Home OMK OMK berikrar bangun dialog tanpa diskriminasi dan lakukan aksi nyata

OMK berikrar bangun dialog tanpa diskriminasi dan lakukan aksi nyata

0

 iyd6

“O Sobat, slamat tinggal … “ Terdengar lengking suara seorang perempuan di antara 12 pasang orang muda yang menyanyikan lagu itu dalam lenggang lenggok Tari Jajar dan gerakan jari-jari membentuk hati. Tarian khas kaum muda Keuskupan Manado itu menjadi penampilan terakhir dalam acara penutupan Indonesian Youth Day (IYD) 1-6 Oktober 2016 di Amphitheater Emmanuel, Lotta, Sulawesi Utara, dan tepuk tangan riuh OMK se-Indonesia “menahan sedih” membahana memenuhi amphitheater itu.

Pentas Seni Perwakilan Regio Gereja Katolik Indonesia pada Malam Budaya Penutupan Indonesian Youth Day Manado 2016 bertema “Orang Muda Katolik: Sukacita Injil di Tengah Masyarakat Indonesia yang Majemuk” menjadi kesan tersendiri yang susah dilupakan oleh 2459 OMK dari 37 keuskupan di Indonesia dan dari Keuskupan Agung Kota Kinabalu, Malaysia.

Ketua Komisi Kepemudaan KWI Mgr Pius Riana Prapdi lalu menerima Salib IYD dari seorang OMK dan berdoa “Kami menyembah Dikau Ya Tuhan dan bersujud kepada-Mu” dan seluruh peserta termasuk 22 uskup lainnya, serta 149 imam, serta biarawan-biarawati, para pendamping awam, serta semua anggota panitia menjawab “Karena dengan Salib Suci-Mu Engkau telah menebus dunia.”

Setelah doa itu terucap tiga kali, dengan Salib IYD itu Mgr Pius Riana Prapdi memberi berkat pengutusan dengan mengatakan, “Orang Muda Katolik Indonesia, pergilah, jadikanlah semua orang, seluruh alam ciptaan menjadi anggur murni dengan membawa tanda kemenangan Kristus, Dalam Nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus. Amin.”

Lalu terdengarlah pekikan MC Jelly Walandendow: “Dengan ini kegiatan Indonesian Youth Day 2016 telah resmi ditutup!” dan menyanyilah semua peserta “Kemesraan ini janganlah cepat berlalu …” Dan semua OMK itu memang tak kuat membuat kemesraan dan persaudaraan yang sudah ditempa sejak tanggal 1 Oktober di Keuskupan Manado itu berlalu. Hingga pukul 1.30, waktu PEN@ Katolik meninggalkan amphitheater itu, mereka masih bernyanyi, memberi dan memekikkan yel-yel IYD dan seruan-seruan khas dari keuskupannya.

Mereka sepertinya menemukan kedamaian lewat berbagi seperti yang diharapkan Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Mgr Ignatius Suharyo dalam Misa Pembukaan IYD 2016 di Stadion Klabat, Manado, 4 Oktober 2016. “Hidup orang muda penuh dengan pengembaraan mencari damai sejati. Cara menemukannya hanya dengan berbagi hidup bagi orang lain,” kata Mgr Suharyo di depan 15.000 umat yang hadir di stadion. Misa dirayakan setelah OMK dari semua keuskupan melakukan defile sekitar 5 kilometer dari Lapangan Koni Manado dengan pakaian adat dan ikon daerah masing-masing.

Peserta IYD 2016 mengikuti Misa Pembukaan setelah live-in di paroki-paroki di Keuskupan Manado sejak 1 Oktober. Sehari setelah pembukaan, peserta menghadiri seminar dengan 15 topik dengan pembicara, uskup, praktisi dan orang muda, yang mengulas peran OMK dalam dunia politik, sosial, budaya, dan teknologi. Tampil sebagai pembicara Bupati Sanggau Paolus Hadi, Penyanyi Citra Skolastika, Runner Up II Miss World Maria Harfanti.

Setelah pembekalan, OMK diajak masuk dalam keheningan dan merefleksikan diri dalam doa dan sharing bersama, dan di hari terakhir mereka membekali diri dengan tema IYD, “Sukacita Injil di tengah Masyarakat Indonesia yang majemuk.”

Mereka lalu berjumpa dengan Yesus melalui berbagai cara dan tradisi yang disampaikan Uskup Manado Mgr Josef Suwatan, Duta Besar RI untuk Vatikan Agus Sriyono dan Motivator Stefanus Rizal. Mereka belajar Evangelii Gaudium atau Sukacita Injil untuk memperjuangkan sistem ekonomi yang adil, dialog antarumat beragama dan solidaritas dengan menghadirkan Uskup Amboina Mgr Petrus Canisius Mandagi, Menteri Pemuda dan Olahraga Iman Nahrawi, Agus Sriyono, Asisten Deputi Kementerian Parawisata Frans Teguh, Sutradara Wregas Bhanuteja. Pemandunya, artis Daniel Mananta.

Tujuan IYD yang diselenggarakan oleh Komisi Kepemudaan KWI bersama Keuskupan Manado, menurut panitia, adalah mengajak OMK untuk semakin menginternalisasi semangat saling menghargai, toleransi, dan kesadaran untuk membangun persaudaraan dalam lingkungan sosial yang inklusif. “Harapannya, setelah pulang dari acara IYD, OMK bisa menemukan kedamaian dengan diri sendiri, lingkungan, dan masyarakat sekitar, serta siap menebarkan kabar gembira bagi sekitar.”

Ya, mereka harus pulang. Tapi, meski harus berpisah, mereka diikat degan ikrar IYD 2016 yang diucapkan empat wakil OMK di awal Malam Budaya, setelah makan malam dan Misa Penutupan, untuk mewujudkan panggilan mereka “membangun dialog dengan sesama tanpa diskriminasi serta melakukan aksi nyata tanpa menghilangkan identitas sebagai OMK Indonesia dengan semangat cinta kasih.”

Mereka mengatakan bahwa dalam live-in mereka “belajar mendengar, melihat dan mengalami, keberadaan dan perjuangan hidup sesama OMK untuk menjadi sukacita Injil di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk.”

Mereka mengalami IYD sebagai sarana untuk “membekali dan mendorong OMK menjadi pewarta yang penuh sukacita, membangun semangat toleransi dan kerukunan, serta mempersiapkan OMK untuk semakin memperluas pewartaan, pelayanan dan kesaksian tentang Kristus yang hidup.”

Oleh karena itu mereka bersyukur berasal dari berbagai latar belakang kehidupan beragam. “Kami tidak memilih tempat dan situasi kehidupan untuk lahir, namun dengan kedewasaan kami sebagai pribadi, kami sadar untuk memilih menjadi 100% Katolik dan 100% Indonesia.”

Mereka menyadari “dipanggil secara proaktif dan kritis untuk menjadi garam dan terang dunia. Melalui kerahiman Allah, kami diajak untuk memulihkan kehidupan yang didasarkan pada: penghormatan terhadap martabat manusia, pelestarian lingkungan hidup, peningkatan kesejahteraan, keberpihakan terhadap kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel.”

Menyadari perkembangan teknologi dan informasi membuat situasi dunia semakin tanpa batas dan bahwa mereka dipanggil untuk “mewujudkan nilai-nilai kebaikan, kebenaran dan keindahan yang dimulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan sekitar, hingga dunia” mereka menegaskan kehendak untuk “menolak tindakan kekerasan, intoleransi, perdagangan manusia, pelecehan seksual dan penyalahgunaan narkoba yang menghancurkan generasi muda, sebab tawa mereka adalah tawa kami, tangis mereka adalah tangis kami.”

Selanjutnya mereka menegaskan panggilan mereka “untuk menjadi penggerak inspiratif dan berintegritas dalam mewujudkan perubahan sosial-politik di setiap tingkatan karya untuk tata dunia yang lebih adil dan manusiawi,” dan untuk “membangun dialog dengan sesama tanpa diskriminasi serta melakukan aksi nyata tanpa menghilangkan identitas kami sebagai OMK Indonesia dengan semangat cinta kasih.”

Di akhir ikrar yang dikeluarkan di Manado 6 Oktober 2016 dengan salam “100% Katolik dan 100% Indonesia” itu mereka mengatakan, “Kami terpanggil untuk kembali ke tempat kami masing-masing dengan semangat yang sudah diperbarui untuk memaknai kehadiran dan perutusan kami sebagai OMK di tengah-tengah Gereja dan Bangsa Indonesia.”

Akhirnya, dengan bersedih hati, OMK Keuskupan Manado melepaskan teman-temannya dengan lagu yang kembali ditayangkan oleh kelompok Tari Jajar sambil menari:

Mangemo sako mangemo, Aduh sayang … Mangemo maile ilek lako, Aduh sayang karawoy.

Mangemo sako mangemo, Aduh sayang … Mangemo maile ilek lako, Aduh sayang karawoy..

Kulepaskan dikau pergi, Aduh sayang … Walaupun hatiku bersedih, Melepaskan kau pergi

Kulepaskan dikau pergi, Aduh sayang … Walaupun hatiku bersedih, Melepaskan kau pergi

Mangemo sako mangemo, Aduh sayang … Mangemo maile ilek lako, Aduh sayang karawoy (paul c pati)

Foto-foto PEN@ Katolik/Daminanus Soni P/pcp

 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version