Sedikitnya ada tiga pilar penting yang menjadi pendukung panggilan menjadi biarawan atau pun biarawati, yakni lingkungan keluarga, teman sebaya, dan beriman kepada Yesus, kata seorang imam Yesuit dalam Misa Minggu Panggilan di sebuah gereja di Tangerang.
“Keluarga adalah sekolah pertama seorang anak memulai imannya. Di sini pula peran kedua orangtua untuk mengenalkan panggilan menjadi imam, suster, bruder atau hidup berkeluarga. Hidup penuh cinta, harapan dan kasih, empati dan nilai-nilai hidup positif ditemukan dalam keluarga,” kata Pastor Ignasius Aria Dewanto SJ.
Ekonom Keuskupan Agung Semarang itu memimpin Misa konselebrasi yang dihadiri sekitar 3000 umat di Paroki Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda (HSPMTB) Tangerang, Minggu Panggilan 11 Mei 2014. Kepala paroki HSPMTB Pastor Ignatius Swasono SJ dan pembimbing frater Ordo Agustinus Tak Berkasut (OAD) di Bandung Pastor Elpi Christian Surya OAD menjadi konselebran.
Menurut Dewanto, teman sebaya atau persahabatan dalam suatu komunitas sangat penting bahkan turut membantu dalam pengembangan iman, termasuk pilihan menjadi biarawan atau biarawati. Pilar yang lain, kata imam itu, adalah “beriman kepada Yesus, karena Dialah penyempurna panggilan hidup itu.”
Mengenai persahabatan teman sebaya, Pastor Dewanto menceritakan bahwa sewaktu kelas empat SD, dia sudah bergabung dalam wadah Putera Altar dan melalui kelompok atau komunitas itu dia merasa semakin diteguhkan dan dikuatkan mana kala dia mendapat tantangan.
Tutur hadir dalam Misa itu adalah orangtua dari paroki itu yang putera dan puteri mereka menjadi imam, bruder dan suster. Termasuk orangtua dari Pastor Vincensius Arleka yang bertugas di Jerman. Pastor Vincensius adalah putera dari keluarga penganut Buddha dari Teluk Naga Tangerang. Dia menjadi imam ketika belajar di Jerman.
Dimas Setiawan, Ketua Seksi Panggilan Paroki HSPMTB Tangerang kepada PEN@ Indonesia bahwa Misa Minggu Panggilan itu bertujuan untuk menyapa kaum muda untuk lebih mengenal apa itu panggilan hidup menjadi biarawan-biarawati serta untuk menumbuh kembangkan panggilan menjadi pekerja di ladang Tuhan.
Saat ini, katanya, paroki yang didominasi kaum buruh itu telah menghasilkan delapan orang rohaniwan, lima imam dan tiga suster. “Jumlah yang masuk seminari menggembirakan, ada yang di seminari menengah, ada yang di seminari tinggi,” katanya.
Selain berharap orangtua menciptakan suasana rumah yang penuh syukur, doa dan keteladanan, sehingga putera-puterinya bisa terdorong menjadi rohaniwan-rohaniwati, Dimas Setiawan menginformasikan bahwa dalam waktu dekat akan diselenggarakan seminar yang diikuti para orangtua atau pendamping termasuk live in yang diikuti remaja puteri.
Sehari sebelum Minggu Panggilan, empat orang frater Yesuit dan Pastor Albertus Budi SJ, pendamping siswa SMA Kolose Kanisius Jakarta, berkumpul bersama OMK di aula paroki HSPMTB untuk mendengarkan sharing yang disampaikan oleh para frater Yesuit itu.
Yosef, orangtua dari Frater Willy mengungkapkan anaknya sedang kuliah di STF Driyarkara Jakarta Tingkat IV. Pada awalnya istrinya merasa agak pesimis, dan menduga anaknya hanya mau mencari pengalaman saja. Ternyata hingga kini putera keduanya itu benar-benar memilih menjadi Yesuit. “Menurut saya pendidikan iman dalam keluarga sangat membantu sehingga bisa mengarahkan anak menjadi seorang rohaniwan,” kata Yosef kepada PEN@ Indonesia.
Minggu panggilan di HSPMTB ditandai dengan pameran diikuti sejumlah ordo atau tarekat, yakni Ursulin (OSU), Jesus Maria Joseph (JMJ), Congregatio Imitationis Jesu (CIJ) dan Ordo Agustinus Tak Berkasut (OAD). (Konradus R Mangu)