Uskup Bandung Mgr Antonius Subianto OSC membuka Sinode Keuskupan Bandung dalam sebuah Misa dengan mengajak Gereja Keuskupan Bandung menjadi “Rumah Doa” bagi segala bangsa, tempat semua orang bisa berjumpa dengan Allah Bapa, Putera, dan Roh Kudus, karena tanpa perjumpaan pribadi secara personal dan komunal dengan Allah tidak mungkin terjadi pembangunan Gereja yang sehati dan sejiwa berbagi sukacita.
Mgr Subianto berbicara dalam homili Misa Pembukaan Pra Sinode Pertama yang dihadiri lebih dari 250 orang termasuk 196 dari 206 peserta Sinode Keuskupan Bandung dan yang dilaksanakan di sebuah hotel di Lembang, Jawa Barat, 29-31 Mei 2015. Pra Sinode Kedua dari Sinode yang bertema “Sehati Sejiwa Berbagi Sukacita” itu akan berlangsung 11-13 September 2015 dan Puncak Sinode akan berlangsung 20-22 November 2015.
Uskup Bandung itu didampingi Vikjen Pastor Yustinus Hilman Pujiatmoko Pr, Vikaris Yudisial Pastor Paulus Wirasmohadi Soerjo Pr, Sekretaris Pastor Ignatius Eddy Putranto OSC, Ekonom Pastor Antonius Sulastijana Pr sebagai konselebran serta semua pastor kepala dari 24 paroki di keuskupan itu para imam yang menjadi tim SC, OC, serta pembicara dan pengamat.
Gereja yang dipenuhi Roh Kudus, lanjut Mgr Subianto, pasti menjalankan sense of mission atau rasa siap diutus dan diminta untuk “mewujudnyatakan Gereja menjadi rumah doa bagi segala bangsa itu.”
Sinode Keuskupan Bandung juga “hendak merevitalisasi kembali Roh Kudus yang telah dicurahkan kepada kita untuk menentukan arah Gereja ke depan,” lanjut Mgr Subianto seraya mengajak para peserta sinode untuk tidak terjebak pada keputusan-keputusan kuantitatif dengan banyaknya kegiatan atau besarnya kegiatan tetapi pada keputusan-keputusan kualitatif yang sungguh menentukan arah Gereja seperti yang dikehendaki Tuhan.
Menurut Hukum Kanonik 463, tujuan diadakannya Sinode Keuskupan adalah untuk membantu uskup diosesan dalam mengambil kebijakan pastoral demi kesejahteraan seluruh komunitas diosesan. Keputusan pastoral meliputi rencana strategis pastoral dan rencana aksi yang jelas, bertahap dan terukur, efektif dan efisien dalam pelaksanaannya sesuai visi dan misi keuskupan yang telah ditetapkan sinode.
Sesuai hukum kanonik juga, peserta yang dipilih dan diundang secara khusus oleh Uskup Bandung adalah Kuria Keuskupan Bandung, anggota dewan penasehat, anggota dewan imam, para dekan dan sekurang-kurangnya seorang imam dari setiap dekanat, orang beriman Kristiani awam, anggota tarekat hidup bakti yang dipilih oleh dewan pastoral, rektor seminari tinggi diosesan dan rektor skolastikat, beberapa pemimpin tarekat religius dan serikat hidup kerasulan, serta wakil-wakil kelompok ketegorial dan ormas, serta pejabat pemerintahan sebagai pengamat.
Pra Sinode Pertama itu diawali dengan penampilan angklung dari SMP Santo Yusuf, Sulaksana, dan sebuah teater yang menurut Mgr Subianto mengajak peserta sinode untuk merenungkan identitas Gereja yang sesungguhnya. “Kalau kita sebagai Gereja mempunyai kebaikan hati seperti uskup tadi, banyak orang akan berjumpa dengan Allah dan banyak orang yang berniat jahat akan berubah,” kata uskup mengomentari teater yang dimainkan oleh orang-orang non-Katolik dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung.
Pra Sinode Pertama yang umumnya untuk mendengarkan itu menampilkan intervensi dari wakil-wakil 24 paroki dan satu kuasi paroki tentang bidang koinonia, kerygma, diakonia dan leiturgia, dalam bentuk film, narasi, puisi, drama dan slide, serta dari kelompok-kelompok kategorial, lembaga dan yayasan-yayasan yang ada di keuskupan itu.
Kalau dalam penampilan intervensi peserta hanya mendengar saja, dalam masukan tentang Dokumen Konsili Vatikan II Ad Gentes oleh Pastor Dr Francis Purwanto SCJ, Anjuran Apostolik Paus Fransiskus Evangelii Gaudium oleh Pastor RF Bhanu Viktorahadi Pr dari Seminari Tinggi Fermentum Keuskupan Bandung dan Kisah Para Rasul oleh Pastor Profesor Dr Bernardus Soebroto Mardimatmaja SJ dari Keuskupan Agung Jakarta, peserta bisa bertanya dan memberikan pendapatnya. (paul c pati)