Pen@ Katolik

Tuhan anugerahi banyak kemunitas religius di Keuskupan Agung Semarang

20150908_161620

Banyak vandel komunitas religius dipasang di lokasi Perayaan Ekaristi di Gua Maria Lourdes Sendangsono, Yogyakarta, 8 September 2015. Sementara banyak imam, suster, bruder maupun umat awam dari berbagai tempat nampak berkumpul di tempat ziarah yang diberkati oleh mendiang Pastor JB Prennthaler SJ pada tanggal itu di tahun 1929.

“Keuskupan Agung Semarang dianugerahkan Tuhan dengan berkat yang berlimpah ruah. Betapa banyak komunitas religius dianugerahkan oleh Tuhan kepada keuskupan ini,” kata Uskup Agung Semarang Mgr Johannes Pujasumarta dalam Ekaristi yang juga diikuti para imam diosesan yang sedang mengadakan Temu Unio Rego Jawa di Magelang, tanggal 7-11 September 2015.

Dalam Perayaan Ekaristi itu, Mgr Pujasumarta mengajak semua yang hadir untuk bersyukur atas Tahun Hidup Bakti, “karena dengan menghayati Tahun Hidup Bakti, kita bisa sampai kepada kesimpulan pribadi masing-masing: betapa indah panggilan-Mu Tuhan!” Dan itu membuat uskup agung itu sungguh terharu.

Bersyukur juga karena “kita sungguh-sungguh diperkaya oleh kasih Allah. Sudah sekian abad, Gereja diperlengkapi dengan berbagai macam corak kehidupan religius,” kata Mgr Pujasumarta. Corak kehidupan religius itu semakin meneguhkan umat beriman bahwa misteri Allah begitu hebat dan kaya, maka “tentu dengan kerendahan hati, kita bersyukur atas panggilan hidup bakti ini.”

Menurut Mgr Pujasumarta, Allah yang kita imani adalah misteri, “misteri ilahi yang tidak bisa dibandingkan dengan apa-apa, tetapi bisa kita alami bahkan kita cari, sehingga kita yakin misteri ilahi itu sungguh-sungguh bermakna bagi kehidupan kita.”

Bahkan, lanjut prelatus itu, orang-orang tertentu bersedia melepaskan segala-galanya, mengosongkan diri atau dalam istilah Jawa, nutupi babahan nawa sanga (menutup Sembilan lubang dalam tubuh).

Dalam kesempatan itu, Pastor Martinus Suhartono Sanjaya yang sudah 40 tahun menjadi imam Jesuit melepaskan kenggotaannya sebagai Jesuit untuk kemudian menjadi seorang eremit diosesan Keuskupan Agung Semarang.

Menurut Pastor Martin Suhartono, seorang eremit dipanggil ke padang gurun untuk masuk dalam pertarungan. Dan “sebenarnya pertarungan paling berat dengan dirinya sendiri,” kata imam itu.

Menurut Kitab Hukum Kanononik, Kan 603 § 1, “Di samping tarekat-tarekat hidup bakti, Gereja mengakui hidup eremit atau anakoret, dengannya kaum beriman kristiani dengan menarik diri lebih ketat dari dunia, dalam keheningan kesunyian, dalam doa dan tobat terus-menerus, mempersembahkan hidupnya demi pujian kepada Allah serta keselamatan dunia.”

Dalam § 2 dilanjutkan bahwa “seorang eremit, sebagai orang yang dipersembahkan kepada Allah dalam hidup bakti, diakui oleh hukum jika mengikrarkan secara publik tiga nasihat injili, yang dikuatkan dengan kaul atau ikatan suci lainnya di tangan Uskup diosesan dan memelihara cara hidupnya yang khas itu dibawah pimpinannya.”

Kini pastor Martin Suhartono menjadi seorang erimit atau pertama, atau orang yang mengasingkan diri ke tempat yang sunyi. “Sudah pada abad-abad pertama, ada orang yang selalu digerakkan untuk bisa menemukan misteri ilahi sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh berharga dengan pergi ke padang-padang gurun,” kata Mgr Pujasumarta seraya mencontohkan Abraham, Musa, para nabi, Yohanes Pembaptis, dan para pertapa yang sendiri ingin menemukan Tuhan yang bermakna bagi kehidupan mereka. (Lukas Awi Tristanto)