Dalam masa Prapaskah di tahun istimewa ini, pantaslah kita menemukan kembali anugerah kerahiman Tuhan dalam perjalanan bersama di atas bumi. Kerahiman atau kemurahan hati Tuhan semestinya menjadi nyata dalam keseharian hidup kita: menghayati dan merayakannya dengan rendah hati. Kita menemukan kembali kerahiman Tuhan dan menghayatinya dengan hidup bersesama, khususnya dalam keluarga kita masing-masing.
Uskup Agung Kupang Mgr Petrus Turang menulis hal itu dalam Surat Gembala Puasa 2016. “Kerukunan hidup yang penuh kemurahan hati akan menghadirkan lingkungan hidup dalam damai sejahtera,” lanjut Mgr Turang seraya mengutip perkataan Rasul Paulus, “Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita … kasih Allah yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rom 8: 37, 39).
Mgr Turang bersyukur atas waktu istimewa, Masa Puasa atau Prapaskah, yang hadir kembali dalam perjalanan hidup iman umat Katolik, para murid Kristus, karena “Kita mendapat dorongan baru untuk menghayati perutusan iman Kristiani, khususnya dalam Tahun Yubileum Kerahiman Ilahi ini.”
Selanjutnya dalam upaya menggerakkan “hidup sejahtera”, tulis surat itu, Aksi Puasa Pembangunan 2016 mengajak umat dengan tema ‘Hidup Pantang Menyerah.’ Dalam lingkungan hidup penuh kemajuan dan serentak penuh tantangan, bahkan kerawanan sosial ekonomi, “kita punya tanggungjawab untuk tetap berjuang bagi kesejahteraan bersama yang berkelanjutan dengan hidup bersesama.”
Damai sejahtera, jelas uskup agung itu, berasal dari daya ilahi yang menggerakkan hati untuk peduli akan sesama, terutama yang miskin dalam hidup dengan serba berkekurangan. “Kita belajar bagaimana mengupayakan kerjasama bersaudara, agar kerahiman ilahi menjadi nyata dalam perjuangan hidup kita.”
Selanjutnya Mgr Turang mengajak umatnya agar tidak menyerah kepada cara hidup yang menghalalkan jalan pintas seperti korupsi, suap atau pemerasan. “Kita mestinya mengusahakan hidup dari ketekunan keringat kita sendiri. Dengan demikian, kita menjadi orang yang bermartabat murid Kristus, yaitu masuk dalam cahaya kebaikan Bapa di surga, yang “kaya dengan kerahiman” (Ef 2:4).”
Umatnya pun diajak memelihara kerukunan hidup dengan sesama umat beragama dan dengan tata kepemerintahan guna bergotongroyong memelihara dan melindungi proses pensejahteraan hidup bersama.
Dengan merenungkan kekayaan misteri iman selama Prapaskah di Tahun Suci, Mgr Turang mengajak umatnya memohon kepada Allah yang maharahim, “agar kita mendapat kekuatan untuk menekuni hidup kita dalam sikap rela berbagi tanpa pamrih.”
Dengan menerima Sakramen Tobat di masa Prapaskah, lanjut Mgr Turang, “kita mendapat jamahan dari keagungan kerahiman Allah dan menghayati sumber kedamaian batiniah yang sejati,” dan “menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia” (Ibr 4:16).”
Dengan karunia damai sejahtera itu, “kita bertekad melanjutkan perjuangan hidup dengan ketangguhan manusiawi yang bebas dari kekerasan, bebas dari diskriminasi dan bebas dari korupsi,” tulis surat itu.
Ketekunan hidup menjadi persembahan kudus dan tak bercela dalam memberdayakan perilaku hidup bersesama, biarpun keterbatasan dan kerapuhan manusiawi, tegas Mgr Turang seraya berharap agar Sabda Allah yang diterima selama Prapaskah menjadi matang dalam perjuangan hidup: “Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengarkan firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan” (Lk 8:15).
Mudah-mudahan di Tahun Suci ini, harap Mgr Turang, pengembangan kesejahteraan hidup dengan perjuangan yang tekun dalam sikap bersesama menemukan jati diri Kristiani yang berkelanjutan secara manusiawi.(pcp)