“Ibu Teresa, dalam semua aspek hidupnya, adalah pemberi kerahiman ilahi yang murah. Dia membuat dirinya siap melayani semua orang melalui sifatnya yang menerima dengan senang hati serta membela kehidupan manusia, yang belum lahir, yang ditinggalkan dan yang dibuang.”
Paus Fransiskus berbicara dalam homili Misa dan Ritus Kanonisasi Ibu Teresa dari Kalkuta di Lapangan Santo Petrus, 4 September 2016. Dalam kanonisasi itu Beata Teresa dari Kalkuta dinyatakan sebagai Santa Teresa dari Kalkuta.
Diperkirakan 120.000 orang memadati lapangan itu. Panas terik matahari di Kota Roma membuat banyak orang di antara mereka harus membawa payung atau terpaksa menggoyangkan terus kipas agar tetap dingin. Namun, setelah mendengar Paus Fransiskus “menyatakan dan menetapkan Beata Teresa dari Kalkuta menjadi santa,” mereka tidak bisa menahan kegembiraan, dan terdengarlah sorak-sorai dan tepuk tangan gemuruh bahkan sebelum Paus selesai berbicara.
Bapa Suci kemudian menyerahkan Santa Teresa dari Kalkuta sebagai “model kesucian” bagi banyak relawan yang berada di Roma untuk merayakan Yubileum Kerahiman untuk Para Relawan dan Pekerja.
Santa Teresa, menurut Paus, berkomitmen untuk membela kehidupan dengan tak henti-hentinya menyatakan bahwa “orang belum lahir adalah yang paling lemah, yang terkecil, yang paling rentan.” Dia membungkuk di hadapan orang-orang yang kehabisan tenaga, yang ditinggal mati di pinggiran jalan, seraya melihat di dalam diri mereka martabat yang Tuhan berikan; dia membuat suaranya terdengar di depan para kekuatan-kekuatan dunia ini, sehingga mereka bisa mengenali kesalahan mereka terhadap kejahatan kemiskinan yang mereka ciptakan. Untuk Ibu Teresa, belas kasihan adalah ‘garam’ yang memberi rasa pada karyanya, itulah ‘cahaya’ yang bersinar dalam kegelapan dari banyak orang yang tidak lagi memiliki air mata untuk ditumpahkan atas kemiskinan dan penderitaan mereka.”
Misinya ke pinggiran-pinggiran kota dan kepada orang-orang yang hidupnya terpingirkan, lanjut Paus, tetap bagi kita saat ini dan merupakan ungkapan kesaksian tentang kedekatan Allah kepada yang termiskin dari yang miskin. “Hari ini, saya menyampaikan gambaran simbolik tentang kewanitaan dan tentang hidup bakti kepada segenap dunia relawan: semoga dia menjadi model kekudusan! Semoga pekerja kerahiman yang tak kenal lelah ini membantu kita untuk semakin memahami bahwa satu-satunya kriteria kami dalam aksi adalah cinta tanpa alasan, yang bebas dari setiap ideologi dan semua kewajiban, yang diberikan secara bebas kepada semua orang tanpa membedakan bahasa, budaya, ras atau agama.”
Ibu Teresa, tegas Paus, suka mengatakan, “Mungkin aku tidak tahu bahasa mereka, tapi aku bisa tersenyum.” Maka Paus mengajak umat yang hadir saat itu untuk membawa senyumnya dalam hati kita dan memberikannya kepada mereka yang kita temui di sepanjang perjalanan kita, terutama mereka yang menderita. “Dengan cara ini, kita akan membuka peluang sukacita dan harapan bagi banyak saudara-saudara kita yang putus asa dan yang masih membutuhkan pemahaman dan kelembutan.(pcp berdasarkan Radio Vatikan)
Foto AP
Foto AP