Pen@ Katolik

Pohon Natal tak perlu mewah, cukup barang bekas yang bisa untuk pemulung

2 (1)

Pohon Natal tidak perlu dirangkai dengan bahan-bahan mewah. Kesederhanaan dan barang yang sudah tidak terpakai bisa menjadi pelengkap Natal. Pohon Natal yang menjulang delapan meter di taman depan Gereja Katolik Santo Laurensius Alam Sutra, Tangerang, bukan dari pohon cemara atau pohon berlapis coklat melainkan dari 9.000 kaleng minuman bekas yang berguna bagi pemulung.

“Keluargaku Penuh Syukur” adalah tema Adven 2015 Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Ternyata, makna tema itu yang mendasari ide awal pembuatan pohon Natal dari kaleng minuman bekas itu.  Sesuai tema itu, “ada pesan dari KAJ supaya pohon Natal  menggunakan bahan daur ulang,” kata Antonius Hartanto Sutrisno, koordinator dekorasi Natal paroki itu, kepada PEN@ Katolik 22 Desember 2015.

Berdasarkan pesan itu, panitia mulai mencari ide, dan disepakati pembuatan pohon Natal dari boneka bekas dan kaleng minuman bekas setinggi 8 meter di luar gereja dan 7 meter di dalam gereja. “Kami tidak memakai boneka bekas di luar karena bisa cepat rusak akibat hujan dan cuaca lainnya, tetapi kaleng minuman bekas,” kata Antonius dalam percakapan di gereja itu..

Warta Salus setiap minggu dari paroki itu lalu menyebarkan keputusan “Satu Umat Satu Kaleng.” Karena jumlah umat paroki itu 9000 orang maka “kalau setiap umat bawa satu kaleng, kebutuhan 10.000 kaleng sudah hampir terpenuhi.” Ternyata, selain sumbangan umat, “dengan murah hati seorang pengusaha menyumbangkan cukup banyak kaleng, maka dalam waktu singkat terkumpul kira-kira 15 ribu kaleng.”

Panitia juga mengumpulkan boneka bekas layak pakai untuk pohon Natal dalam gereja. Jumlah yang terkumpul pun melebihi yang dibutuhkan sehingga gudang penuh. Selain untuk pohon Natal, diperlukan boneka untuk pinggir bangku-bangku. “Kami cari boneka seragam supaya bagus, tapi ngak dapat. Mendadak beberapa hari kemudian, saat lagi pikir caranya, seorang umat menawarkan sumbangan 44 pasang boneka baby bear. Saya kaget. Semua sudah diatur Tuhan,” katanya.

Lewat grup WA, panitia mengundang umat yang ada waktu untuk ikut serta merangkai kedua pohon itu. Karena pohon Natal di luar gereja bisa dibangun di masa adven, maka 9 Desember 2015 setelah selesai melakukan pencoblosan Pilkada, sekitar 80 umat datang membantu panitia yang hanya beranggotakan 15 orang. “Hari itu bisa selesai, padahal kami pikir baru bisa selesai 24 Desember.”.

Antonius menginformasikan bahwa rancangan pohon boneka pun sudah mulai disiapkan di masa adven dan sesudah 20 Desember 2015, sesuai peraturan Gereja Katolik, pohon Natal boneka itu baru dipasang di dalam gereja.

“Konsepnya adalah, boneka di pohon Natal dalam gereja akan dilepas sesuai peraturan Gereja, 6 Januari 2016, pada Hari Raya Penampakan Tuhan Yesus (Epifani). Untuk itu, kita sudah mengidentifikais kira-kira 90 sampai 100 panti asuhan di Jakarta hingga Bogor. Setelah bongkar kami akan langsung mengirim boneka-boneka ke panti-panti itu tanpa melihat afiliasi agama panti-panti itu,” kata Antonius.

Semua boneka yang tersisa di gudang akan juga diserahkan, “karena mungkin banyak anak jarang mendapat sesuatu seperti yang kami nikmati di masa-masa bahagia seperti ini,” lanjut Antonius.

Sementara itu, “dengan semangat berbagi kaleng-kaleng minuman bekas akan disumbangkan ke pemulung, karena semua kami dapat dari sumbangan umat,” lanjut koordinator dekorasi itu seraya menambahkan bahwa pemulung akan diminta membongkar dan mengambil sendiri kaleng-kaleng itu.

Selain media Indonesia, media asing seperti Associated Press dan Wall Street Journal dari Amerika Serikat serta media dari Australia, Cina, Turki, dan Jepang telah mengangkat foto pohon Natal itu. Itu juga kejadian lain yang tidak direncanakan dan tidak kebetulan. “Di hari pencoblosan itu, saat sekitar 80 orang sedang mendirikan pohon di luar gereja,  dua wartawan Jakarta pulang dari tugas peliputan calon wali kota. Mereka melewati gereja dan melihat apa yang sedang kami kerjakan. Besok paginya, langsung masuk detik.com, dan datanglah media-media lain termasuk AP dan media dari Jepang.” (Damianus R Soni Pati)