Sejak promulgasi atau pengumuman resminya, Seruan Apostolik Evangelii Gaudium (EG) rajin keluar-masuk ranah-ranah perbincangan, baik ilmiah maupun informal. Ungkapan-ungkapan lugas di dalamnya menggugah banyak pihak untuk mencoba menggali semangat yang diusungnya. Lebih daripada itu, ingin dirasakan pula gerak perubahan secara konkret yang dimunculkannya.
Pastor RF Bhanu Viktorahadi Pr mengungkapkan hal itu dalam materinya yang dibagikan kepada sekitar 200 peserta Pra Sinode Pertama Keuskupan Bandung yang berlangsung di Lembang akhir Mei lalu.
Ditegaskan, ajakan utama seruan apostolik itu adalah menemukan sukacita dalam perjumpaan, baik dengan Allah, maupun dengan sesama manusia. “Diskusi-diskusi dan pertemuan-pertemuan yang membahas dokumen ini sekurang-kurangnya menjadi kesempatan untuk mengikuti undangan yang disampaikan Paus Fransiskus pada awal dokumen itu,” kata imam itu.
“Saya mengundang semua umat Kristiani di mana pun dan dalam situasi apa pun supaya saat ini juga memperbaharui perjumpaan personal dengan Yesus Kristus atau sekurang-kurangnya mengambil keputusan untuk membuka diri dan membiarkan-Nya menjumpai kita, serta mencari kesempatan-kesempatan perjumpaan semacam itu setiap hari tanpa henti. Tak ada alasan apa pun yang membuat seorang bisa berpikir bahwa undangan pada perjumpaan itu bukanlah untuk dirinya karena ‘tak seorang pun dikecualikan dari sukacita yang dibawa Allah’” (EG.3).
Dalam paparannya di depan peserta pra sinode, dosen dan wakil dekan III Fakultas Filsafat Unpar Bandung itu menjelaskan bahwa dokumen Evangelii Gaudium adalah gambaran dan tawaran konkret bagaimana Gereja dilaksanakan dengan bahasa lugas atau ringan. “Gagasan utamanya, sukacita yang disampaikan oleh Kabar Gembira, karena Injil adalah Kabar Gembira maka ditulis Evangelii Gaudium.”
Pastor Bhanu melihat kata ‘perjumpaan’ itu penting, karena muncul berkali-kali dalam dokumen itu. “Perjumpaan antarpribadi membuka diri kita akan perjumpaan dengan Allah. Jadi bukan hanya dalam sinode, tetapi juga nanti setelah sinode, perjumpaan makin dimaknai sebagai sesuatu yang baru, bahwa Allah hendak berjumpa dengan kita melalui perjumpaan dengan sesama kita,” kata imam itu.
Lewat perjumpaan, kata pastor yang studi Kitab Suci di Roma itu, semua orang tanpa terkecuali akan mendapatkan sukacita, “sehingga bukan sekedar ditemukan dalam dokumen itu, tetapi sungguh ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.”
Pastor Bhanu menggambarkan bagaimana Paus Fransiskus sering digambarkan sebagai orang yang tertawa (sukacita) dalam melakukan banyak perjumpaan, misalnya ketika makan bersama para pekerja Vatikan dan bertemu anak-anak di Filipina. “Paus mencoba memangkas jarak antara karyawan dan majikan, menjadi wakil Kristus yang sangat dekat atau pribadi. Anak-anak di Filipina, melihat sendiri Yesus dalam diri Paus sebagai seorang yang sangat dekat.”
Otentisitas pewarta, diciptakan sebagai pribadi yang baik. Tanpa adanya perjumpaan tidak ada sukacita Injil. Perjumpaan dengan orang lain, bukan dengan kata-kata, tapi dengan perbuatan dan disebut dengan pewartaan. Paus mengatakan bahwa pewartaan yang sukacita adalah perjumpaan, jelas imam itu.
Paus memilih kata gaudium untuk mengartikan sukacita. Gaudium berbeda dengan laetitia, karena laetitia cenderung lebih bermakna kegembiraan yang datang dari luar diri, seperti kegembiraan seorang anak mendapatkan hadiah ulang tahun. Gaudium sendiri berarti kegembiraan yang muncul dari dalam diri dan ada disposisi batin untuk bergembira. “Dengan disposisi batin sukacita, Gereja bisa menghadapi tantangan modernitas secara lebih optimis karena Gereja memilih menempatkan diri sebagai solusi atas beragam masalah.”
Sinode Keuskupan Bandung 2015 bertema “Sehati Sejiwa Berbagi Sukacita” (Sunda: Sarasa Sasukma Ngawedar Atma Guligah), dibuka pada Misa Krisma, 1 April 2015. Setelah Pra Sinode Pertama di Hotel Bumi Makmur Lembang, 29-31 Mei 2015, akan dilanjutkan dengan Pra Sinode Kedua di Hotel Pesona Bambu, Lembang, 11-13 September 2015, dan Sinode Keuskupan Bandung akan dilaksanakan di hotel terakhir itu, 19-22 November 2015.(paul c pati)