26.7 C
Jakarta
Friday, April 19, 2024

MENCARI TUHAN (yang bangkit), Oleh Pastor Yohanes Robini Marianto OP

BERITA LAIN

More

    The Resurrection, by Carl Heinrich Bloch (1834-1890)

    RENUNGAN MALAM PASKAH

    Pertanyaan sederhana: “Kamu (Gereja) khotbah Yesus bangkit. Itu baik kami percaya. Namun itu peristiwa 2000 tahun yang lalu. Kami bagaimana? Apakah kami bisa mengalami seperti para wanita dan Rasul? Kalau bisa; di mana kami bisa bertemu dengan-Nya?”

    Bertemu dengan Yesus yang bangkit, menurut Matius di dalam Injil-Nya, mengandaikan pernah kenal Dia sebelumnya. Matius jelas mengingatkan para wanita ketika menemukan kubur yang kosong dikaitkan dengan apa yang telah Ia katakan sebelum Ia wafat. Matius ingin mengatakan dua hal kalau mau selalu bergaul dengan Yesus, maka kamu akan ingat kata-Nya. Kebangkitan tidak akan dialami dan dimengerti lepas dari pergaulan dengan Yesus sebelum kebangkitan-Nya. Itu berarti pengalaman dan pertemuan dengan Yesus yang bangkit bukan iman dadakan. Ia mengandaikan pergaulan, mendengarkan, dan akhirnya mengerti dan melihat atau bertemu. Maka kalau ingin bertemu dengan Yesus yang bangkit tidak bisa datang hanya misa Natal-Paskah (iman Napas) dan “datang dengan fisik ke jemaat; tetapi tidak dengan hati.” Mengalami kebangkitan mengandaikan pergaulan yang intens dengan Dia.

    Lalu di manakah persisnya mengalami Yesus yang bangkit?

    Paulus mempunyai jawaban yang mengejutkan kita. Dia mengatakan bahwa semua orang yang telah dibaptis sebenarnya di dalam kematian dan dibangkitkan di dalam kebangkitan-Nya. Paulus bukan hanya bilang kita bisa bertemu dengan Yesus yang bangkit di dalam pembaptisan; melainkan kita sudah masuk di dalam kebangkitan-Nya. Jadi melalui pembaptisan kita ini sekaligus bertemu dan di dalam Dia yang bangkit. Di sini persoalannya. Kita manusia mau melihat dengan indera mata supaya percaya; padahal kebangkitan itu bukan persoalan inderawi saja melainkan kita sudah di dalamnya. Ini artinya apa?

    1. Susah untuk melihat sesuatu di dalam diri kita; apalagi kita termasuk di dalamnya. “Bagaimana membuktikan kita ini hidup padahal kita ini belum mati? Kita ini de fakto hidup. Bagaimana bisa buktikan kalau orang tanya untuk membuktikan kita hidup? Lihat saja dan alami saja bahwa saya ini di depanmu dan masih hidup!” Maka membuktikan sesuatu di mana kita termasuk di dalamnya tidak bisa dilakukan. Lalu bisanya apa? Bisanya bercermin; atau orang lain menilai. Kamu yakin saya masih hidup karena saya masih di depan kamu. Kalau saya meninggal; maka saya tidak akan di depan kamu dan sudah terbaring di peti mati dan atau sudah masuk liang kubur. Kamu tidak akan melihat saya berdiri di depan kamu lagi. Lagian, saya masih bisa melakukan sesuatu tindakan yang khas untuk orang hidup: bicara langsung tatap muka, makan-minum, bicara tatap muka dll. Maka untuk mengenal dan bertemu Yesus yang bangkit itu adalah dari “Bagaimana orang melihat kita:” apakah mereka menemukan Yesus yang bangkit di dalam hidup kita. Apakah tindakan kita mencerminkan bahwa kita hidup di dalam Yesus yang bangkit? Apakah menjadi Kristen itu ada perbedaan dengan yang tidak Kristen karena kita yang dibaptis hidup di dalam terang kebangkitan Tuhan? Apakah baptisan membuat perubahan di dalam hidup kita? Kalau tidak; maka kebangkitan Tuhan tidak bisa kita alami dan kita lihat.
    1. Hal ini membawa kita kepada persoalan iman dan keyakinan: apakah pembaptisan menurut kita betul-betul kita yakini dan kita hidupi sebagai “hidup di dalam kebangkitan Tuhan?” Apakah menurut kita menjadi orang Kristen itu ada beda tidak? Kalau kata Paulus kita harus “mencari perkara di atas.” Kalau kita mencari perkara di bawah pasti tidak akan kena. Iman itu harus dihidupi dengan keyakinan; dan bukan sekedar nama. Para serdadu melihat kebangkitan Tuhan dan mengalami kebangkitan secara dahsyat. Namun mereka tetap tidak percaya! Lalu apa artinya melihat langsung kalau tidak ada arti dan efek?

    Iman itu persoalan keyakinan dan dari keyakinan menghidupi maka akan kelihatan efeknya. Hidup orang Kristen yang benar dan “mencari perkara di atas,” itu pasti mewahyukan di balik hidupnya sebuah misteri; yaitu keyakinan dan perjumpaan dengan Tuhan yang bangkit. Kalau Gereja sendiri tidak meyakini dan menghidupi terang kebangkitan maka pasti Gereja pun tidak akan mengalami kebangkitan Tuhan. Kebangkitan Tuhan itu bukan sebuah “benda” yang bisa dimasukkan ke laboratorium untuk diteliti obyektivitasnya dan setelah itu diumumkan hasilnya. Kebangkitan Tuhan itu sesuatu yang melingkupi kita dan kita di dalamnya berkat sakramen baptis. Maka kalau mau mengalaminya: hiduplah sesuai dengan baptisan yang kita terima; maka kita akan bertemu dengan Tuhan yang bangkit.

    Untuk tahu kita masih hidup bukanlah dibuktikan di lab; melainkan dihidupi, dilakoni dan dijalankan selayaknya orang hidup dan kita dan orang lain akan betul-betul tahu kita masih hidup. Kalau kita masih hidup tetapi bertingkah layaknya orang mati; bagaimana bisa kita yakin kita masih hidup dan orang lain yakin kita masih ada? Mungkin secara fisik kita belum dikubur; tetapi orang lain akan mengatakan “Dia masih hidup; tetapi sebenarnya sudah tidak bernyawa lagi! Semangat hidupnya tidak ada!”

    Kebangkitan Tuhan itu untuk dihidupi karena de fakto kita sudah di dalamnya. Maka itu bukan dibuktikan secara obyektif; tetapi diyakini dan dilakoni sehingga apa yang didalam memancar keluar dan kita bertemu dengan Dia yang bangkit. Selamat Paskah 2017.***

     

    Artikel sebelum
    Artikel berikut

    RELASI BERITA

    Tinggalkan Pesan

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    - Advertisement -spot_img

    BERITA TERKINI