Home KEGEREJAAN Mgr Andreas Sol adalah misionaris sejati Keuskupan Amboina

Mgr Andreas Sol adalah misionaris sejati Keuskupan Amboina

0

484882_426816790785806_770860901_n (1)

“Uskup Sol telah merayakan HUT ke-50, baik HUT kelahiran, HUT sebagai biarawan MSC, HUT sebagai Imam, bahkan HUT tahbisan Episkopat, semuanya di tanah Maluku. Angka ini hendak mengatakan kepada kita bahwa Bapa Uskup Sol adalah misionaris sejati yang mau mengabdikan seluruh hidupnya untuk umat Keuskupan Amboina.”

Wakil Propinsial MSC Indonesia Pastor Albertus Jamlean MSC berbicara dalam perayaan HUT ke-50 Tahbisan Uskup Mgr Andreas Petrus Cornelius Sol MSC, Uskup Emeritus Keuskupan Amboina, di Biara Hati Kudus Batu Gantung, Ambon, 25 Februari 2014.

“Atas nama Tarekat Misionaris Hati Kudus Yesus, Pater Jenderal di Roma dan seluruh anggota MSC di dunia, kami menyampaikan proficiat dan selamat kepada Bapa Uskup Andreas Sol yang merupakan uskup pertama MSC yang merayakan HUT ke-50 tahbisan uskup. Ini rahmat yang luar biasa bagi kita semua,” kata Pastor Jamlean seperti ditulis oleh Komsos KWI dan Komsos Keuskupan Amboina dalam Mirifica.News.

Sesuai catatan sejarah MSC, kata Pastor Jamlean, Uskup Andreas Sol adalah Imam MSC tertua dalam usia imamat, karena di bulan Agustus 2014 Mgr Sol akan merayakan 74 tahun imamatnya, dan dari sudut pandang usia, Uskup Sol adalah anggota MSC kedua tertua di dunia.

Dalam perayaan itu, Uskup Amboina Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC menceritakan bahwa tanggal 25 Februari 1964 Uskup Andreas Sol ditahbiskan menjadi Uskup Coadjutor Keuskupan Amboina dan baru tanggal 13 Februari 1965 diangkat sebagai Uskup Diosis Amboina.

“Pantaslah pada kesempatan ini, saya mewakili seluruh umat Keuskupan Amboina mengucapkan proficiat kepada Mgr Andreas Sol,” kata Mgr Mandagi yang mengatakan telah meminta semua imam, yang menghadiri Musyawarah Pastoral Pastores tanggal 15 Februari 2014, untuk mempersembahkan Misa tanggal 25 Februari 2014 untuk perayaan itu.

Uskup Mandagi juga menyerahkan kepada Mgr Andreas Sol piagam penghargaan dari Duta Vatikan untuk Indonesia Mgr Antonio Guido Felipazzi, dari Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa, dan dari Paus Fransiskus.

Pastor Lambertus Somar MSC yang juga akan merayakan 50 Tahun Imamat di bulan April 2014 sangat terkesan dengan figur Uskup Sol. “Beliau selalu bertanya apa yang terjadi di Langgur, apa yang terjadi dengan MSC dan umat Keuskupan Amboina. Beliau berharap semua pekerjaannya dilanjutkan oleh generasi kita. Hari-hari yang lalu beliau mengharapkan kita bekerja keras, namun sekarang ini ia mengucapkan terima kasih kepada kita semua,” kata imam itu.

Yang istimewa dari Mgr Sol, lanjut Pastor Somar, bukan hanya dorongan semangat agar kami selalu berkarya dengan penuh cinta, tetapi juga ajakannya untuk selalu berdoa, “sebab menurut dia apa yang tidak bisa diselesaikan oleh manusia, Tuhan akan selesaikan.”

Stef Tokan, yang mengaku sejak lahir hingga remaja mengalami kehidupan dengan Uskup Sol, mengatakan kepada PEN@ Indonesia bahwa ketika semakin berusia lanjut, Uskup Sol sudah “meninggalkan hal-hal pribadi menyangkut dirinya dan lebih peduli pada masalah orang lain.”

Di tahun 1970-an, kenang Stef yang waktu itu masih duduk di bangku SD, “setiap kali ikut Misa di Katedral Ambon, dalam katedral yang lama, sebelum Misa dimulai kita ‘dihibur’ dengan ‘lagu-lagu Gregorian’ yang diputarkan di gereja itu. Suasana gereja sangat tenang dan khidmat. Sementara Bapa Uskup Sol yang akan memimpin Misa, berjalan-jalan di dalam gereja sambil berdoa rosario.”

Mengenang kasih sayang yang dialaminya serta banyak umat lain, cerita Stef, “bila hujan turun seusai Misa, Bapa Uskup Sol akan meminta sopir di keuskupan untuk mengantar pulang umat-umat yang rumahnya jauh, termasuk saya dan kakak-kakak saya.”

Mgr Sol pernah dijuluki wartawan sebagai “Perpustakaan Berjalan Maluku” karena sangat paham dengan budaya Maluku.

Namun, warga Ambon itu belum melihat generasi muda Maluku yang tekun dengan budaya Maluku seperti Uskup Sol. “Ini sangat disayangkan. Maka saya masih berharap ada imam-imam Maluku yang mau mengikuti jejak beliau di dalam perhatian pada budaya Maluku, mulai dari Morotai di Maluku Utara hingga Tenggara Jauh.”(paul c pati)***

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version