Saat memulai hidup sebagai Dominikan atau anggota Ordo Pewarta (OP), seseorang calon akan ditanya, “Apa yang kamu cari?” Sambil bersujud dengan wajah ke lantai, orang itu menjawab, “Belas kasih Tuhan dan belas kasihmu.”
Itu berarti, kata Pastor Edmund Nantes OP, biarawan Dominikan asal Filipina yang kini direktur Seminari Tinggi Interdiosesan Antonino Ventimiglia Pontianak dan ekonom Keuskupan Agung Pontianak, kehidupan kita sebagai Dominikan dimulai dari mencari belas kasih Allah. “Kita menjadi Dominikan karena belas kasih Allah, bukan karena pintar, kaya, ganteng atau banyak talenta.”
Imam itu berbicara dalam Studi Bersama Keluarga Besar Dominikan Indonesia tentang “Kerahiman Ilahi dan Yubileum Ordo Pewarta” dalam rangka Acara Puncak Yubileum 800th Ordo Pewarta di Hening Griya, Purwokerto, 27 Agustus 2016. Studi dengan moderator Pastor Andreas Kurniawan OP itu dihadiri oleh sekitar 150 imam, frater suster, dan awam Dominikan dari seluruh Indonesia.
Belas kasih, menurut imam itu, dapat dipahami dalam dua aspek, yakni yang kita terima dari Tuhan dan komunitas kita serta yang kita berikan kepada orang lain. “Tuhan adalah bekas kasih atau kerahiman itu sendiri. Langkah pertama dan yang hanya diperlukan untuk mengalami kerahiman Allah adalah mengakui bahwa kita membutuhkan pengampunan. Yesus datang untuk kita, ketika kita mengakui bahwa kita orang berdosa, yang dengan rendah hati mengakui diri orang berdosa.”
Bahkan imam itu mengutip apa yang juga diangkat oleh Paus Fransiskus dari novel Marshall Bruce tentang Pastor Gaston, yang ingin membebaskan orang yang hendak mati. Imam itu bertanya, “Tapi apakah Anda menyesal bahwa Anda tidak menyesal?” Pemuda itu menjawab, “Ya, saya minta maaf bahwa saya tidak menyesal.” Dengan kata lain, ia menyesal karena tidak bertobat. Kesedihan itu adalah pembukaan yang memungkinkan imam itu memberikan orang absolusi, jelas Pastor Nantes seraya menegaskan bahwa syarat menerima absolusi adalah hati yang menyesal.
Dalam studi itu, Pastor Nantes juga berbicara tentang Yubileum 800th Ordo Dominikan, Yubileum Luar Biasa Belas Kasih dan hubungan antara kedua yubileum itu.
Pertama imam itu mengutip pernyataan Kapitel Jenderal Ordo 2013 di Trogir. “Kami menyatakan bahwa Ordo akan merayakan Tahun Yubileum dengan tema ‘Diutus untuk mewartakan Injil.’ Ini memperingati bulla (pertama) yang diumumkan Paus Honorius III, delapan abad lalu, yang meresmikan Ordo Pewarta, 22 Desember 1216.”
Kapitel tiga tahunan antara bruder dan pastor yang selalu mengundang para suster kontemplatif dan aktif, serta awam, itulah yang menjadi alasan mengapa yubileum diadakan tahun 2016, dimulai Hari Raya Semua Orang Kudus Dominikan 7 November 2015 hingga 21 Januari 2017. Tanggal itu, Paus Honorius III menerbitkan bulla (kedua) “Gratiarum omnium largitori” yang memastikan dan mengukuhkan bahwa Ordo Dominikan benar-benar Ordo Pewarta. “Jadi yang memberi nama pada ordo kita bukanlah Santo Dominikus tetapi Gereja, karena tugas Santo Dominikus adalah Pewarta Injil,” lanjut imam itu.
Suster-suster kontemplatif sudah merayakan ulang tahun 800 tahun 2006, karena sebelum Ordo Pewarta diresmikan sudah ada kelompok wanita yang bertobat dan berkumpul sebagai anggota-anggota komtemplatif pertama. Kapitel Jenderal di Bogota 2007 kemudian memutuskan persiapan Yubileum Ordo sepanjang sembilan tahun dengan novena.
Pastor Nantes menegaskan, inti yubileum adalah “memperoleh hidup baru.” Tahun Yubileum diterima sebagai tahun pembebasan, perubahan struktural dalam masyarakat, dan keadilan sosial. “Proyek revolusioner ini hanya bisa dimungkinkan karena pengakuan bahwa Allah adalah pemilik sesungguhnya dari bumi dan makhluk-Nya, karena semua harus dilakukan untuk menghormati Tuhan.”
Tahun Yubileum diterima juga sebagai Tahun Rahmat Tuhan seperti tertulis dalam Lukas 4:18-19, ‘Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberikan tahun rahmat Tuhan.’”
Berkaca pada tugas para rasul, “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Matius 28:19-20), Pastor Nantes menegaskan para Dominikan juga tidak ditinggalkan oleh Yesus tetapi selalu bersama Yesus, seperti para murid. “Saat bermimpi Santo Dominikus melihat surga terbuka dan Petrus dan Paulus turun memberikan tongkat kepadanya. Santo Dominikus juga diutus mewartakan Injil, dan dia mengutus kita saudara-saudaranya pergi berdua-dua seperti para murid.”
Selanjutnya imam asal Filipina itu memberi kriteria-kriteria perayaan Yubileum. “Pertama, perayaan Yubileum bukan hanya perayaan tetapi proses memasuki pembaharuan misi, kehidupan spiritual, kehidupan umum, dan institusi,” kata imam itu seraya berharap puncak yubileum diisi juga dengan bakti sosial, studi bersama, serta pelayanan dan karya di tempat masing-masing.
Kedua, perayaan harus berorientasi terhadap Allah. “Dari Allah kita menerima karunia panggilan Dominikan, maka kita diutus kepada orang-orang bukan untuk memegahkan diri, melainkan lebih bersemangat laudare, benedicere dan praedicare dengan mengarahkan semua karya kepada Allah yang berbelas kasih dan kepada semua yang membutuhkan belas kasih dan Injil.”
Keluarga Dominikan, tulis kriteria ketiga, harus mengingat dan menghargai sejarah atau asal usul Ordo dalam semangat rasa syukur, “dan melihat dan melakukan kebutuhan Gereja dengan cara kreatif seperti yang dilakukan Santo Dominikus, dengan membuka pintu biara supaya Injil bisa didengar oleh orang yang membutuhkan Kabar Baik.”
Yubileum, menurut kriteria keempat, adalah kesempatan dalam semangat ekumenis untuk menjelajah ke “dunia baru” dalam dialog dan solidaritas dengan mereka yang dilupakan, orang miskin, korban kekerasan dan penindasan. “Kita harus menjangkau orang-orang beriman dari tradisi-tradisi agama lain dan yang tidak beragama, dekat dengan mereka dalam pencarian makna. Tujuan Santo Dominikus bukan hanya kita-kita, tetapi orang yang belum mendengar kabar sukacita, juga orang Katolik yang sudah kurang semangatnya.”
Yang kelima, yubileum harus juga mencerminkan kreativitas yang diperlukan oleh pewartaan saat ini melalui seni, misalnya puisi, lukisan, dan film, serta sarana komunikasi modern misalnya, Internet, YouTube, Twitter. “Jadi harus terbuka, sehingga tidak ada tempat di mana Injil tidak terdengar,” kata Pastor Nantes seraya menyebut berbagai media cetak dan internet yang kini dijalankan oleh Keluarga Dominikan, “yang membuat kita meskipun kelompok kecil, bisa mewartakan kepada orang lain.”
Belajar dari pengalaman perjalanan pertama Paus Fransiskus keluar kota Roma menemui pengungsi di Pulau Lampedusa, gerbang Afrika memasuki Eropa, dan menabur bunga di Laut Mediterania sebagai simbol untuk keluar dari zona nyaman dan datang kepada orang-orang tertindas. Dalam kriteria keenam ini, Pastor Nantes mengakui bahwa para suster OP di Indonesia sedang menjalankan panti jompo dan panti asuhan, “Tetapi apa lagi? Jangan puas! Siapa lagi yang membutuhkan, apa lagi yang belum pernah kita lakukan, harus ada yang baru sekarang. Itu enam kriterianya.”
Dalam terang itu, Kapitel Jenderal Ordo, menyarankan untuk “memastikan bahwa sumber-sumber sejarah tentang Santo Dominikus dan lahirnya Ordo tersedia dalam edisi ilmiah; berusaha memberitahukan saksi kekudusan Ordo Dominikan di semua dimensi lewat penulisan biografi santo-santa Dominikan, juga Dominikan awam; mempromosikan pengetahuan tentang warisan artistik dan spiritual dari Ordo; mempelajari sejarah khotbah, karena bukan hanya pastor yang menjadi pewarta tetapi juga suster dan awam; dan mendorong penggunaan teknologi informasi untuk berbagi data sejarah.”
Gereja Universal merayakan Tahun Yubileum Luar Biasa Belas Kasih dari 8 Desember 2015 (Pesta Maria Dikandung Tanpa Noda) hingga 20 November 2016 (Hari Raya Kristus Raja), sebagai peringatan 50 tahun penutupan Konsili Vatikan II, dan juga “karena situasi dunia saat ini yang sepertinya mengabaikan penderitaan banyak orang Kristen yang menjadi korban kekerasan, yang secara khusus memerlukan belas kasih Tuhan.”
Juga diutarakan mengenai pernyataan dari beberapa peserta perdebatan Sinode Luar Biasa tentang Keluarga yang memberi kesan bahwa desakan kebenaran dan keadilan merupakan indikasi mentalitas tanpa ampun atau belas kasih. “Apakah itu berarti bahwa untuk bermurah hati kita harus mengurangi penekanan pada kebenaran dan keadilan? Dan pertanyaan yang lebih luas muncul, apa hubungan yang sesungguhnya antara belas kasih dan keadilan sesuai dengan ajaran tradisional Gereja?”
Pastor Nantes menegaskan bahwa belas kasih adalah yang terbesar dari semua kebajikan. “Belas kasih bukan tanda kelemahan, melainkan tanda luar biasa yang dari kekuatan dan kemurahan hati. Sedangkan keadilan manusiawi selalu rapuh dan tidak sempurna. Maka, perlu selalu mengharmonisasikan belas kasihan dan keadilan, karena tanpa keadilan belas kasih akan terpecah-pecah dan tanpa belas kasih keadilan menjadi kejam.”
Pastor Nantes mengajak Keluarga Dominikan sebagai pewarta untuk siap diutus mewartakan belas kasih Allah “dengan mengampuni saudaramu yang bersalah tanpa syarat, berdoa bagi mereka yang menganiaya kamu dalam bentuk apa pun dan jangan bergosip karena gosip bukan menjadikan kita pewarta belas kasih, tetapi justru mengakibatkan semakin banyak kekejaman, peperangan, dan perpecahan.” (paul c pati)