Sekretaris Eksekutif Komisi Kerasulan Awam (Kerawam) dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Pastor Guido Suprapto Pr mengatakan, Gereja Katolik tetap memperhatikan kaum awam yang berkiprah atau terjun dalam bidang politik kemasyarakatan demi memperjuangkan kesejahteraan bersama.
“Perhatian atau sapaan itu bukan hanya di saat-saat menjelang pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres), tapi di waktu-waktu lain, saat Gereja memerlukan konsolidasi komitmen antarawam Katolik yang menjadi bagian dalam kegiatan politik,” jelas imam itu.
Menurut Pastor Guido Suprapto, dasar sapaan dari segi spiritualitas awam itu sangat jelas, “karena Gereja berjuang bersama untuk mencapai bonum commune serta memuliakan politik.” Berarti, jika seorang awam Katolik benar-benar mau terlibat dalam politik, sebaiknya dia mengikutinya dengan sebaik-baiknya, tegas imam seraya menegaskan bahwa kiprah di dunia politik adalah bagian dari panggilan dan bentuk perutusan.
Pastor Guido Suprapto berbicara dalam pembukaan diskusi bertajuk “Gereja Mengawal Pilkada Serentak” yang dilaksanakan di Aula KWI, Jalan Cut Mutia, Jakarta, 19 Maret 2015. Hadir sejumlah tokoh Katolik, seperti Profesor Adrianus Meliala dari Kompolnas, Mantan Danrem Wiradharma Timtim Tono Suratman, Aktivis Gerindra Laksamana Muda TNI AL (purn) Christina M Rantetana dan beberapa aktivis partai politik.
Komisi Kerawam KWI, menurut penjelasan sekretaris eksekutif komisi itu, telah mengunjungi sejumlah keuskupan dan bertemu serta menyapa para pejabat Katolik dalam menyiapkan diri menghadapi pemilihan langsung kepala daerah, yakni gubernur, walikota dan bupati.
Imam itu berharap agar perubahan sistem pemilihan meningkatkan semangat umat Katolik di negara ini. Gereja, dalam hal ini kaum awam dan para klerus, jelas imam itu, hendaknya bersama-sama mencermati situasi dinamika politik yang senantiasa berkembang dan berperan menyukseskan pilkada langsung yang akan diadakan Desember 2015.
Aktivis Forum Pemantau Parlemen Indonesia (Formapi), Thomy Legowo, dalam paparan berjudul “Gereja Menyikapi Pilkada Serentak” mengatakan bahwa pilkada langsung masih menyimpan banyak masalah, “namun mau tidak mau umat Katolik harus menghadapinya.”
Menurut peneliti itu, ada tiga belas butir kesepakatan yang berhubungan dengan pilkada serentak. Salah satu yang dinilai memberatkan calon pemimpin daerah untuk menjadi orang nomor satu adalah test oleh partai pengusung bukan oleh oleh KPU setempat sebagai penyelenggara pilkada.
Di sisi lain, lanjutnya, pilkada serentak menjadi peluang bagi umat Katolik, karena menunjukkan bahwa jabatan politik itu terbuka bagi siapa saja, karena melarutkan “soft discrimination,” dan karena menguatkan kepemimpinan yang humanis.
Tommy Legowo mengingatkan bahwa Gereja adalah seluruh umat Katolik yang terdiri dari uskup, pastor dan seluruh umat. “Maka jikalau terlibat dalam politik kemudian tidak berhasil dalam politik, jangan salahkan para imam atau pastor. Mereka yang berjubah hanya memberikan dukungan spiritualitas.” (Konradus R Mangu)
Foto (dari kiri ke kanan): Tommy Legowo, Pastor Guido Suprapto Pr dan moderator Nico Haryanto