Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menganggap perlu memberi tanggapan terhadap pemberitaan di media online Tribunnews.com dengan judul “Ketua KWI: Kenapa Sekolah Lima Hari Harus Dipermasalahkan?”
Terkait pertemuan para uskup dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendi pada Jumat, 25 Agustus 2017, dalam berita itu dinyatakan bahwa Ketua KWI Mgr Ignatius Suharyo “mempertanyakan kenapa banyak kritik tajam yang diarahkan kepada kebijakan Kemendikbud” terkait full day school atau lima hari sekolah (LHS).
Guna menghindari kesalahpahaman, KWI mengeluarkan edaran, berisi beberapa poin yang perlu diklarifikasi, yang ditandatangani oleh Sekretaris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia Pastor Siprianus Hormat Pr di Jakarta, 26 Agustus 2017, seperti yang dibagikan oleh website KWI mirifica.net.
Poin-poin itu:
Pertama, adalah benar bahwa pada hari ini, Jumat, 25 Agustus 2017, Mendikbud Muhadjir mengunjungi kantor KWI. KWI tentu sangat senang dengan adanya inisiatif Mendikbud menggelar pertemuan tersebut.
Kedua, yang dibicarakan dalam pertemuan selama sekitar satu jam itu adalah tentang penguatan pendidikan karakter. Menteri Muhadjir memberi apresiasi terhadap sekolah-sekolah Katolik yang mempunyai budaya pendidikan karakter yang kuat. Karena itu, ia menyatakan ingin menimba inspirasi dari pola pendidikan yang diterapkan oleh sekolah-sekolah Katolik. Ia juga mengakui bahwa umat Katolik telah memberikan kontribusi nyata dalam pendidikan nasional melalui berbagai lembaga pendidikan yang berpengalaman dan memiliki reputasi baik dalam bidang pendidikan karakter.
Ketiga, KWI mengafirmasi dan menegaskan bahwa sekolah-sekolah Katolik memang memberi prioritas pada pendidikan karakter, dengan nilai-nilai yang sejalan dengan Pancasila. KWI mengatakan, salah satu yang dihidupi di sekolah-sekolah Katolik adalah tradisi live in, yang bertujuan membentuk kepekaan sosial dan moral peserta didik. KWI juga mengapresiasi visi misi Kemendikbud tentang penguatan pendidikan karakter, karena hal itu juga sejalan dengan visi misi pendidikan Katolik. KWI juga bersyukur karena dalam pertemuan itu mendapat pencerahan terkait visi misi penguatan pendidikan karakter oleh Kemendikbud, dengan lima nilai utama, yakni religius, nasionalis, kemandirian, integritas dan gotong royong.
Keempat, dalam pertemuan itu, Mgr Ignatius Suharyo tidak menyampaikan bahwa KWI mendukung kebijakan full day school atau LHS. Memang, Mendikbud sempat menjelaskan bahwa ada kesalahpahaman dalam menilai kebijakan LHS. Namun, KWI tidak menanggapi dengan menyatakan mendukung LHS itu, sebagaimana ditulis dalam berita tribunnews.com. Kepada media yang setelah pertemuan menanyakan kepada Mgr Suharyo terkait kebijakan itu, ia menyampaikan jawaban berikut: Pertama, sudah dijelaskan oleh menteri bahwa sekolah lima hari itu tidak akan diwajibkan. Kedua, nyatanya sudah banyak sekolah yang menjalankan itu. Ketiga, jangan disamaratakan Jakarta dengan daerah lain yang keadaannya sangat berbeda. Dalam konteks demikian, logikanya adalah tidak ada dukung-mendukung terhadap LHS dalam pertemuan itu. Rasanya masih banyak hal yang harus dijernihkan mengenai rencana ini.
Kelima, pada prinsipnya, KWI mendukung kebijakan pemerintah, yang substansinya adalah mendorong terwujudnya tujuan pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan bangsa, khususnya yang berkaitan dengan visi pendidikan dan pendidikan karakter yang menjadi bahan utama pertemuan itu.(pcp)