Home RENUNGAN Sabtu, 17 September 2016

Sabtu, 17 September 2016

0

penabur

PEKAN BIASA XXIV (H)
Santo Robertus Bellarminus;
Santa Hildegardis; Santo Albertus dari Yerusalem

Bacaan I: 1Kor. 15:35-37.42-49

Mazmur: 56:10.11-12.13-14; R: 14b

Bacaan Injil: Luk. 8:4-15

Ketika orang banyak berbondong-bondong datang, yaitu orang-orang yang dari kota ke kota menggabungkan diri pada Yesus, berkatalah Ia dalam suatu perumpamaan: ”Adalah seorang penabur keluar untuk mena­burkan benihnya. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu diinjak orang dan burung-burung di udara memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, dan setelah tumbuh ia menjadi kering karena tidak mendapat air. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, dan semak itu tumbuh bersama-sama dan meng­himpitnya sampai mati. Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, dan setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat.” Setelah berkata demikian Yesus berseru: ”Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!” Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya, apa maksud perumpamaan itu. Lalu Ia menjawab: ”Kepadamu diberi karunia untuk menge­tahui rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang lain hal itu diberitakan dalam perumpamaan, supaya sekalipun meman­dang, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti. Inilah arti perumpamaan itu: Benih itu ialah firman Allah. Yang jatuh di pinggir jalan itu ialah orang yang telah mendengarnya; kemudian datanglah Iblis lalu mengambil firman itu dari dalam hati mereka, supaya mereka jangan percaya dan diselamatkan. Yang jatuh di tanah yang berbatu-batu itu ialah orang, yang setelah men­dengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak berakar, mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad. Yang jatuh dalam semak duri ialah orang yang telah mendengar firman itu, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekuatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak meng­hasilkan buah yang matang. Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah men­dengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan.”

Renungan

Seorang pendidik pernah berkeluh kesah, ”Gimana ya, kita mengajarkan hal yang sama, bahan yang sama, metode yang sama, di tempat yang sama dan dalam waktu yang sama, tapi kog hasilnya beda ya?” Mendidik manusia memang tidak sama dengan menghasilkan suatu sajian. Perbedaan hasil didikan sangat dipengaruhi juga oleh daya tangkap dan karakter orang yang dididik.

Yesus menegaskan hal itu dalam perumpamaan mengenai seorang penabur yang menyebarkan benih-benihnya. Oleh penabur yang sama, dengan benih yang sama, dengan cara dan waktu yang sama, tetapi hasilnya akan tergantung ‘di mana’ benih itu akan jatuh dan tumbuh. Kenyataan ada berbagai kondisi lahan di mana benih itu jatuh akan menandai perbedaan hasil yang muncul.

Demikianlah, Sabda Allah juga ditaburkan kepada kita masing-masing. Seberapa dan seperti apa hasilnya, sangat tergantung pada disposisi batin dan kehendak dari kita masing-masing. Pewartaan tentang kebangkitan bukanlah hal dan tema yang gampang, namun jika benih iman akan kebangkitan ini tertanam dan tumbuh di lahan yang baik, pasti akan menghasilkan keselamatan.

Adakah hati dan hidup kita sungguh menjadi lahan yang baik bagi sabda Allah?

Ya Tuhan, bukalah telingaku dan jadikanlah diriku sebagai lahan yang baik bagi tumbuh dan berbuahnya Sabda-Mu dalam kehidupanku. Amin.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version