Cuaca sudah mulai gelap karena matahari sudah tertutup awan hitam pekat tanda mau hujan. Cuaca itu tidak menghalangi sekelompok orang untuk berarak menuju pemakaman para suster dari Kongregasi Suster-Suster Santo Dominikus di Indonesia di Baros, Cimahi, Jawa Barat.
Sambil berdoa Rosario, para Dominikan Awam dari Jakarta dan para aspiran Dominikan Awam dari Cimahi berarak meninggalkan Biara Santa Maria menuju pemakaman itu dan di sana mereka berdoa bersama para suster OP di depan 30 makam para suster OP sambil memohon indulgensi untuk arwah anggota Ordo Pewarta atau Dominikan (OP) dan semua orang beriman termasuk keluarga mereka.
Secara khusus mereka menyebut nama-nama keluarga dan kerabat mereka yang sudah meninggal serta nama-nama para suster OP Indonesia yang sudah dipanggil Tuhan dan terbaring di makam itu, khususnya Suster Maria Agnetta OP yang meninggal 100 hari yang lalu.
Mereka pun memohon perantaraan Bunda Maria dengan mendoakan Rosario Peristiwa Mulia, dan tengah doa itu mereka pun meninggalkan pemakaman sambil berdoa Rosario menuju kapel biara, ditemani angin kencang dan daun-daun yang berjatuhan dari pepohonan di sekitar pemakaman itu.
Hujan pun turun dengan deras ketika mereka memasuki kapel. Bersama para suster mereka memanjatkan ofisi untuk orang meninggal dengan madah, mazmur, bacaan, kidung Maria, doa permohonan, Bapa Kami, lagu Salam Ya Ratu, dan Berkat Dominikan.
Guna menyempurnakan untaian kasih Dominikan Awam, aspiran Dominikan Awam, para suster OP serta umat lingkungan rohani tempat biara itu berada, mereka merayakan Misa di kapel biara Santa Maria.
Kepala Paroki Santo Ignatius Cimahi Pastor Yohanes Djino Widyo Suhardjo OSC menguraikan dalam homili tentang persekutuan aktif dan kehidupan abadi. “Upacara kematian dan doa bagi orang meninggal dilakukan karena persekutuan dan karena ajakan supaya memikirkan hidup abadi,” kata imam itu.
Juga diingatkan, upacara di seputar kematian bukanlah ibadat penghiburan atau sengaja menghibur orang yang hidup. “Orang Katolik tidak melaksanakan ibadat penghiburan melainkan Doa Rosario dan Misa Requiem. Kita boleh mengatakan penghiburan, tetapi intinya tidak ada penghiburan melainkan untaian kasih kepada yang meninggal. Doa bapak ibu diuntai seperti Doa Rosario, semua doa umat beriman adalah untaian kasih untuk orang yang meninggal,” jelas imam itu.
Pastor Widyo juga menjelaskan bahwa dalam kaca mata Katolik, kematian bersifat positif, karena untuk melihat Allah orang harus mati atau tanpa kematian tidak mungkin orang melihat Allah. “Kematian bukan hal mengerikan, kematian jusru dilihat sebagai pintu masuk ke dalam hidup abadi,” kata imam itu.
Selain menegaskan bahwa Gereja Katolik mengajarkan Api Penyucian dan umat Katolik percaya akan Persekutuan Para Kudus, Pastor Widyo mengatakan, “umat Katolik dapat menolong atau menguduskan arwah orang beriman di Api Penyucian melalui doa-doa khususnya di dalam Ekaristi. Misa yang bapak ibu hadiri ini adalah untaian kasih untuk menyempurnakan mereka yang berada di Api Penyucian.”
Hujan tetap berjatuhan selama Misa bahkan di saat makan malam bersama dan pulang meninggalkan biara itu. Namun, Koordinator Dominikan Awam Indonesia Theo Atmadi OP merasa bangga karena untaian kasih bagi arwah orang yang meninggal tak henti-hentinya diungkapkan oleh Dominikan Awam.
Doa Indulgensi Dominikan Awam itu sudah menjadi tradisi Dominikan Awam bersama para suster OP di Cimahi sejak lima tahun lalu di setiap awal November, “namun peristiwa 9 November 2016 itu merupakan salah satu acara dalam agenda kegiatan Yubileum 800 Tahun Ordo Pewarta, khusus di Indonesia.”
Bahkan untaian kasih yang konkret dengan para suster OP di Biara Cimahi pun semakin lama semakin terjalin dan mendalam. “Para suster menyiapkan tempat, bunga, dan sebagainya, dan kami awam menyiapkan hati dan doa, lalu kami berdoa bersama, terutama untuk arwah anggota ordo yang sudah meninggal, juga arwah para orangtua, kerabat dan sahabat-sahabat, serta mereka yang belum atau jarang didoakan,” kata Theo Atmadi OP. (paul c pati)