang Pancasilais itu!”

Dosen yang bergerak dalam komunitas lintas agama itu mengapresiasi pemikiran Nicolaus Driyarkara SJ mengenai Pancasila. “Kalau membaca tulisan-tulisan Driyarkara terutama yang berkaitan dengan Pancasila, akan sangat beruntung sekali bertemu dengan pikiran-pikiran orisinil, yang keluar dari intelektual Katolik tentang bagaimana menafsirkan Pancasila,” katanya.

Yang menarik dari pemikiran Driyarkara, menurut Tedi, adalah manusia bukan homo homini lupus sebagaimana pernah dikatakan Thomas Hobes, namun manusia adalah homo socius. “Ini saya kira menarik sekali di tengah derasnya upaya menegasikan manusia satu dengan manusia lain,” katanya.

Tedi tertarik pada pemikiran Driyarkara yang mencoba menafsirkan Pancasila dimulai dari sila kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Menurutnya, kalau track-nya adalah kemanusiaan yang adil dan beradab, itu akan membuat banyak pihak bertemu.

Melihat Gereja Katolik mempunyai kontribusi luar biasa terhadap Indonesia, Tedi mengajak OMK supaya kembali belajar tentang Pancasila, kebangsaan atau kemanusiaan pada tokoh-tokoh Katolik seperti Mgr Albertus Soegijapranata dan Driyarkara. “Pergilah ke ruang arsip itu, pergilah ke ruang perpustakaan itu, baca apa yang dilakukan, apa pikiran-pikiran Romo Driyarkara,” ajaknya.

Dengan bertemu dan “ngobrol” tentang Pancasila menurut guru-tokoh masing-masing, Tedi yakin, semangat kemanusiaan akan bertemu. “Kita punya dasar bahwa ternyata Gus Dur bilang Pancasila itu Qurani kok, ternyata Romo Driyarkara bilang Pancasila itu sangat manusiawi. Kenapa kita tidak mencoba mencari narasi-narasi sederhana tetapi sesungguhnya sangat-sangat berbekas sekali ketimbang nonton TV, ketimbang nonton medsos yang isinya hate speech, ujaran kebencian, saling menistakan, dan saling menegasikan,” katanya.

Rukma Setiabudi mengatakan, sejarah membuktikan hanya dengan Pancasila Indonesia bersatu. “Bung Karno sendiri memahami, menggali Pancasila dari bangsa kita, yang sudah ada di masyarakat. Jadi bukan diciptakan, tapi sudah ada. Tinggal digali dan disampaikan.”

Menurut ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah itu, Pancasila tidak hanya dimengerti dalam pikiran namun dirasakan dalam hati.  “Untuk memahami itu, untuk mengerti, untuk bisa mempunyai rasa itu tidak sekadar didapat di bangku sekolah. Tidak mungkin. Nah, inilah yang harus dipahami, Pancasila betul-betul asli bangsa kita, Pancasila mampu menyatukan segalanya,” katanya di depan komunitas lintas agama dan masyarakat sekitar.(Lukas Awi Tristanto)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version