Jumat, November 22, 2024
29.4 C
Jakarta

Gereja mini keluarga, tanda kehadiran Kristus dalam keluarga dan masyarakat

img_1630

Keluarga adalah Gereja yang paling kecil yang sungguh menentukan arah kehidupan. Buktinya, orang-orang kudus memiliki hubungan dengan keluarga mereka, misalnya Santo Agustinus dengan ibunya Santa Monica. Maka, sebagai Gereja mini, keluarga begitu penting sebagai satu-satunya sarana untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam kehidupan.

Keluarga yang beres, akrab, dan rukun pasti berdampak pada anak-anak. Keluarga-keluarga sebagai miniatur Gereja berkumpul dan menjadi keluarga besar dalam Gereja, di sana mereka saling membantu dan saling mendukung demi kebahagiaan di dunia dan di surga.

Maka, Kristus harus dihadirkan dalam keluarga dengan hal-hal kecil, misalnya saling memberi berkat dan berdoa bersama, karena salah satu fungsi keluarga adalah menghadirkan Kristus baik di tengah anggota keluarga sendiri maupun dalam masyarakat umum.

Pastor Andreas Kurniawan OP yang baru menyelesaikan tugas sebagai Kepala Paroki Redemptor Mundi Surabaya itu berbicara dalam Rekoleksi Keluarga Dominikan 2016 bertema “Keluarga Merupakan Gereja Mini” yang dilaksanakan dalam rangka Pesta Puncak 800 Tahun Ordo Pewarta di Rumah Retret Hening Griya, Baturaden, Purwokerto, 26 Agustus 2016. “Gereja berasal dari bahasa Yunani yakni “Kyriake Oikia” yang berarti keluarga Allah. Gereja mini keluarga merupakan tanda kehadiran Kristus di dunia.”

Dalam rekoleksi yang dihadiri sekitar 200 orang termasuk para pasutri dari Keuskupan Purwokerto itu, Pastor Andrei menegaskan bahwa unsur-unsur pokok yang menjadi fondasi Gereja dan selalu ada dalam kehidupan berkeluarga adalah kesatuan (komunio), persekutuan (unio), cinta kasih dan komunitas.

Keluarga memegang peranan yang penting dalam menanamkan nilai-nilai Kristiani, tegas imam itu seraya menegaskan, “tak bisa disangkal bahwa penanaman nilai-nilai atau keutamaan Kristiani bermula dari keluarga dan tingkah laku seseorang sebagai orang Kristiani dilandasi oleh pendidikan yang baik dalam keluarganya.”

Menyadari bahwa keluarga sebagai unit terkecil dari Gereja dan bahwa peran keluarga sangat vital sebab maju mundurnya kehidupan menggereja ditentukan oleh sejauh mana setiap pribadi dididik dalam keluarganya, Pastor Andrei mengingatkan peserta bahwa Gereja dipanggil untuk mewartakan Kerajaan Allah. “Dengan kata lain, keluarga juga dipanggil untuk membangun Kerajaan Allah dengan ikut menghayati kehidupan dan misi Gereja,” tegas imam itu.

Santo Yohanes Paulus II secara ringkas mengatakan dalam ensiklik Evangelii Nuntiandi bahwa “Keluarga patut diberi nama yang indah yaitu sebagai Gereja Rumah Tangga”  (EN 71). Santo Paulus pun mengatakan bahwa Kristus adalah kepala Gereja, “maka keluarga pun dikepalai oleh Kristus karena keluarga menjalin persekutuan dengan Kristus Sang Kepala Gereja hidup dalam keluarga.”

Gagasan Gereja yang disampaikan Santo Paulus itu menjadi nyata manakala setiap anggota keluarga mengambil bagian dalam kehidupan Kristus sesuai peran masing-masing, lanjutnya.

Dalam lokakarya, Pastor Andrei melukiskan tentang keluarga Santo Dominikus, pendiri Ordo Dominikan, yang lahir dari keluarga bangsawan di kota kecil Caleruega, Spanyol, yakni pasangan Don Felix De Guzman dan Joana Aza. Juga alasan Dominikus mendapat nama itu, mimpi ibunya yang melihat anjing berbulu hitam-putih membawa obor berkeliling dunia, bintang yang bersinar di dahinya, serta keajaiban yang dibuat Juana de Aza, kepandaian Dominikus yang diantar untuk studi di universitas paling bergengsi saat itu di usia 14 tahun, tulisan-tulisan argumen Dominikus dalam membela Injil yang benar, hingga permohonan mendirikan Ordo Pewarta kepada Paus Innocentius III dan pengesahan ordo itu oleh Paus Honorius III tanggal 22 Desember 1216.

Di akhir paparan, Pastor Andrei meminta para pasutri yang hadir untuk menginvestasikan nilai-nilai yang hendak digunakan anak-anak mereka dalam kehidupan seperti yang dilakukan oleh ibu dari Dominikus. Imam itu juga bercerita bagaimana bapanya sudah menanam investasi dalam dirinya dengan selalu berteriak minta dia masuk gereja dan ikut Legio Maria dan ajakan ibunya untuk berkunjung ke penjara.

Lokakarya itu dilengkapi perkenalan dan sharing kelompok-kelompok pasutri dari Keuskupan Purwokerto yang hadir, misalnya Komunitas Kana, Marriage Encounter (ME), Tim Kerja Kerasulan Keluarga, dan Paguyuban Wali Timbalan, serta Keluarga Dominikan Indonesia termasuk pasutri Dominikan Awam.

Koordinator National Dominikan Awam Indonesia Theo Atmadi menceritakan tentang Keluarga Dominikan yang beranggotakan imam, suster dan awam, dan tempat di mana mereka tinggal dan berkarya. “Yang kita ambil dari Dominikan adalah spiritualitasnya. Apapun kegiatan kita jalankan dengan spiritualitas yang kita hayati, Spiritualitas Dominikan. Semua kegiatan kita termasuk terlibat dalam ME tujuannya untuk lebih dekat dengan Tuhan.”

Ketua Dominikan Awam dari Yogyakarta, Adi Ismawan, bercerita bahwa dia pernah ditanya oleh temannya, “Kamu masih suka bertengkar dengan pasanganmu?” Adi memang menyadari bahwa frekuensi bertengkarnya dengan istri cukup sering dan temannya tahu itu.

“Katanya kamu ikut Dominikan. Apa hubungan bertengkar dengan Dominikan?” Pertanyaan itu membuat Adi sadar bahwa seorang Dominikan harus pandai mengolah hidup yang pahit menjadi sesuatu yang bermanfaat dengan memaknainya sebagai lahan belajar. Sebagai Dominikan dia mengenal empat pilar yaitu berdoa, studi, hidup komunitas, dan mewartakan.

Isteri dari Adi Ismawan, Kristinawati Veronica, yang juga anggota ME membagikan sharing sebagai pasutri Dominikan Awam. Sebagai anggota Dominikan Awam, tegasnya, dia bersama suaminya menghidupi spiritualitas Dominikan, “sehingga kalau kami menghidupi pelayanan di ME, kami merasa bahwa iman kami lebih tumbuh, pelayanan kami lebih terasa bermakna.”

Kristinawati menegaskan bahwa mereka bukan sekedar ikut Dominikan Awam tetapi juga berjuang mempertahankan spiritualitas Dominikan Awam.” Dia pun bangga karena keberadaan mereka sebagai Dominikan Awam diteguhkan dan didukung oleh anak mereka satu-satunya yang juga hadir saat mereka mengucapkan kaul.

Adi Ismawan menegaskan bahwa menjadi orangtua harus mewariskan sesuatu, dan yang mereka wariskan tidak ada yang lain selain keteladanan. “Kami punya pengalaman menarik. Anggaran Dasar Dominikan Awam menulis kewajiban untuk melaksanakan ibadah pagi dan ibadah sore dalam bentuk brevir. Ketika hendak berdoa, anak kami satu-satunya datang dan kami ajak berdoa. Setelah itu tanpa sengaja saya mengecek profil facebooknya, dan di sana dia menulis ‘saya seperti di surga.’ Bagi saya perkataan itu sungguh mengena!”

Doa Pagi dan Doa Sore bersama adalah biasa bagi mereka sebagai Dominikan Awam. “Tetapi ketika kami mengajak anak berdoa bersama dan dia mengalami hal itu, ternyata dampaknya luar biasa. Jadi spiritualitas Dominikan besar pengaruhnya dalam kehidupan dan pelayanan kami sebagai pasutri.”

Lalu bagaimana rasanya menjadi anggota Dominikan Awam? “Kami ngak bisa cerita banyak dan mendetail, lebih baik Anda sendiri yang mengalaminya, karena hanya Anda yang bisa merasakan saat Anda bergabung, merasakan, dan mencicipinya,” kata Adi.

Waktu mau berangkat ke Filipina sebelum menjadi imam, Pastor Andrei juga tidak tahu apa itu Dominikan, namun seorang pastor mengatakan kepadanya “Come and See! (Datang dan Lihatlah). Nanti kamu bisa merasakan dan menikmatinya sendiri!”(paul c pati)

img_1616

img_1622 img_1638

 

img_1644

img_1650

img_1653

img_1656 img_1654

img_1669

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini