PEKAN BIASA V (H)
Santo Rikardus; Santa Koleta; Santo Gioivanni Triora
Beato Anselmus Polanco; Beata Rosalie Rendu
Bacaan I: Kej. 1:20–2:4a
Mazmur: 8:4–5.6–7.8–9; R: 2a
Bacaan Injil: Mrk. 7:1–13
Pada suatu kali serombongan orang Farisi dan beberapa ahli Taurat dari Yerusalem datang menemui Yesus. Mereka melihat, bahwa beberapa orang murid-Nya makan dengan tangan najis, yaitu dengan tangan yang tidak dibasuh. Sebab orang-orang Farisi seperti orang-orang Yahudi lainnya tidak makan kalau tidak melakukan pembasuhan tangan lebih dulu, karena mereka berpegang pada adat istiadat nenek moyang mereka; dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya hal mencuci cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga. Karena itu orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu bertanya kepada-Nya: “Mengapa murid-murid-Mu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi makan dengan tangan najis?” Jawab-Nya kepada mereka: “Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia.” Yesus berkata pula kepada mereka: “Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri. Karena Musa telah berkata: Hormatilah ayahmu dan ibumu! dan: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya harus mati. Tetapi kamu berkata: Kalau seorang berkata kepada bapanya atau ibunya: Apa yang ada padaku, yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk korban—yaitu persembahan kepada Allah—, maka kamu tidak membiarkannya lagi berbuat sesuatu pun untuk bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadat yang kamu ikuti itu. Dan banyak hal lain seperti itu yang kamu lakukan.”
Renungan
Kita bisa segera tertarik pada penampilan lahiriah dan apa yang kasat mata. Kita tergiur pada penampilan yang menarik, pakaian perlente, wajah rupawan, atau tutur-kata memikat. Namun, ujung-ujungnya kita tertipu karena apa yang tertampil dan terlihat tidak selaras dengan maksud dan isi hati.
Memang tidak mudah menjadi dan menemukan orang yang jujur dan apa adanya. Situasi hidup terkadang menuntut kita untuk jadi orang munafik. Kejujuran dan keterbukaan kerap kali berisiko besar. Karena jujur dan apa adanya; bisa jadi kita di-PHK, dikucilkan, bahkan dibunuh.
Kondisi itu bisa memaksa kita untuk hidup munafik dan palsu. Kita memilih hanyut dalam pusaran korupsi atau ikut arus penipuan supaya merasa “aman dan nyaman”.
Yesus sangat menentang kepalsuan. Ia menegur keras orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang munafik. Yesus menolak sikap sok suci dan sok taat, padahal membebani dan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Sebaliknya, orang jujur dan asli adalah kekasih Allah. Mereka akan nyaman dan aman dalam kasih-Nya selama-lamanya.
Ya Allah, ampunilah dosa dan kepalsuanku. Tumbuhkanlah kejujuran dan kemurnian di dalam hatiku karena aku ingin Engkau cintai. Amin.