“Pertemuan rutin dalam bentuk kegiatan kelompok seperti pendalaman iman, diskusi, sharing, atau rapat seringkali tak banyak diminati umat. Demikian juga, tak jarang ada banyak kelompok merasa kesulitan untuk berbagi tugas atau merencanakan kegiatan karena terbatasnya umat yang bersedia terlibat. Dalam situasi ini, tidak heran bila ada di antara kita yang merasa tidak tersapa dan ditinggalkan sendirian.”
Uskup Surabaya Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono menulis keprihatinan dan tantangan nyata yang kerap kali muncul saat pertemuan kelompok umat beriman itu dalam Surat Gembala Prapaskah yang dibacakan di semua gereja dan kapel di wilayah Keuskupan Surabaya, 1-2 Maret 2014.
Oleh karena itu, melalui kegiatan APP selama masa Prapaskah, Mgr Wisaksono mengajak umatnya untuk merefleksikan sekaligus mewujudkan hakekat hidup gerejani sebagai kelompok umat beriman dan tugas perutusannya untuk mewartakan keselamatan, karena “Berkat pembaptisan sesungguhnya setiap orang kristiani digabungkan dalam hakekat persekutuan dan tugas perutusan ini.”
Surat tertanggal 25 Februari 2014 itu juga mengajak umat Keuskupan Surabaya untuk keluar dari kungkungan pola hidup beriman yang egoistis dan individualistis dan berani berjumpa dan berkumpul bersama saudara seiman serta terlibat aktif dalam gerak perutusan Gereja.
“Kebersamaan sebagai umat beriman dapat dimulai dari kelompok kecil umat yang secara rutin bertemu untuk berdoa bersama, membaca dan mendengarkan sabda, serta berbagi pengalaman iman dan membantu mereka yang membutuhkan. Visi kebersamaan ini semoga membantu kita mencapai kepenuhan manusiawi sekaligus kristiani karena kita hanya dapat bertumbuh dan mewujudkan panggilan dalam kaitan dengan orang-orang lain (bdk. KASG, 149),” tulis surat itu.
Secara konkret dalam masa Prapaskah, Mgr Wisaksono mengajak semua umatnya untuk “setia memberikan waktu untuk terlibat dan hadir dalam pertemuan bersama umat di lingkungan, wilayah atau stasi, paroki, atau dalam kelompok kategorial lain yang diikuti.”
Umat juga diajak “menambah kesempatan dalam olah rohani dan mati raga, keikutsertaan dalam perayaan Ekaristi serta pengakuan dosa agar batin semakin siap dan terarah bagi Allah,” dan “mewujudkan kepedulian aktif dalam semangat solidaritas dan subsidiaritas bagi kebaikan bersama, misalnya dengan aksi dan karya sosial untuk membantu rehabilitasi korban bencana Gunung Kelud, dan bentuk-bentuk karya sosial lainnya seturut kebutuhan.”
Secara khusus di tahun 2014 ini Mgr Wisaksono mengajak umatnya untuk “berpartisipasi secara aktif dalam proses Pemilu mendatang sebagai wujud tanggungjawab sosial kita demi perbaikan mutu kehidupan berbangsa dan bernegara.”
Berbagai ajakan uskup Surabaya itu berangkat dari Tema APP 2014 Keuskupan Surabaya “Mewujudkan Kelompok Kecil Umat yang Misioner.” Dalam uraiannya, uskup Surabaya menegaskan bahwa Gereja pada hakekatnya adalah persekutuan atau kelompok umat beriman, serta persekutuan umat beriman Gereja bersifat misioner yang diutus untuk mewartakan keselamatan Allah.
Uskup menyadari bahwa tidaklah mudah menghidupi dua hal itu. Maka, melalui masa pertobatan umat diajak berbenah dan memperbaiki diri, khususnya memperbaiki pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya dimensi persekutuan dan tugas misioner Gereja, yang kerapkali merosot karena lemahnya kehendak untuk berkomunikasi serta merebaknya sikap egoistis dan individualistis.
Meskipun perjumpaan dan pembinaan dalam pelbagai kelompok, entah teritorial maupun kategorial, tampak semakin bersifat massal seiring bertambahnya jumlah umat, Mgr Wisaksono mengingatkan umatnya untuk membuat pertobatan menjadi wujud pembaharuan diri untuk selalu kembali kepada Allah setelah jatuh dalam dosa, karena “Kebesaran kasih Allah bahkan digambarkan melebihi kasih yang mengikat seorang ibu dengan anaknya.” (paul c pati)
apakah utk k.k.u harus punya nama ,atau bagi mana