31.1 C
Jakarta
Tuesday, April 23, 2024

Gereja bukan asing, tapi ada di masyarakat dan mau bangun masyarakat

BERITA LAIN

More

    Bupati dan Uskup

    Tujuan dari kunjungan silaturahmi Uskup Bandung kepada pimpinan pemerintahan propinsi, kabupaten dan kota, serta perwakilan rakyat di Jawa Barat adalah “memperkenalkan bahwa Gereja Katolik itu bukan Gereja yang asing, bukan Gereja di luar masyarakat, tetapi Gereja yang berada di masyarakat yang mau bersama-sama dengan tokoh pemerintah dan wakil rakyat membangun masyarakat.”

    Harapan lain agar para imam di paroki-paroki makin mendekati pimpinan-pimpinan daerah, mulai dari RT, RW, lurah, camat sampai walikota dan bupati. “Jadi kita datang bukan karena ada perlu sesuatu. Jangan sampai kita datang pada pemerintah hanya saat ada keperluan,” kata uskup.

    Mgr Antonius Subianto Bunjamin OSC berbicara dengan PEN@ Katolik selesai mengunjungi Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, 13 Agustus 2015. Dalam kunjungan itu Mgr Subianto ditemani 20 orang, termasuk Wakil Ketua Dewan Karya Pastoral Pastor Serafim Dani Sanusi OSC, Kepala Paroki Salib Suci Purwakarta Pastor Paulinus Widjaja Pr dan Kepala Paroki Santa Maria Kota Bukit Indah (KBI) Purwakarta Pastor Paulus Tri Prasetjo Pr.

    Masih ada kesan, tegas Mgr Subianto, banyak umat Katolik agak takut terlibat dalam masyarakat secara struktural, baik dalam partai politik, juga dalam pemerintahan. Seharusnya, tegas uskup, Gereja Katolik jangan sampai hanya mau bantu dana, tetapi bantu memberikan masukan kebijakan. “Kalau Gereja Katolik tidak asing lagi bagi pemerintah, maka kalau ada apa-apa, mereka diminta tolong.”

    Uskup menilai, silaturahmi yang dihadiri PEN@ Katolik itu berjalan bagus, “karena juga membicarakan apa yang jadi keprihatinan penting Gereja, misalnya mewujudkan agama dalam hidup bermasyarakat.”

    Mgr Subianto menegaskan, Gereja Katolik mendukung kebijakan dan kepemimpinan Dedi Mulyadi, “karena basis yang digunakan dalam pemerintahan bukanlah basis agama tetapi basis budaya yang adalah basis manusia.”

    Berbicara tentang manusia berarti berbicara secara universal di mana orang tidak lagi terkotak-kotak, dan itu jelas ada dalam gaya kepemimpinan bupati itu, kata uskup, seraya berharap, “gaya kepemimpinan seperti ini diikuti oleh banyak pimpinan daerah dan staf-stafnya.”

    Menurut uskup, pemerintah yang sungguh berkomitmen pada pembangunan masyarakat atau pembangunan budaya harus didukung. “Kita sungguh-sungguh mendukung pemerintah yang berkomitmen pada kemanusiaan, pemerintah bersih. Ini harapan besar. Kalau pemerintah bersih, masyarakatnya makin baik, makin sejahtera dan makin rukun,” kata Mgr Subianto yang sependapat dengan Bupati Dedi Mulyadi bahwa ketidakrukunan itu terjadi karena ada kemiskinan.

    Dalam pertemuan itu Dedi Mulyadi menegaskan, “kegalauan adalah akibat miskin.” Karena miskin, ada yang mulai menuduh Agama Katolik melakukan kristenisasi dengan bagi-bagi indomie, bahkan ‘takut’ (melihat) orang membangun gereja atau pura, kata bupati. “Saya bilang, kita ini beragama Islam, mengapa agama Islam takut sama Gereja?”

    Hidup berdampingan adalah semangat yang dibangun bupati itu. “Insya Allah, ini tak akan hilang sampai kapan pun,” kata bupati yang berani masuk gereja bahkan mengatakan, “Masak masuk gereja saja takut, memang di gereja ada apanya? Apa salahnya masuk gereja dan bicara bersama-sama. ‘Kan esensinya samalah. Kita semua orang baik yang mau rukun, damai, dan tenteram, yang beda hanya jalannya saja.”

    Dedi Mulyadi melihat Gereja Katolik menghormati kebudayaan Sunda.  “Saya sering nonton Misa Natal dan melihat gamelan Sunda di gereja bagus banget disertai tembang Sunda yang menyampaikan pesan-pesan Kitab Suci. Itu susah, saya belum bisa membawanya ke dalam Mesjid. Saya juga belum bisa ke masjid pakai blankon. Di (gereja) Bapak sudah, maka saya iri sama Bapak,” kata bupati kepada uskup.

    Di Bandung, bupati juga pernah mendengar sebuah radio yang mengudarakan kecapi suling tembang Sunda yang menerjemahkan bacaan-bacaan Injil Matius. “Terima kasih karena kebudayaan Sunda serta pakaian Sunda bisa dipakai dalam kegiatan Gereja Katolik,” kata Dedi Mulyadi.

    Kepada PEN@ Katolik, Pastor Dani Sanusi OSC mengatakan, semangat pluralisme dari Bupati Dedi Mulyadi itu luar biasa. “Jarang ada pimpinan teras berpandangan seperti itu. Itu yang hebat.” (paul c pati)

    foto bersama

    Artikel sebelum
    Artikel berikut

    RELASI BERITA

    2 KOMENTAR

    Tinggalkan Pesan

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    - Advertisement -spot_img

    BERITA TERKINI