Senin, Desember 23, 2024
29.1 C
Jakarta

Rabu, 1 Februari 2017

Jesus-in-Synagogue

PEKAN BIASA IV (H)

Santa Brigida; Santo Severus; Beata Marie Anne dan Odile

Bacaan I: Ibr. 12:4–7.11–15

Mazmur: 103:1–2.13–14.17–18a; R: 17

Bacaan Injil: Mrk. 6:16

Pada suatu ketika, Yesus tiba kembali di tempat asal-Nya, sedang murid-murid-Nya mengikuti Dia. Pada hari Sabat Ia mulai mengajar di rumah ibadat dan jemaat yang besar takjub ketika mendengar Dia dan mereka berkata: “Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mukjizat-mukjizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya.” Ia tidak dapat mengadakan satu mukjizat pun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka. Ia merasa heran atas ketidakpercayaan mereka.

Renungan

Yesus ditolak di kalangan saudara dan keluarga-Nya. Kewibawaan-Nya sebagai Allah belum mendapat tempat di hati mereka. Misi Yesus di tengah orang terdekat-Nya masih menghadapi tantangan.

Dalam mendidik murid-murid-Nya, Yesus juga mengenalkan tantangan dan cobaan-cobaan. Para pengikut-Nya diajak menapaki jalan susah dalam rangka mewartakan Kerajaan Allah. Kesulitan diperkenalkan-Nya sebagai keniscayaan. Kesetiaan mereka kepada Yesus dan ketekunan menghadapi aneka masalah akan menjadikan mereka sebagai murid yang dikasihi-Nya.

Pada masa kini, kita kerap kali menghindari tantangan dan menolak susah. Kesulitan dan cobaan hanya dipandang sebagai penghambat tujuan semata. Sebaliknya, kemudahan dan kesenangan dipakai sebagai syarat dalam mencapai tujuan hidupnya. Padahal segala sesuatu yang bernilai biasanya sulit diraih. Cita-cita yang luhur menuntut kerja keras, daya juang, dan daya tahan dalam meraihnya.

Yesus adalah teladan kita saat menderita. Ia bukan saja mengalami tantangan dari kalangan sanak kerabat-Nya, orang Farisi atau ahli Taurat, tetapi juga telah menderita sengsara dan wafat di kayu salib. Jalan salib itu Yesus tapaki untuk membuktikan kesetiaan kepada Bapa-Nya dan kecintaan-Nya kepada manusia.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini